Oleh: Jayanti, S Pd (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Masalah Sosial)
Manusia diberikan potensi akal oleh Alloh. Untuk menunjukkan keistimewaannya dibanding makhluk yang lain. Akal menjadi subyek untuk berpikir. Melalui penginderaan terhadap seluruh makhluk sampai kepada penyadaran adanya Al Khaliq. Sang Pencipta alam semesta beserta seluruh isinya.
Sebagai pencipta dipastikan akan membuat seperangkat aturan untuk memastikan makhluknya berlaku sesuai tujuan penciptaanya. Bukan hal yang mudah untuk memahami tujuan penciptaan tersebut. Kecuali dengan upaya sungguh-sungguh untuk memaksimalkan peranan akal untuk berpikir. Bahwasannya manusia sebagai makhluk (ciptaan Alloh) yang harus taat dan patuh akan aturan Alloh.
Pemikiran yang dimiliki kaum muslimin sangat dipengaruhi oleh cara pandangnya terhadap suatu masalah. Suasana lingkungan yang melingkupi berpengaruh besar. Pernyataan untuk mengganti kata kafir menjadi non muslim sedang hangat dibicarakan. Membuat geram kaum muslim yang meyakini bahwa Alloh Maha Tahu yang terbaik untuk umatNya. Dalam firman Alloh di surat Al Kafirun, jelas penyebutannya kafir. Namun kenapa ada pihak-pihak yang memelintir hal tersebut.
Sebagai orang yang dianggap mempunyai ilmu keislaman yang tinggi dan mempunyai banyak pengikut, namun jika menyesatkan maka kalimat istighfar yang layak terucap. Memohon ampunan kepada Alloh. Lebih disayangkan lagi adalah dukungan dari pemangku kekuasaan tertinggi sebuah negeri. Sungguh ironis.
Penyebab utama kondisi ini adalah merajalelanya SEPILIS. Bukan penyakit yang menyerang fisik. Namun penyakit yang menyerang akal pikiran manusia. Sebegitu dahsyatnya hingga mampu meruntuhkan aqidah seorang muslim. Apakah itu? Paham SEkulerime PLuralisme LIberalisme. Dengan adanya paham sekulerisme, menghilangkan peran agama sebagai pedoman hidup dari aktivitas sehari-hari. Membatasi aturan agama Islam pada masalah ibadah saja. Tentang semua aktivitas untuk berhubungan dengan sesama manusia diberikan hak sepenuhnya kepada pribadi untuk mengaturnya.
Sedangkan pluralisme suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.
Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnaah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata. Hal ini mampu menjadikan muslim menggunakan potensi akalnya untuk mencari-cari pembenaran atas pemikiran subyektif pribadinya. Menjadikan akal sebagai sumber hukum. Menjadikannya lupa bahwasannya posisi kitab suci harusnya sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Penyakit ini membutuhkan obat mujarab yang mampu mengobati secara tuntas. Sampai akar-akarnya. Ibarat tulisan dengan menggunakan pena, tinta yang digoreskan diatas kertas putih sangatlah sulit dihapus. Kalaupun terhapus diperlukan usaha yang ekstra, butuh kesadaran penuh bahwa SEPILIS harus dibuang. Dihapus selamanya dan memulai menuliskan dengan lembaran baru. Mengembalikan kepada hakekat kehidupan manusia. Bahwa keberadaannya dimuka bumi ini hanya untuk beribadah kepada Alloh. Menundukkan akal pikirannya kepada ketetapan hukum tertinggi yaitu firman Alloh.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. ( QS. al-Azhab [33:36] )
Wallohu A’lam Bishowwab.