Oleh: Yauma
Ghirah atau semangat keislaman di masyarakat sudah sangat membumi, khususnya Kota Bandung. Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat, Bandung sudah memulai langkahnya menjadi kota yang agamis dengan komunitas hijrah yang menjadi “trend” di berbagai tempat. Masyarakat Bandung setiap saat disuguhi dengan berbagai jadwal kajian keislaman di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Bahkan masjid di sebuah mall di kota Bandung, menjadi daya tarik lain dibandingkan gedung perbelanjaannya.
Hal ini menjadi dukungan bagi program pemerintah provinsi Jawa Barat yang ingin menjadikan Jawa Barat ini juara lahir dan batin.
Tidak mengherankan jika Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki visi menghadirkan Jabar juara lahir batin yang memiliki manusia beriman, bahagia dan berkualitas, membangun ekonomi yang berdaya saing, berkelanjutan, dan merata sejahtera di desa maupun kota, serta menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Visi tersebut dijabarkan dalam lima misi yang berfokus pada pembangunan keimanan dan ketakwaan masyarakat, menciptakan masyarakat produktif, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, membangun infrastruktur, dan mendorong daya saing ekonomi (tirto.id).
Juara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai orang atau regu yang memperoleh kemenangan. Niat pemerintah provinsi Jabar sesungguhnya mengharapkan Jabar mampu memperoleh kemenangan lahir dan batin. Hanya saja kemenangan lahir dan batin itu seperti apa? Jika yang dimaksudkan secara lahir, terdapat kemaslahatan dan secara rohani terpenuhi kebutuhan jiwanya yang seolah menenangkan, maka program tersebut memang sudah seharusnya memenuhi kebutuhan dan potensi manusia. Namun, jika kemenangan lahir dan batinnya hanya menekankan kepada sisi batin dengan memberikan nuansa rohani seolah islami maka visi yang seperti ini tidak akan bertahan lama karena seolah sebagai pemikat bagi kaum muslim saja, terutama pemuda muslim.
Saat ini semangat pemuda muslim luar biasa terhadap Islam. Maka, sejatinya visi menjadi juara lahir dan batin ini harus menjadi niat yang sesuai dengan usahanya. Karena semangat saja dari para milenial belum cukup mewujudkan juara lahir dan batin. Pemuda saat ini juga harus memahami apa yang mampu membuatnya menjadi manusia beriman dan berislam kaffah untuk mencapai visi yang dicanangkan pemerintah tersebut. Tidak bisa jika kita hanya sekedar ingin menjadikan wilayah kita ini menjadi juara lahir dan batin, namun masih membolehkan kehidupan yang bebas dari syariat Allah. Misalkan membolehkan transaksi riba, aktivitas hiburan malam dan hal-hal diluar Islam.
Sehingga terwujudnya visi menjadi juara lahir dan batin, baik secara individu maupun bernegara hanya mampu jika kita menyelesaikan permasalahan hidup kita kembali kepada aturan Allah saja. Bukan sebagian-sebagian ataupun ‘prasmanan’ dengan memilih apa yang disukai apa yang tidak, namun haruslah secara kaffah menyeluruh menyentuh berbagai aspek kehidupan. Sehingga visi juara lahir batin itu tidak hanya dalam pandangan yang terbatas oleh manusia, namun menjadi visi mulia di hadapan Allah.
Wallahu'alam bish shawab.