Oleh: Heni Yuliana
Umat Islam kembali dirundung duka mendalam. Pada Jumat, 15 Maret 2019 telah terjadi penembakan bural oleh seorang pria berkebangsaan Selandia Baru di mesjid sesaat setelah sholat Jumat. Dan lebih kejamnya lagi aksinya itu ditayangkan langsung di akun media sosial miliknya. Inilah teror sebenarnya.
Dalam beberapa pemberitaan teroris tersebut hanya disebut sebagai penembakan bersenjata saja. Media baik dalam dan luar negeri satu suara dalam memberitakan kabar duka itu dengan penyebutan "penembak brutal" semata. Padahal suasana teror sangat terlihat jelas dalam aksinya tersebut.
Pelaku penembakan mengerikan di masjid Al Noor di Linewood, Christchurch, Selandia Baru merekam aksinya layaknya membuat vlog saat hendak menyerang jamaah yang sedang melakukan shalat Jumat, Jumat (15/3) pukul 13.40 waktu setempat. Rekaman berdurasi 17 menit oleh pria bersenjata itu diunggah olehnya di media sosial.(Republika, 15/3/2019)
Brenton Tarrant, pelaku penembakan di masjid Selandia Baru menggambarkan dirinya sendiri 'sebagai orang kulit putih biasa. Sebelum dikenal sebagai pelaku penembakan, Tarrant adalah seorang pelatih kebugaran dari pedesaan di Australia. (CNN, 16/3/2019)
Beberapa hari sebelumnya Densus 88 Antiteror menggerebek seorang warga di Kelurahan Pancuran Bambu, Kecamatan Sibolga Sambas, Kota Sibolga, Sumatera Utara, Selasa (12/3) siang. Sempat terdengar ledakan bom di lokasi kejadian. Dan pelaku sudah ditetapkan sebagai seorang teroris oleh media.
Secara bahasa, teror artinya dalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan (KBBI).
Guru Besar Universitas Paramadina, Prof DR Abdul Hadi WM, sebagaimana dikutip Republika, menyebutkan, kata terror berasal dari bahasa Perancis Lama (abad ke-14 M) “terreur” yang artinya “sesuatu yang mengintimidasi, obyek rasa takut” .
Jadi semua bentuk tindakan yang menciptakan rasa takut layak disebut teror pelakunya disebut teroris. Baik dilakukan oleh individu, kelompok ataupun dilakukan oleh sebuah negara.
Di akun sosial miliknya Ustaz Felix Siauw mengatakan bahwa terorisme itu tak mengenal agama.Tapi anehnya sebutan teroris hanya berlaku bagi umat Islam.
Inilah standar ganda yang mereka (musuh-musuh Islam) terapkan. Kita bisa lihat bagaimana kekacauan dan teror yang diciptakan oleh Amerika dan sekutu pada negeri-negeri muslim seperti Afganistan, Irak, Suriah dan negeri muslim lainnya tidak disebut aksi terorisme.
Inilah "war on terorism" yang dicetuskan oleh George Bush pasca peristiwa 911 maksud. Yang sebenarnya adalah perang melawan Islam. Itulah permusuhan nyata yang telah mereka kibarkan, akibat kebencian dalam dada mereka.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (TQS. Al-Baqarah 120)
Penyebutan teroris hanya pada Islam juga tidak terlepas dari propaganda busuk musuh Islam. Mereka menginginkan umat Islam benci terhadap Islamnya sendiri. Atau bisa disebut Islamphobia.
Ajaran jihad disamakan dengan terorisme. Padahal ia jauh berbeda. Jihad adalah perintah dari Allah swt yang termaktub dalam Alquran. Sehingga terjadi perpecahan di tubuh kaum muslim itu sendiri akibat perpedaan pandangan ini. Inilah tujuan barat yang sebenarnya yaitu agar umat Islam memahami ajarannya secara salah. Agar mereka bisa mengusik kepentingan mereka.
Ini juga akibat dari ketiadaan junnah (pelindung) di tengah-tengah umt Islam. Umat direndahkan, dianiaya, disiksa bahkan dibantai. Di lain sisi umat Islam dan ajarannya dipojokan. Dituduh teroris dan radikal.
Kita butuh perisai yang akan menjaga jiwa, darah, harta dan kehormatannya. Dan ini hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh).