Oleh: Meli Mustofiah, S.Pd.I
/Perempuan di Masa Islam/
“Wanita adalah tiang negara, apabila wanita itu baik maka negara akan baik dan apabila wanita itu rusak maka negara akan rusak pula”. Ungkapan yang sangat populer itu terbukti kebenarannya. Fakta saat ini kita bisa melihat betapa maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas para perempuannya. Karena mereka nantinya akan menjadi seorang ibu yang sangat berperan penting dalam mendidik generasi penerus bangsa.
Tak berlebihan juga apabila ada ungkapan al umm madrasatul ula, ibu adalah madrasah pertama dan utama bagi ananda. Di tangan para ibulah generasi mendapatkan tempaan pendidikan pertamanya, bahkan sebelum mereka lahir ke dunia. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kondisi janin dalam kandungan sangat dipengaruhi oleh keadaan ibunya. Bila seorang ibu dalam kondisi ketakutan dan gelisah, janin akan terpengaruh dan besar kemungkinan kelak tumbuh menjadi anak yang minder. Sementara itu, kecenderungan cemburu dan watak dengki ibu juga akan mengimbas pada anak. Sebaliknya, bila sang ibu memiliki watak baik, berperikemanusiaan, jujur, berani, dan penuh kasih sayang, maka itu juga akan berpengaruh pada anaknya. Terlebih jika ibunya seorang wanita yang salihah tentu akan melahirkan putra-putri yang salih pula.
Siapa yang tak mengenal Imam asy-Syafi’i. Seorang ulama besar yang mazhabnya paling banyak diikuti penduduk tanah air. Di balik sosoknya yang mulia terdapat seorang ibu yang tak kenal lelah dalam mendidik putranya. Ayah Imam asy-Syafi’i wafat dalam usia muda. Ibunyalah yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikannya hingga kemudian Muhammad bin Idris asy-Syafi’i menjadi seorang imam besar. Ibunya membawa Muhammad kecil hijrah dari Gaza menuju Mekah.
Di Mekah, ia mempelajari Alquran dan berhasil menghafalkannya saat berusia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirim anaknya ke pedesaan yang bahasa Arabnya masih murni. Sehingga bahasa Arab pemuda Quraisy ini pun tertata dan fasih. Setelah itu, ibunya melatihnya agar bisa berkuda dan memanah. Jadilah ia seorang pemanah ulung. 100 anak panah pernah ia muntahkan dari busurnya, tak satu pun meleset dari sasaran. Dan ketika beliau baru berusia 15 tahun, Imam asy-Syafi’i sudah diizinkan Imam Malik untuk berfatwa. Hal itu tentu tidak terlepas dari peranan ibunya yang merupakan seorang muslimah yang cerdas dan pelajar ilmu agama. (www.KisahMuslim.com)
Begitu juga dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, di mana kegemilangan peradaban Islam mencapai puncaknya pada masa kekhilafahan beliau. Hingga tak ditemukan seorang pun yang berhak menerima zakat. Siapakah di balik sosoknya yang agung? Tak lain adalah ibunya yang juga lahir dari rahim ibu yang salihah. Nenek buyutnya juga seorang perempuan salihah yang tidak mau mencampur susu dengan air hanya karena ingin mendapat tambahan keuntungan. Karena ia yakin meskipun tiada yang tahu namun Allah SWT Maha Mengetahui setiap perbuatan hamba-Nya. Serta ia ingin menaati perintah khalifah baik di depan khalayak umum maupun di belakangnya.
Masih banyak lagi perempuan-perempuan mulia di balik sosok ulama, pejuang dan pemimpin besar dalam sejarah Islam. Semua itu menunjukkan kepada kita bahwa perempuan memiliki peranan penting dalam menentukan peradaban. Akan dibawa ke arah mana peradaban ini sangat tergantung kesalihan seorang hamba Allah yang bernama perempuan.
/Perempuan Masa Kini/
Lain dulu lain sekarang. Saat ini cengkeraman ideologi kapitalis sangat erat di tengah-tengah umat. Sehingga mau tidak mau hal itu juga mempengaruhi kaum perempuan. Ide feminisme yang terus diarusutamakan semakin menggerus fungsi seorang ibu sebagai ummun wa rabbatul bait. Sehingga para ibu mengesampingkan peran sebagai pendidik pertama dan utama. Mereka berlomba-lomba berperan ke ranah publik, karena hal itu merupakan kebahagiaan dalam kacamata kapitalisme. Belum lagi dukungan dari sistem negara yang pada faktanya memang porsi kesempatan kerja lebih banyak perempuan dibanding laki-laki. Hal ini semakin membuat perempuan kehilangan kodratnya.
Jangan heran apabila saat ini kita jumpai moral generasi semakin merosot, tentu semua itu tak lepas dari hilangnya fungsi perempuan. Saat mereka disibukkan dengan aktivitas di luar rumah maka peran mereka dalam ranah domestik akan semakin berkurang. Akibatnya ananda mengalami kurang perhatian dan sedikit mendapatkan curahan kasih sayang hingga akhirnya terjebak pada hal negatif seperti pergaulan bebas dan narkoba. Jelas itu semua akan berpengaruh besar terhadap peradaban suatu bangsa. Yang mana berlangsungnya sebuah peradaban tergantung generasi penerusnya.
Dari paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa peran perempuan dalam peradaban sangatlah penting. Dan berfungsi tidaknya peran mereka tak lepas dari sistem yang dijalankan sebuah negara. Apabila kita inginkan peradaban Islam gemilang seperti dahulu kala maka diperlukan andil besar kita bersama dalam perjuangan perubahan sistemik. Dengan sistem Islam, perempuan akan semakin optimal dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai ummun wa rabbatul bait, karena di tangan merekalah generasi penerus peradaban besar akan terlahir kembali.
Wallahu a’lamu bisshawab