Oleh : Rohati (praktisi pendidikan)
Ketika melihat kesemrautan saat ini. Mulai dari siswa yang enggan untuk belajar karena sudah terpapar pornografi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memaparkan saat ini ada 525 kasus pornografi dan kejahatan siber yang melibatkan anak-anak per september 2018. Hal ini diungkap KPAI lantaran adanya keterlibatan tiga anak yang meretas situs laman Pengadilan Negeri Unaaha,Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. (Kompas.Com, 09/11/2018)
Direktur Yayasan Kita dan Buah hati Jakarta Elly Risman, menyebutkan jika sebanyak 98 persen anak yang memegang telepon pintar ataupun gadget pernah melihat, mengakses konten pornografi. (Antaranews jawa timur, 21/01/2017)
Begitu masifnya serangan pornografi tanpa kita sadari. Hal ini terjadi karena beberapa faktor.
Faktor yang pertama, siswa itu sendiri kurang keimanannya terbukti dengan malasnya melakukan shalat fardu yang dilaksanakan serentak di sekolah pada saat jam istirahat.
Mereka memilih untuk memenuhi kebutuhan perut tanpa memikirkan untuk kebutuhan nalurinya. Mereka kosong jiwanya sehingga mudah dirasuki oleh pikiran-pikiran kotor.
Apalagi begitu mudahnya tayangan pornografi didapatkan. Hanya dengan bermodal satu kata muncullah sesuatu yang tidak seharusnya dikonsumsi oleh mereka.
Faktor kedua. Keluargapun tak peduli dengan si anak. Banyak sekali anak sekarang yang ditinggal orang tuanya. Entah karena broken home, orang tua bekerja di luar negeri. Ataupun orang tua yang pergi entah kemana.
Keluarga yang terlihat Islamipun tak luput dari jeratan pornografi. Karena budaya bebas dan permisif. Merasa cukup dengan shalat dan puasa saja. Tanpa mengindahkan aturan Allah yang lain.
Faktor ketiga. Kurang dukungan dari masyarakat. Masyarakat seolah acuh tak acuh dengan kondisi anak muda. Menganggap pacaran hal biasa. Padahal bisa berujung zina dan akhirnya bisa hamil di luar nikah ataupun aborsi.
Faktor keempat. Tak diterapkannya hukum Islam yang tidak memberikan ruang bagi konten pornografi.
Selama ini konten pornografi begitu mudah diakses karena begitulah cara mereka meraup keuntungan. Semakin banyak pengunjung maka pundi-pundi uangpun akan mengalir ke dompet.
Itulah jahatnya kapitalis mereka mereguk keuntungan tanpa memperdulikan moral dan etika. Karena mereka memisahkan agama dari kehidupan. Lantas, akankah kita diam saja?
Suguh miris jika melihat kondisi seperti ini. Sehingga membuat kita rindu akan aturan Islam. Yang pernah diterapkan di muka bumi ini.
Untuk menerapkan aturan Islam itu sendiri kita memerlukan adanya negara yang menggunakan sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah ala Minhajin Nubuwwah.
Dalam sistem khilafah diatur tentang pergaulan dalam Islam. Dimana laki-laki dan perempuan terpisah sehingga tak terjadi hal-hal yang bisa membangkitkan naluri menyukai lawan jenis.
Ketika sudah cukup waktu untuk menikah maka negarapun mempunyai kewajiban untuk menikahkan yang sendiri. Tidak seperti sekarang siap tidak siap menikah karena sudah hamil duluan akhirnya menikah. Naudzubillah...
Negara tidak membatasi masuknya teknologi namun mengaturnya agar jangan sampai melenceng dari syariat yang telah ditentukan oleh Allah. Sehingga orang tuapun merasa aman ketika meninggalkan anak dengan gadget. Namun tetap sesuai porsinya.
Wanita tidak dibiarkan bekerja memenuhi kebutuhan hidup. Yang diwajibkan mencari nafkah adalah laki-laki sehingga anak-anak dapat terjaga tidak dibiarkan berkeliaran begitu saja.
Nuansa Islami yang kental akan membuat nyaman dan damai tidak hiruk pikuk seperti sekarang. Karena Islam menentramkan hati, sesuai fitrah dan memuaskan akal.
Tahukah kamu bahwa Islam pernah diterapkan? Dan itu dimulai ketika Rasulullah hijrah ke Madinah dilanjutkan dengan Khulafaurasyidin. Kemudian dilanjutkan oleh kekhalifahan. Berakhir pada tanggal 3 Maret 1924.
Marilah bersama mewujudkan negara yang tentram dan damai. Baldatun toyibatun wa robbun ghofur.