Perempuan Berpolitik, Why Not?

Oleh : Dara Millati Hanifah S.pd


Persamaan gender yang didengungkan oleh kaum barat, tidak lain adalah untuk menghancurkan pondasi keislaman seorang muslimah. Sehingga ia meninggalkan kewajibannya sebagai seorang perempuan.


Perempuan dalam pandangan Islam menempati posisi yang sangat mulia. Di samping perannya dalam keluarga (ibu dan pengatur rumah tangga), ia juga punya peran lain di dalam masyarakat dan negara, yang tentunya berbeda dengan kaum laki-laki.


Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabiyah ra. Pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW, para sahabiyah memiliki peranan penting di dalam masyarakat. Ketika terjadi peperangan, para sahabiyah seringkali berperan sebagai perawat yang membantu pasukan yang terluka di medan perang. Atau mereka berpartisipasi sekedar sebagai penyemangat para kaum muslimin yang sedang berperang. Bahkan tidak sedikit pula di antara mereka yang juga ikut berjuang dan berperang ke medan laga untuk mendapatkan syahadah fii sabilillah, sebagaimana yang dilakukan oleh salah satu sahabiyah yakni Ummu Imarah. 


Melihat kisah di atas, maka salah satu peran perempuan adalah sebagai penopang dan sandaran kaum laki-laki dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 


Sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. baik laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama. Seperti beribadah kepada Allah swt, melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, menuntut ilmu dan lain sebagainya. Sebagaimana Firman Allah swt dalam Al-Qur'an  :


"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian orang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka akan di beri rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana" (TQS At Taubah : 71)


Ada beberapa peran yang bisa dilakukan oleh kaum perempuan dalam hal politik, yakni :

a. Hak dan kewajiban berbaiat, 

b. Hak memilih dan dipilih menjadi anggota majelis ummat, 

c. Kewajiban berdakwah dan beramar ma'ruf nahi mungkar, 

d. Kewajiban menasehati dan mengoreksi penguasa, dan 

e. Kewajiban menjadi anggota kelompok politik.


Adapun aktivitas politik yang tidak diperkenankan bagi perempuan, yaitu aktivitas-aktivitas yang termasuk dalam wilayah kekuasaan/pemerintahan misalnya menjadi penguasa atau kepala negara. Penguasa dipandang sebagai orang yang bertanggung jawab penuh secara langsung dalam mengurusi urusan umat.


Dapat dipahami bahwa pengaturan Islam mengenai peran dan hak politik perempuan dalam kehidupan masyarakat, bersama aturan-aturan kehidupan lainnya adalah menyeluruh. Hal tersebut menjamin terwujudnya kehidupan yang ideal, sebagaimana yang terjadi pada saat diterapkannya syariat Islam di muka bumi ini dalam naungan Khilafah Islamiyah. Khilafahlah satu-satunya yang menjamin pelaksanaan peran dan hak-hak perempuan, termasuk peran dan hak politiknya. Perjuangan kaum perempuan saat ini haruslah menghadirkan Islam dalam berbagai aspek kehidupannya, yakni dengan melalui dakwah. Dengannya kaum muslim akan segera sadar akan kondisinya dan segera keluar dari keterpurukan yang terjadi, sekaligus bangkit kembali sebagai khairul ummah (umat terbaik).


Wallahu'alam bis shawab



#perempuanrindupemimpinislam 

#perempuanbutuhpemimpinjujurdanamanah

#khilafahperisaikudanpelindungku

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak