Oleh: Ooy Sumini
Member Akademi Menulis Kreatif Regional Bandung
Dalam ajaran Islam, perempuan dalam kehidupannya memiliki dua peran penting yaitu sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangga suaminya (ummun-warabbah al-bayt). Peran yang sangat strategis karena ibu menentukan wajah umat di masa depan. Untuk itu, semestinya perempuan dijamin bisa menjalankan peran ini dengan mendapatkan nafkah, pendidikan dan fasilitas kesehatan yang baik.
Kemudian sistem Islam yang menerapkan ajaran Islam yang kaffah, menetapkan mekanisme yang menjamin seorang perempuan, dalam kondisi apapun, mendapatkan nafkah. Mekanisme ini diawali dengan penetapan hukum perwalian laki-laki atas perempuan. Perwalian adalah kewajiban laki-laki untuk melindungi, mendidik, dan memberikan nafkah bagi perempuan dan anak yang berada di bawah perwaliannya. Perempuan yang belum menikah, walinya yang utama adalah ayahnya, sedangkan perempuan yang sudah menikah, tugas wali ini diambil alih oleh suaminya.
Bila wali yang utama ini tidak ada atau tidak mampu, Islam menetapkan urutan orang yang wajib menjadi wali berikutnya bagi perempuan dari kalangan laki-laki keluarga dan kerabatnya, dari yang paling dekat sampai yang paling jauh. Untuk menjamin para wali ini mampu mencari nafkah, Islam telah memiliki konsep ekonomi yang memberdayakan rakyat. Bila semua wali ini tidak ada atau tidak mampu, maka kewajiban nafkah perempuan ditanggung oleh negara.
Dengan mekanisme ini perempuan tidak perlu mencari nafkah. Namun demikian, perempuan tetap boleh bekerja dan memainkan peran lain untuk kemajuan masyarakat, setelah peran mereka dalam keluarga tertunaikan. Hanya saja Islam melarang menjadikan kecantikan dan keperempuanannya dieksploitasi sebagai modal bekerja. Perempuan semata-mata bekerja karena keterampilan dan ketinggian ilmunya.
Sejarah Islam telah mencatat dengan tinta emas, bagaimana kiprah perempuan ini bisa mewarnai peradaban Islam, bahkan peradaban dunia. Pada tahun 859 M berdiri universitas yang menawarkan gelar kesarjanaan, sebuah sistem pendidikan yang masih digunakan hingga saat ini. Pendirinya adalah seorang perempuan, anak saudagar kaya bernama Fatimah Al-Fikhri yang mendermakan sebagian kekayaannya untuk mengongkosi universitas Al-Qarawiyyin yang didirikannya. Seratus tahun kemudian universitas Al-Azhar di Mesir baru didirikan, dan tiga abad kemudian universitas Oxford di Inggris baru mengikutinya. Jadi, universitas pertama di dunia ini didirikan oleh seorang muslimah!
Dalam sistem Islam atau khilafah Islam, perempuan dan laki-laki mendapat akses yang sama dalam pendidikan. Madrasah-madrasah khusus perempuan didirikan berdampingan dengan madrasah untuk laki-laki. Hak mendapat pendidikan yang sama inilah yang memunculkan perempuan-perempuan luar biasa. Tak hanya Fatimah Al-Fikhri, ada Sutaita Al-Maha Mali, seorang ilmuwan perempuan ahli aritmatika dari Bagdad. Ia berhasil membuat catatan lengkap tentang sistem persamaan dalam matematika. Satu lagi ahli matematika perempuan yang mencengangkan dari kota Cordova, Andalusia bernama Labana. Karena kecerdasannya Khalifah Al-Hakam II mengangkatnya sebagai salah satu penasihatnya.
Muslimah tidak hanya berkesempatan menjadi penasihat sultan. Imam as-Suyuti pun tercatat pernah belajar pada 33 guru perempuan. Lalu Ibnu Hajar belajar pada 53 guru perempuan. Imam as-Sakhawi belajar pada 68 guru perempuan. Riset ini dilakukan dan telah dipublikasikan oleh Aisha Abdurrahman Bewley dalam bukunya Muslim Woman: A Biographical Dictionary.
Jauh sebelum para cendekiawan muslimah itu lahir, Ummul Mukminin Aisyah tercatat sebagai perempuan yang luar biasa kecerdasannya. Ia meriwayatkan tak kurang dari 2.210 hadis. Jumlah ini lebih banyak disbanding Ibnu Abbas yang meriwayatkan 1.660 hadis.
Di Indonesia pun tercatat muslimah-muslimah tangguh pembela agama Allah. Seperti Laksamana Keumalahayati dari Aceh, admiral perempuan yang mendapat pelatihan langsung dari militer Daulah Utsmani. Lalu ada Nyai Walidah Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Sopo Tresno yang menjadi cikal bakal Aisyiyah; Cut Nyak Dien panglima perang yang melawan penjajah Belanda, dan lain-lain.
Dari sini jelas, kalaupun perempuan bekerja atau berperan di masyarakat, maka itu jauh dari kondisi penindasan dan eksploitasi. Ia tetap terjaga dan terhormat, tanpa harus merendahkan hargadirinya. Ia juga memiliki posisi tawar yang tinggi karena ia bekerja tanpa didorong oleh kebutuhan upah. Berbeda dengan perempuan pada saat ini di dalam sistem kapitalis. Kapitalisme telah membuat kehidupan manusia sangat menderita. Ekonomi kapitalis telah melahirkan kemiskinan yang mengerikan. Karena kemiskinan, banyak perempuan terpaksa bekerja dan meninggalkan peran utamanya sebagai ibu.
Saat ini, ada banyak program di seluruh dunia muslim yang mengarahkan perempuan ke tempat kerja sebagai sarana untuk mengakhiri kemiskinan dan memberdayakan perempuan muslim. Perlu diketahui oleh perempuan muslim di belahan bumi mana pun, pemberdayaan perempuan melalui pekerjaan sebenarnya didorong oleh agenda kapitalis untuk mengamankan keuntungan ekonomi, bukan untuk meningkatkan kehidupan perempuan. Hal ini terungkap dari pidato Hillary Clinton pada Konferensi di Peru. (hizbut-tahrir.or.id, 3 Februari 2013).
Jadi, kampanye agar perempuan lebih banyak memasuki dunia kerja dilakukan demi pendapatan potensial miliaran dolar bagi negara-negara kapitalis.. Hal ini terjadi karena perempuan sebagai tenaga kerja bisa dibayar lebih murah, posisi tawarnya lebih rendah daripada laki-laki. Selain itu, perempuan adalah pasar potensial bagi produk-produk negara kapitalis. Jika ia memiliki pendapatan sendiri, maka posisinya sebagai pasar akan lebih besar mengingat di sebagian besar rumah tangga perempuan bertindak sebagai pemegang keputusan untuk belanja.
Dengan membandingkan keadaan perempuan di masa khilafah dan di era kapitalis sekarang, seharusnya perempuan berpaling dari upaya pemberdayaan kapitalistik yang mengeksploitasinya, dan kembali pada kemuliaan martabatnya yang telah dijamin oleh Islam. Karena itu, semestinya perempuan ikut berdiri di garda terdepan perjuangan untuk kembali pada kehidupan Islam, dan bukannya takut terhadap penerapan Islam. Islam adalah solusi dan pelindung sejati bagi perempuan, anak-anak dan seluruh dunia.[]
Wallahu a’lam bish shawab.