Nasionalisme Mengikis Ukhuwah Islam

Oleh : Binti Adib

Beberapa waktu yang lalu diberitakan bahwa, Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman mendukung pembangunan kamp konsentrasi untuk Muslim Uighur. Dia mengatakan bahwa tindakan Cina itu dapat dibenarkan.( KIBLAT.NET)

“Cina memiliki hak untuk melakukan pekerjaan anti-terorisme dan ekstremisme untuk keamanan nasionalnya,” kata Bin Salman, yang telah berada di China menandatangani banyak kesepakatan dagang pada Jumat ,22 Pebruari 2019.

Presiden Cina Xi Jinping, mengatakan kepada putra mahkota bahwa kedua negara harus memperkuat kerja sama internasional tentang deradikalisasi guna mencegah infiltrasi dan penyebaran pemikiran yang dianggap ekstrem.

Diberitakan di berbagai media bahwa, Cina telah menahan sekitar satu juta Muslim Uighur di kamp konsentrasi, tempat mereka menjalani program pendidikan ulang yang diklaim sebagai perang melawan ekstremisme.

Kita tentu bertanya-tanya  mengapa  seorang putra mahkota negri Muslim,sebegitu masa bodoh ,tidak peduli dengan nasib saudaranya se-aqidah. Justru memebenarkan tindakan pemerintah Cina. Bahkan  dalam kunjungannya menghasilkan beberapa kesepakatan,antara lain bahasa Cina  akan dimasukkan  sebagai  kurikulum  sekolah di Saudi Arabia.

 Sikap putra mahkota tersebut telah  melukai perasaan  sauadaranya sendiri.  Saudara sesama Muslim . Mereka menjerit berharap uluran tangan dari saudaranya. Namun sayang,  bukannya menolong saudara sesama Muslim ,akan tetapi malah memberi    dukungan  terhadap non Muslim.

Dari kasus  ini,kita melihat apa yang dilakukan seperti  pemimpin negara yang lain,kepentingan Nasional lebih penting dibanding menolong saudaranya. Dimungkinkan yang menjadi pertimbangan ,membela Muslim Uighur memang bisa   akan mengancam kepentingan nasional. Padahal  Rasululloh bersabda  ,yang artinya “ Seorang Muslim bersaudara dengan sesama Muslim lainnya”(HR. Ibnu Majah). “Seorang Muslim adalah bersaudara dengan Muslim lainnya. Tidak boleh mengkhianatinya,tidak mendustakannya,tidak meninggalkannya tanpa pertolongan. Setiap  Muslim terhadap saudaranya haram (mengganggu) harta dan darahnya. Takwa itu ada di sini (sambil menunjuk ke dada Beliau), sesuai kemammpuannya menahan kejahatan nya terhadap saudaranya”(HR. Tirmidzi). “ Seorang Muslim adalah bersaudara terhadap sesama Muslim lainnya. Dia tidak menganiaya dan tidak pula menyerahkannya (kepada musuh). Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya,Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa yang melapangkan seorang Muslim dari kesulitannya,maka Allah akan melapangkan dari kesulitan-kesulitang yang dihadapi pada hari kiamat. Barangsiapamenutupi aib seorang Muslim,maka Allah akan menutupi aibnya nanti pada hari kiamat”( HR. Bukhori).

Cina menjalain hubungan diplomatik dengan Saudi Arabia  sejak 1990. Dua tahun lalu , tepatnya 28 Pebruari  2017 Raja Salman juga telah berkunjung ke Cina.  Cina menjadi salah satu investor utama Arab Saudi, selain Amerika Serikat, Perancis dan Jepang. Data dari America Enterprise Institute (AEI) dalam laporannya berjudul China Global Investment menunjukkan bahwa pada tahun 2016 saja, total investasi Cina di Arab Saudi mencapai 1,25 miliar dolar AS. (KIBLAT Net). Sebaliknya, Arab Saudi juga melakukan investasi di negeri Tirai Bambu tersebut. Data dari National Bureau of Statistics of China mengungkapkan jika total investasi Arab Saudi di pada 2015 mencapai 227,7 juta dolar dolar AS. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 30,6 juta dolar AS. Inilah salah satu kepentingan nasional  Saudi Arabia terhadap Cina.


Dalam pandangan Islam, Cina yang jelas-jelas memusushi kaum Muslim harus dipandang sebagai kafir harby. Harusnya tidak menjalin hubungan bilateral. Apalogi komoditi yang diekspor dari Saudi Arabia  adalah minyak,sumber energi. Komoditi ini sangat menguntungkan Cina,membantu Cina makin kuat.

Mengenai  sebutan terorisme,radikalisme,ekstrimisme ini merupakan istilah yang negara-negara Barat telah membangun opini  tertentu ,yang tidak sesuai dengan makna aslinya. Istilah-istilah tersebut sengaja digunakan  untuk menyebut  mereka yang ingin menerapkan Islam kaffah. Orang Non Muslim yang menebar teror tidak pernah di sebut teroris. Radikal  dalam makna luas lebih mengacu  pada hal-hal  mendasar,pokok,dan esensial . Hanya saja  saat ini , Barat memberi  makna negatif  pada radikalisme,Islam radikal. Mereka menggambarkan dengan  berdarah-darah,fanatik,intoleran, dan lain sebagainya. Radikalisme menjelma menjadi kata-kata politik (political words). Istilah-istilah tersebut terus dikampanyekan di seluruh dunia,sehingga banyak orang terpengaruh. Termasuk masyarakat di negeri  Muslim.

Hanya khilafah yang bisa bersikap tegas terhadap kafir harby. Islam melarang negara  melakukan hubungan diplomatik dengan negara kafir harby yang secara nyata menunjukkan permusuhan kepada Islam dan kaum Muslim . Terhadap  negara kafir yang tidak menampakkan permusuhan secara nyata ,Islam membolehkan melakukan perjanjian dalam batas waktu tertentu.  Negara khilafah yang berdasar aqidah Islam akan menjadikan Islam sebagai tolak ukur kebijakan negara. Apabila Islam melarang maka Kholifah,Amirul Mukminin  akan tetapkan sebagai larangan . Jika Islam membolehkan maka Kholifah  akan membolehkan. Negara khilafah yang secara politik ekonomi akan berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri,swasembada, tidak tergantung pada negara lain. Tidak khawatir ancaman embargo dari negara lain, karena tidak tergantung negara lain. Wallohu a’lam.

 



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak