Penulis : Mariati Impi, SKM*
Kaum wanita sesungguhnya adalah arsitek peradaban, yang mampu mendesain kontruksi sebuah peradaban apa yang diinginkan. Mereka memiliki peranan besar dalam mendidik dan mengawasi pertumbuhan anak-anak. Mereka pula yang membantu suami fokus kala bekerja.
Ibu-ibu teladan
Membaca kisah hidup para ulama, para pembimbing umat dan masyarakat, kita akan menyaksikan bagaimana ibu mereka mendidik dan menanamkan karakter mulia kepada mereka. Ibu mereka menanamkan dasar dasar agama dan pokok-pokok akidah islamiyah untuk buah hatinya. Lalu pribadi pribadi mulia tertempa menjadi anak-anak akhirat bukan anak-anak dunia.
Dibalik kesuksesan para sahabat maupun para ulama, ada sosok ibu dibalik nama besar mereka. Sosok ibu-ibu yang solehah, tegar dan cerdas sehingga kita dapati kebanyakan para ulama besar adalah para yatim yang dengan kesabaran para ibunda merekalah, anak-anak ini mampu menjadi sosok yang nama dan ilmu mereka tetap dikenal dunia luas walaupun telah berabad-abad mereka meninggal dunia.
Sejarah kita mencatat contoh ibu-ibu yang istimewa. Ibu-ibu yang melahirkan tokoh-tokoh besar ulama islam, diantaranya adalah ibunda Hasan al-Bashri yang bernama Khairah. Beliau adalah pembantu salah satu istri Nabi Muhamad SAW yang bernama Ummu Salamah. Khairah adalah wanita yang sangat mencintai ilmu. Karena ketinggian ilmunya inilah Khairah menjadi panutan bagi anak-anaknya. Hingga akhirnya dari rahimnya dan dengan tangannya,ia mampu mengantarkan anak-anaknya menjadi seorang ulama besar. Ia telah membuktikan bahwa sosok ibu sangat memberi peran pada sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sosok ibu pulalah yang bisa memberikan lingkungan terbaik bagi putra putrinya dalam menjalani masa-masa perkembangan awal hidupnya.
Selain Khairah, salah satu ibu yang sangat berperan dalam pendidikan anaknya adalah ibunda Imam Asy-syafi, ulama pencetus Ushul Fiqih. Imam Asy-Syafii ditinggal wafat ayahnya sejak kecil tapi Allah SWT memberikan karunia yang besar kepadanya berupa ibu yang sangat paham pentingnya ilmu. Imam Syafi,i membuktikan bahwa kemiskinan dan keyatiman bukan penghalang dalam menuntut ilmu. Juga, kemauan Ibundanya yang begitu kuat membuat semangat Imam Syafi,i menyala-nyala dalam menggapai ilmu.
Demikian pula Ibu Imam Ahmad yang memiliki kesamaan dengan ibunya Imam Syafi’i yang juga menjanda saat berumur 30 tahun yang memilih ilmu sebagai jalan hidup bagi putranya. Masing-masing ibu mereka memberikan perhatian penuh kepada putranya. Dan buah dari perhatian yang besar itu tampak jelas hasilnya, putra mereka menjadi ulama terkemuka di jagad raya ini.
Keteladanan wanita-wanita tersebut menjadi bukti vitalnya seorang ibu dalam membentuk sebuah generasi. Sebagaimana ungkapan seorang penyair arab yang menjelaskan bahwasannya wanita adalah sebagai Al-ummu madrosatul ula’, iza a’dadtaha sya’ban thayyibal a’raq yang artinya ,” Ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik”.
Peran Ibu yang mulai tergerus
Perkembangan zaman ternyata memberi dampak besar bagi pola pikir ibu rumah tangga masa kini. Terbukanya peluang bagi perempuan untuk mengambil peran di sektor publik, membuat mereka bertambah percaya diri ketika memiliki multiperan, di dalam dan di luar rumah. Sebaliknya, perempuan yang merasa stagnan dengan status ibu rumah tangga makin merasa minder, seolah peran di rumah tak bergengsi.
Di sisi lain, tak sedikit ibu yang bekerja diluar rumah malah mengorbankan kewajiban asasinya sebagai madrasah pertama anak dan manajer rumah tangga. Lebih banyak diluar rumah, prioritas pun kehilangan arah dan amanah utama dijalani sekedarnya.
Kemuliaan peran keibuan dewasa inipun semakin tergerus oleh serangan ide kapitalis. Ide-ide feminisme, kesetaraan gender dan kebebasan wanita saat ini gencar disuarakan barat kepada umat islam. Dan tidak sedikit para wanita yang terjebak untuk mencicipi racun atas nama kebebasan wanita tersebut, yang berdampak kepada hancurnya kemuliaan dan martabat wanita diikuti dengan runtuhnya pilar-pilar keluarga dan pendidikan anak.
Peran wanita sebagai ummun wa robbatul bayt seolah dinilai sebelah mata disaat gemerlapnya racun matrealistik membelenggu jiwa para wanita. Status ibu rumah tangga tidaklah menarik jika dihadapkan dengan pilihan karir yang melejit. Akhirnya sangatlah mudah saat ini kita menemui pertukaran peran antara laki-laki dan perempuan dimana ibu sebagai pencari nafkah dan bapak sebagai pengasuh anak-anak di rumah.
Peran Ibu dalam islam
Islam telah menempatkan perempuan pada dua peran penting dan strategis. Pertama sebagai ibu bagi generasi masa depan. Dan kedua sebagai pengelola rumah tangga suaminya. Rasulullah SAW bersabda “ seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya” (HR. Muslim).
Islam juga tidak mewajibkan perempuan untuk mencari nafkah, tapi islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja, jika memenuhi syarat-syaratnya dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syariat. Namun demikian perempuan memiliki kewajiban yang sama dengan laki laki dalam hal menuntut ilmu, berdakwah, muhasabah pada penguasa dan sebagainya.
Lebih dari itu seorang ibu memegang peranan yang stategis dalam pondasi kehidupan ummat yaitu menjadi madrasah pertama dan paling utama bagi anak-anaknya. Dalam rangka memenuhi peran tersebut seorang ibu haruslah memiliki akidah yang kuat, ilmu dan wawasan yang tinggi karena akan berimplikasi luas terhadap negara yang notabene wanita adalah tiang negara. Hadis Rasulullah Saw :,”Wanita adalah tiang negara, apabila wanitanya baik, maka baiklah negara itu, tapi apabila wanitanya buruk, maka buruk pulalah negara itu’ (Al hadis).
Demikianlah, Ibu adalah simpul penting sebuah peradaban. Dialah yang akan mencetak sebuah generasi. Ibu adalah tiang yang akan mengibarkan kembali bendera kejayaan peradaban islam lewat perannya dalam mengasuh dan mendidik Sang generasi. Ibu, tak pernah bermakna kecil. Karena Allah lah yang menjadikannya begitu mulia. Wallahu a’lam bisshawab
*Penulis adalah Alumni WCWH