Oleh : Ummu Himmah
Bagai duri dalam daging, organisasi semacam OPM yang keberadaannya meresahkan dan menghabiskan tenaga anak bangsa - karena sering berulah - harusnya sudah selesai sejak dulu. Bukannya tidak mampu pemerintah menyelesaikannya, hanya enggan saja.
Diberitakan di laman Serambinews.com (26/2/2019 ) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), akan menembak warga non-Papua yang tidak mau meninggalkan Kabupaten Nduga. Hal itu merupakan salah satu ultimatum yang dikeluarkan OPM kepada Pemerintah Indonesia. OPM mengeluarkan ultimatum kepada warga sipil non-Papua, agar meninggalkan wilayah Kabupaten Nduga, per tanggal 23 Februari 2019.Ultimatum tersebut disampaikan pentolan TPNPB-OPM,Egianus Kogeya melalui media sosial Facebook TPNPB pada Sabtu (23/2/2019).
Ini bukanlah kali pertama OPM berani mengultimatum pemerintah Indonesia, terlalu sering. Tak sekedar mengultimatum, membunuhpun lumrah bagi mereka. Karena bahasa yang mereka pahami adalah "menang atau kalah" dalam arti fisik. Dan mengancam merupakan cara sederhana untuk disegerakan dituruti kemauannya.
Kalau kita melihat bebasnya OPM dengan segala tindak kejahatannya, bukan tanpa dukungan. Bukanlah hal mudah bagi OPM yang secara jumlah lebih kecil dibanding TNI melakukan tindakan seperti ini, kalau tidak "dibacking" negara yang lebih kuat dari Indonesia, bukan sekedar personal. Lihatlah tuntutannya seperti dilansir Serambinews.com dari Tribun Video, setidaknya ada 7 poin ultimatum yang disampaikan Egianus kepada pihak Indonesia :
1. Perang kami TPNPB kodap III Ndugama tuntut Kemerdekaan Bangsa Papua Barat untuk Penentuan Nasip sendiri
2. Perang kami tidak akan pernah berhenti sampai pengakuan kemerdekaan Papua.
dan Ancam Akan Tembak TNI/Polri yang Menyamar
3. Kami minta kepada pemerintah Indonesia tuntutan pengakuan kemerdekaan Papua hanya dengan kontak senjata.
4. Kami TPNPB/OPM tidak mintah pembangunan dan bama seluru masyarakat 32 Distrik Kab Nduga minta Merdeka.
5. Seluruh Tanah Ndugama dari ujung sampai ujung manusia Rambut Lurus Warna kulit putih adalah musuh utama TPNPB Kodap III Ndugama karena banyak anggota TNI/POLRI pria, wanita yang selama ini menyamar ibu Guru suster dan tukang Bangunan bahkan sopir taksi kami akan tembak.
6. Kami harap Pos TNI yang bertugas di Distrik Mbua segera hentikan operasi di perkampungn masyarakat.
7. Sampai dengan pernyataan ini kami keluarkan semua warga sipil non Papua kosongkan dearah Kabupaten Nduga. kalau sampai masih ada kami akan tembak.
Ini bukan sekedar ancaman biasa, namun ada upaya disintegrasi, terorisme. Yang seolah dibiarkan dan dijadikan isu untuk bisa dipermainkan saat penguasa dikritisi rakyatnya. Padahal jika mau sudah dari dulu OPM ini bisa diberangus. Bukan sekedar ditetapkan sebagai kelompok kekerasan bersenjata (KKB). Apa yang mereka lakukan dengan dukungan senjata dan kekerasan mereka harusnya disebut teroris.
Coba lihatlah bagaimana sikap yang berbeda diambil penguasa terhadap umat islam, ketika umat mulai menyuarakan perubahan untuk menjadikan islam sebagai alternatif sistem aturan negara, justru dicurigai dan dicap sebagai teroris, radikal, ekstrimis. Dengan dalih memecah belah NKRI, mengganti ideologi negara dan semacamnya. Padahal tanpa kekerasan dan senjata. Hanya sebuah gagasan. Masih ingat kita dengan penangkapan Ustadz ABB dan ulama lainnya yang lantang dan jujur mengoreksi kebijakan penguasa yang merugikan rakyat justru dilabeli teroris atau otak terorisme.
Ketidak tegasan pemerintah dalam menangani masalah OPM atau sejenisnya adalah buah dari diterapkannya sistem sekuler demokrasi. Yang meniscayakan agama tak boleh ikut andil dalam pengaturan urusan negara. Padahal sebagai negara kesatuan ditambah lagi dengan mayoritas berpenduduk muslim, maka wajib menjaga persatuan, tak membiarkan sedikitpun wilayahnya terlepas atau berlepas diri.
Islam sangat tegas melarang tindakan disintegrasi ini. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran : 103 yang artinya "Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai ". Jika pelaku disintegrasi ini adalah muslim maka sanksi bagi mereka adalah diperangi sebagai pelajaran bukan dihabisi. Namun jika pelakunya non muslim maka mereka harus diperangi.
Dalam sistem pemerintahan islam, upaya berlepas diri dari wilayah daulah bisa dicegah dengan cara sebagai berikut :
1. Negara mengawasi orang kafir yang masuk ke wilayah daulah (meski) dengan visa khusus misalnya sebagai pelajar. Karena dikhawatirkan menyalahgunakan kesempatan yang diberi daulauh untuk melakukan aktivitas spionase dan provokasi penduduk daulah.
2. Negara mengawasi warga negara yang menjalin hubungan dengan pihak kafir yang disinyalir dapat membahayakan daulah misalnya separatisme.
3. Negara menutup kedutaan asing yang disinyalir digunakan sebagai tempat spionase terhadap daulah. Dan daulah tidak akan pernah mengijinkan kedutaan asing (kafir harbi fi'lan/ memerangi secara nyata seperti AS) membuka kantor kedutaan di wilayah Daulah.
4. Negara menutup kontak dan hubungan serta kerjasama warga negara dengan pihak luar negri, yakni dengan menerapkan kebijakan satu pintu. Hanya Departemen Luar Negri yang boleh melakukan kontak.