Oleh: Desi Anggraini (Mahasiswi Sosiologi Universitas Sriwijaya)
Tak banyak kaum muslim yang menyadari bahwa pada tanggal 3 maret, tepatnya pada tahun 1924 yang lalu, ada peristiwa besar yang telah menyebabkan lahirnya berbagai malapetaka yang menimpa kaum muslim hari ini. Ketidaktahuan ini tak terkecuali juga dialami kaula muda. Gaya hidup sekuler membuat mereka lebih familiar dengan peristiwa 14 Februari dibandingan dengan peristiwa sejarah pada tangal 3 maret 1924.
Hilangnya perisai ummat Islam, ya inilah yang terjadi pada tanggal 3 Maret 1924. Makar jahat Mustafa Kemal Ataturk dan dedengkotnya telah memporakporandakan kesatuan kaum muslimim yang dulunya tegabung dalam bingkai negara Khilafah. Setelah dibubarkannya institusi Khilafah, kaum muslim terpecah belah menjadi lebih dari 50 negara. Sekat national state ini membuat mereka mudah dijajah para kapitalis dunia yang rakus ingin menguasai sumber daya alam di negeri kaum muslim. Yang lebih menyedihkan lagi, penguasa kaum muslim di negerinya malah menjadi “kacung” bagi kapitalis dunia. Mereka membantu para kapitalis ini melalui kebijakan-kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat. (https://nasional.kompas.com/read/2019/02/18/00072271/alasan-jokowi-tetap-impor-meski-stok-cadangan-beras-surplus. http://jateng.tribunnews.com/2018/01/22/petani-pati-protes-pemerintah-impor-bera)
Runtuhnya perisai ummat juga membuat kedzaliman demi kedzaliman menjadi drama panjang tak ber-ending. Persoalan muslim Uighur misalnya, bak mimpi manis di siang bolong jika mengharap belas kasih dari pemimpin dinegeri-negeri kaum muslim untuk menyelesaikan persoalan ini. Jangankan untuk mengulurkan tangan memberi bantuan, sekedar mengecam saja lidah terasa berat hingga tak berkutik. Keterikatan kerjasama ekonomi dan investasi diduga menjadi penyebabnya
(https://www.cnnindonesia.com/internasional/20181221123408355476/mengukur-dan-mengeker-sikap-jokowi-ke-china-soal-uighur)
Padahal Rasulullah SAW mengatakan dalam sabdanya “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam (H.R. Bukhari dan Muslim)
Apa yang kita saksikan hari ini menimpa saudara kita di Suriah, Uighur, Palestina, Patani dan dibelahan bumi lainnya adalah dampak hilangnya perisai ummat yang dinaungi negara Khilafah. Tanpa Khilafah kedzaliman ini akan terus berulang terjadi di depan mata kita. Benarlah apa yang dikatan oleh Imam al-Ghazali bahwa Agama adalah tiang dan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak ada asasnya akan roboh dan apa saja yang tidak ada penjaganya akan hilang. Maka dari itu solusi hakiki bagi persoalan ini adalah dengan mengembalikan sistem Khilafah itu sendiri yang akan menjadi penjaga bagi Islam, menjadi perisai bagi kaum muslim untuk berlindung.
Selain itu perlu juga diketahui kaum muslim, Syaikh Abdurrahman al-Jaziri menyebutkan, “Para imam mazhab yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Syafii) Rahimahullah telah sepakat bahwa Khilafah adalah fardu, kaum muslim wajib mempunyai khalifah yang akan meneggakkan syiar-syiar agama dan menolong orang-orang yang didzalimi (al-wa’ie, Juni 2015). Sehingga memperjuangkan khilafah juga menjadi kewajiban bagi setiap kaum musim