Mewaspadai Bahaya Dibalik RUU P-KS




Oleh: Siti Azizah

   Di awal tahun ini terjadi pro dan kontra perihal penggodokan RUU P-KS (Rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual)Draft RUU ini dipelopori oleh Komnas perempuan sejak 2016.Sedang di tahun 2018,RUU ini masuk dalam program legislasi nasional ( Prolegnas) prioritas 2018.Draft RUU yang di serahkan Komnas perempuan kepada DPR telah memasukan berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk verbal.Komnas perempuan mendorong pengesahan RUU ini,dikarenakan menurut catatan mereka tindak kekerasan pada perempuan terus meningkat di beberapa dekade terakhir,seperti contohnya kasus Baiq Nuril.Pun juga berdasar laporan dari KPAI bahwa tindakan pelecehan seksual kepada anak juga meningkat.

   RUU P-KS dimunculkan untuk untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual yang faktanya memang terjadi.Akan tetapi RUU P-KS ini muncul dari pandangan pihak-pihak tertentu yang justru dikenal sebagai aktivis gender.Keterlibatan aktivitas gender yang menyuarakan pembelaan kepada kelompok LGBT dalam perumusan naskah akademik RUU P-KS,antara lain dari lembaga Ardhanary Institute.

   Munculnya RUU P-KS pun menuai kontra dari beberapa pihak yang sadar bahwasanya ada penumpang gelap dibalik munculnya RUU P-KS.Salah satunya AILA (Aliansi Cinta Keluarga) yang menaruh perhatian terhadap munculnya RUU P-KS.Menurut ketua AILA,Rita Subagyo, RUU P-KS adalah proyek kaum feminis yang ingin mengubah cara pandang masyarakat Indonesia terhadap isu seksualitas.

   Demikianlah latar belakang munculnya RUU P-KS yang menuai pro kontra yang semakin memanas,dan patut kiranya menjadi perhatian kaum muslim muslimah agar kita bersikap yang benar terhadap polemik tersebut.

   Tak berbeda jauh solusi-solusi kekerasan seksual yang sudah diterapkan sebelumya.Nyawa RUU P-KS ini masihlah sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan.Jika ditilik dari poin-poin pasalnya dan siapa penggagasnya,RUU ini jelas menegasikan peran agama yang sejatinya adalah nilai tertinggi.Setidaknya ada tiga bahaya dalam RUU ini.

(1) Liberalisasi seks
    Kebebasan seksual ini makin nampak pada pasal 7 ayat (1) yaitu adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri,tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat.Artinya kebebasan seksual harus dilindungi.Termasuk ketika memilih seks bebas,kumpul kebo,zina,dan seks menyimpang semisal LGBT.

(2)Kesetaraan gender(Feminisme)
   Salah satu nilai liberal yang melatarbelakangi pembuatan semua regulasi anti kekerasan ini adalah ide kesetaraan gender.Indonesia,sebagai negara yang telah meratifikasi CEDAW(Convention On the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women)telah diwajibkan untuk menjalankan langkah-langkah perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan.
   Isu gender memang menjadi senjata Barat untuk menggulirkan program peningkatan partisipasi perempuan di  ranah publik.Dengan gegabah,kalangan pejuang gender menyederhanakan masalah dengan menganggap semua masalah yang berkaitan dengan perempuan dan anak selalu diawali dengan pandangan diskriminatif, termasuk pada masalah kekerasan seksual.

(3) Menyerang Syariat Islam
   Karena pengusung ide RUU P-KS adalah kaum feminis,maka jika ada yang menolak RUU tsb tentu akan di bangun sebuah narasi opini bahwa seakan-akan lawannya sebagai pendukung kekerasan seksual.Segala upaya ditempuh mulai dari mengkampanyekan,menyerang hukum-hukum dan norma agama sensitif.Mereka menggugat hukum Islam yang terkait waris, kepemimpinan dalam keluarga,hukum poligami dan aturan berpakaian.Begitupun dengan hukum Islam yang menjelaskan tentang masalah kedudukan dan pembagian peran dalam kehidupan.Seakan menjadi isu yang terus dikuliti dan dikebiri.

   Dampak buruk jika RUU P-KS disahkan menjadi UU bisa disimpulkan RUU ini jika disahkan maka akan berpotensi melegalkan perzinahan.Karena perzinahan tidak dianggap kekerasan jika dilakukan atas dasar suka sama suka.Begitupun RUU ini berpotensi menyuburkan perilaku LGBT, melegalkan perilaku prostitusi dan aborsi jika hal itu dilakukan atas kesadaran sendiri.Bahaya berikutnya adalah RUU ini berpotensi mengkriminalisasi hubungan seksual yang halal apabila dianggap sebagai pemaksaan.Sekelumit masalah baru yang tentu sangat dahsyat jika RUU ini dilegalkan.Kerusakan Masyarakat  tidak dapat dielakkan jika ide khayalan ini sampai diberlakukan.Padahal bagi seorang muslim harusnya memahami bahwa manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan dengan tujuan untuk beribadah.Sebagaimana Firman-nya;
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-ku "(QS.Adz Dzariyat:56).

   Pandangan Islam tentang kekerasan seksual Islam memiliki tata aturan tersendiri terkait pencegahan,penanganan,perlindungan,pemulihan korban,penindakan pelaku kebebasan atau kejahatan seksual.Berikut beberapa aturannya:
1.Islam memberikan sanksi bagi para pelakunya.Sanksi Islam ini ditegakkan oleh peradilan Islam sebagai jawabir(penebus/kaffah dosa) dan jawazir (pencegah)agar orang lain takut melakukan hal demikian.
2.Menutup segala pintu yang menjadi pendorong terjadinya kekerasan seksual.Misal melarang terbuka aurat dikehidupan umum,melarang khalwat dan ikhtilat,melarang pornografi dan pornoaksi termasuk melalui media apapun,melarang hal-hal yang memicu munculnya hasrat seksual,dan memudahkan menikah.

   Begitulah yang terjadi bila pemerintah dan masyarakat tidak mau keluar dari konsepsi Demokrasi sekularis yang mendasarkan penyelesaian problem kepada manusia yang terbatas pemikirannya.Fakta membuktikan,hukum ciptaan manusia bukanlah solusi tuntas, justru hanya berujung kepada munculnya persoalan baru.Hal ini membuktikan bahwa sistem demokrasi liberal telah terbukti gagal dalam menyelesaikan problematika ummat.Justru persoalan masyarakat kian carut marut.

   Sesungguhnya penanggulangan kekerasan seksual,bahkan penanggulangan penyakit sosial yang ada dalam sistem sekuler-kapitalis saat ini,wajib dikembalikan kepada Islam kaffah.Wallahu'alam..



45Zahra

Ibu, Istri, Anak, Pribadi pembelajar yang sedang suka menulis.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak