Oleh: Hany Handayani Primantara, S.P. *
.
.
.
Sebuah negara harus mempunyai pemimpin. Jangankan negara, institusi yang paling kecil yakni rumah tangga saja butuh yang namanya seorang pemimpin. Islam pun menuntun serta mengatur masalah kepemimpinan. Mulai dari kriteria seorang pemimpin, sampai bagaimana cara untuk menentukan atau mengangkat seorang pemimpin.
.
"Wahai orang-orang yang beriman. Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya)." (QS. An-Nisa: 59)
.
Ada beberapa syarat seorang pemimpin jika dilihat dari sisi pribadi, yakni memenuhi kriteria umum berikut:
1. Muslim
2. Laki-laki
3. Baligh
4. Berakal
5. Merdeka
6. Jujur
7. Amanah
8. Berilmu
9. Adil.
Adapun kriteria khusus atau keutamaannya, meliputi: 1. Keturunan Quraisy, 2. Mampu berijtihad.
.
Kriteria "baik" secara pribadi saja tidak cukup dalam memilih pemimpin. Perlu diperhatikan juga apa yang menjadi visi misinya ke depan. Jika ia "baik" secara person, namun yang diusung olehnya tetap mempertahankan demokrasi liberal seperti sekarang ini. Akankah Allah subhanahu wata'ala menjadikan negeri ini Baldatun toyibatun warobbun ghofur?
.
Jika ia "baik", namun ia rela dan rida terhadap sistem yang bertentangan dengan naluriah manusia. Apakah ia akan bisa memimpin secara baik dan adil. Siapa yang dapat menjamin kepemimpinannya kelak akan dapat berlangsung dengan baik, jika dibangun berdasarkan sistem aturan bukan dari yang Maha baik.
.
Sistem yang baik adalah sistem Islam. Yakni sistem yang telah Allah gariskan, untuk mengatur manusia secara keseluruhan. Mustahil pencipta manusia menurunkan aturan yang bertentangan dengan fitrah manusia. Maka dari itu, apa yang Allah subhanahu wata'ala turunkan sebagai aturan kehidupan adalah sesuatu yang pasti baik bagi ciptaannya, dalam hal ini manusia.
.
Namun saat ini sulit rasanya mencari seorang pemimpin yang ideal. Baik dari sisi kriteria pribadi, maupun dari visi misi atau aturan apa yang akan digunakannya kelak ketika berkuasa. Hal ini yang akhirnya menjadikan masyarakat pasrah dan membuat keputusan jangka pendek.
.
Lebih baik memilih pemimpin yang agak "baik" walau dia belum mau menerapkan aturan yang "baik" yakni Islam, daripada nanti kepemimpinan jatuh ke tangan orang yang jauh lebih tidak baik. Keputusan sederhana dan cenderung pragmatis serta fatal akibatnya. Karena tak pernah sekalipun Rasulullah shallallahu alaihiwasalam mencontohkan hal yang demikian.
.
Apa yang dicontohkan rasul merupakan panutan kita. Jadi jika rasul saja tak pernah memerintahkannya maka atas dasar apa kita wajib melaksanakan. Ditambah lagi memilih pemimpin yang tak berhukum pada aturan Islam, kelak bukan hanya berefek buruk bagi dirinya sendiri saja, melainkan orang-orang di sekitar termasuk keturunannya.
.
Efek buruk tersebut berupa malapetaka Kepemimpinan. Yakni efek bagi pemimpinnya maupun bagi yang dipimpin. Bagi pemimpinnya, ancamannya adalah neraka serta kehinaan di hari kiamat. Sedang bagi yang dipimpin, adalah sebuah kehidupan yang sempit dan jauh dari kata sejahtera.
.
Dari hal di atas mencerminkan krisisnya kepemimpinan saat ini. Maka butuh adanya sebuah pembinaan kepemimpinan. Agar para calon pemimpin di negeri ini bukan hanya mampu memenuhi kriteria pemimpin dari sisi pribadi melainkan juga dari sisi aturan.
.
Hal ini tak mungkin dilakukan tanpa adanya campur tangan dari beragam pihak. Baik itu keluarga terutama ibu, yang merupakan madrasatul ula. Kemudian juga masyarakat, sebagai pengontrol jalannya kepemimpinan yang baik. Serta pemerintah, yang mendukung adanya pembinaan kepemimpinan bagi seluruh generasi penerus bangsa.
.
Dengan adanya kepemimpinan yang baik dari sisi personal dan aturan. Maka kecil kemungkinan malapetaka kepemimpinan itu terjadi. Bahkan ada jaminan dari Islam sendiri mengenai hal ini. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala berikut:
.
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-Araf: 96).
.
Wallahu a’lam Bishowab
*(Pendidik Generasi)
.