Oleh : Heni Kusmawati, S.Pd
Lebay, itulah tanggapan juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade terhadap pernyataan Menko Polhukam Wiranto, bahwasannya penyebar hoaks akan dikenai UU Terorisme. Menurutnya Wiranto ingin menakut-menakuti rakyat.
"Pertama ya, pernyataan Wiranto itu lebay. Lebay, kelihatan pemerintah dan pendukung Pak Jokowi ini panik sehingga ingin menakut-nakutin rakyat dengan UU Terorisme. Tidak bisa dibandingkan pelaku teroris dengan hoax," ujarnya (detikNews.com).
Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani juga tidak sepakat Undang-Undang Terorisme digunakan untuk menjerat penyebar hoaks. Menurut Muzani, UU Terorisme merupakan sebuah aturan untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan terorisme sementara penyebar hoaks akan ditindaklanjuti dengan menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menanggulangi hoaks dengan UU lain merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan (jpnn.com).
Sebenarnya, UU terorisme digunakan sebagai senjata untuk membungkam lawan politik. Apalagi sebelumnya, beredar isu bahwan lawan politiknya didukung oleh salah satu ormas islam yang dianggap radikal.
Dengan begitu, peluang besar bagi yang duduk di kursi kekuasaan untuk memenangkan kembali persaingan tersebut. Apalagi di tangan merekalah berbagai alat politik dan sumber daya berada serta didukung pula para pemilik modal.
Begitulah sistem politik demokrasi, apapun cara akan dilakukan demi menduduki kursi kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan.
Tentunya sangat berbeda dengan islam. Dalam sistem islam yang diterapkan oleh Daulah Khilafah Islamiyah, kekuasaan dan politik adalah sarana untuk berkhidmat kepada Allah SWT Pencipta alam semesta. Kekuasaan atau kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari akidah dan syariat islam. Kepemimpinan harus berlandaskan pada akidah serta syariat islam menjadi standar dalam melakukan perbuatan. Bahkan kepemimpinan ini ada, tak lain hanya berfungsi sebagai metode untuk menerapkan syariat Islam. Dengan demikian, menutup celah bagi orang-orang untuk memperebutkan kekuasaan.
Mereka yang menjadi penguasa adalah mereka yang dibaiat oleh rakyat karena dianggap mampu dan memiliki kapabilitas sebagai pemimpin yang akan mengurus dan menjaga rakyat sebagai amanah yang harus dijalankan karena akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak oleh Allah SWT atas kepemimpinannya.
Itulah kenapa, saat dipilih oleh umat, mereka merasa sulit untuk memikulnya. Tidak nampak kegembiraan pada wajah mereka karena menganggap kekuasaan adalah musibah.
Kita tentu masih ingat sejarah Rasulullah dan khulafaur rasyidin ketika berkuasa, sampai-sampai mengakhirkan kepentingan pribadi dan keluarga demi memenuhi kebutuhan rakyatnya. Tidak hanya manusia, seekor kambing pun jadi fokus perhatian Khalifah Umar yang kekuasaannya sudah nyaris di bibir tanah Eropa.
Wallahua'lam.