Menuntut Kesetaraan Menuai Kesengsaraan

Oleh : Sabingah Ummu Irsyad 

(Anggota Komunitas Menulis Asyik Cilacap)


Hari Perempuan Internasional biasa disebut sebagai Hari Perempuan Sedunia terdengar tak asing ditelinga. Agenda tahunan ini pertama kali dirayakan pada tahun 1909 untuk menghormati peristiwa mogok kerja para buruh wanita di Pabrik Garmen New York tahun 1908. Mereka menuntut kesetaraan upah, pengurangan jam kerja dan berbagai diskriminasi yang menimpa mereka, termasuk pelecehan seksual, kekerasan dan perbedaan perlakuan yang terjadi pada perempuan. Pada intinya mereka meminta kesetaraan gender.


Peringatan ini terus dilakukan skala dunia, yang pada mulanya terjadi di New York-Inggris akan tetapi terus saja diperingati dengan tujuan agar lebih dihormati dan dihargai. 


Bukan hanya itu, berbagai logo (simbol) peringatan yang mengajak dunia ikut andil merayakanya bersliweran mulai dari televisi, koran dan berbagai beranda media. Yang pada akhirnya oleh orang barat Isalam difitnah sebagai penindas▪ wanita. Hal ini karena mereka menganggap wanita dikekang didalam rumah, setiap keluar harus memakai Jilbab, shafar diharuskan dengan Mahram, kesaksianya dinilai separuh laki-laki dan warisanya tidak sepadan dengan kaum adam. Inilah yang mereka terus serang.


Akan tetapi sampai hari ini ide kesetaraan gender yang dipelopori kaum feminis liberalis ini belum juga membuahkan hasil yang nyata. Karena pada faktanya pelecehan, kejahatan dan kekerasan yang menimpa wanita masih menjadi trending topik dunia.

Kesalah kaprahan ide kesetaraan gender yang menuntut penyetaraan keduduakan dengan pria tak membuat wanita menjadi sejahtera dan bahagia. Justru ide kesetaraan gender semakin memperarah kondisi para wanita.


:::::


Kegelapan melanda Eropa. Penuntutan hak-hak yang dilakukan kaum buruh menjadi bukti ketidak seimbangan hukum yang diberlakukan. Bukan hanya itu, kesalahan penerapan hukum menjadi penyebab kekacauan yang ada disana. 


Berbeda hal nya dengan dunia islam pada masanya, kontibusi wanita dalam membangun peradaban Islam ada dua, pertama : sebagai ibu (pencetak generasi emas), kedua : sebagai aktor peradaban. 


Pendapat pertama terbukti melalu fakta dibalik ilmuan dan ulama ada seorang ibu atau istri yang luar biasa. Andaikata Imam Syafi'i tak memiliki ibu yang luar biasa tangguh, mungkin ia akan tumbuh jadi anak yatim yang tumbuh dijalanan, jadi pengemis dan pengamen. Tidak menjadi pembelajar dan ulama besar. Yang mengisi setiap rongga tubuhnya dengan ilmu, sekalipun mereka didera kemiskinan. 


Andaikata istri-istri Al-Biruni, Ibnu Khaldun dan Al-Bukhari tidak mengambil alih rumah tangga, tentu para ulama akan disibukan dengan anak-anak mereka harus sering keluar kota-negeri melakukan survei, mengumpulkan data dan menghadiri majlis-majlis ilmu. Nama-nama wanita luar biasa itu kurang tercatat dalam sejarah. Mereka seperti gula dalam 'teh manis'. Dalam menu minumam, tentu saja gula tak tertulis, tetapi semua orang tahu tentu ada gula disetiap teh manis.


Adapun pendapat kedua, kontribusi wanita sebagai aktor peradaban secara langsung. Dan ini sudah dimulai sejak zaman Nabi masih hidup. Para istri dan shahabiyah telah menjadi aktor peradaban yang meriwayatkan banyak hadits dan melakukan kritik terhadap penguasa. 


Dalam buku karya Muhamad Akram Nadwi yang berjudul Al-Muhaddithat : The Women Scholars in Islam (London 2007) menunjukan bahwa partisipasi tingkat tinggi para Muslimah dalam menciptakan warisan peradaban Islam. Buku tersebut mengisahkan para wanita yang berjuang mencari ilmu hadits meskipun harus menempuh perjalanan ribuan mil. Mereka juga duduk dalam satu Majlis bersama para lelaki, ulama dan ilmuan untuk berdiskusi tentang apa yang mereka yakini berasal dari Nabi.


Dalam bidang sains dan teknologi ada nama Maryam Ijliya Al-Asturlabi, seorang wanita astronom yang dijuluaki 'Al-Asturlabi' karena memiliki kontribusi luas biasa dalam pengembangan Astrolab (sebuah alat penting dalam navigasi astronomis), kisah ini juga pernah ditayangkan dalam film "1001 Inventions" Oxford, London. 

Kondisi yang unik dan khas memacam ini terjadi ketika keamanan dan kehormatan wanita terjaga didalam masyarakat Islam. Baik secara individu, masyarakat maupun secara hukum oleh aparat negara. Syari'at Islam yang dituduhkan Barat sebagai penindas wanita ternyata tidak sedikitpun menghalangi peran wanita dalam memajukan peradaban. 


Wallahu a'lam bish-shawab.[]


#PerempuanRinduDenganKepemimpinanIslam

#PerempuanButuhPemimpinJujurdanAmanah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak