Lagi, Uighur Terabai Demi Investasi

Oleh : Miniarti Impi, ST

Member WCWH


“Sudah jatuh, tertimpa tangga pula”. Peribahasa ini mengambarkan penderitaan atas saudara kita  muslim Uighur. Bagaimana tidak, dalam laporan Amnesty International, sekitar satu juta penduduk Uighur mengalami penyiksaan berharap uluran tangan dari pemerintah negeri muslim. Namun yang terjadi  sebaliknya, pemerintah negeri-negeri muslim justru bungkam atas semua penyiksaan yang dialami oleh muslim Uighur. Beberapa diantaranya hanya mampu mengecam namun tak disertai aksi nyata. 

Sikap yang sama ditunjukan oleh pemerintah Arab Saudi, negara tempat dimana kiblat sholat kaum muslim berada. Bukannya mengambil tindakan untuk menyelamatkan muslim Uighur tapi justru mendukung apa yang dilakukan oleh pemerintah Cina. 

Sebagaimana dilansir dalam kiblat.net, Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman mendukung pembangunan kamp konsentrasi untuk Muslim Uighur. Dia mengatakan bahwa tindakan Cina itu dapat dibenarkan, sebab Cina memiliki hak untuk melakukan pekerjaan anti terorisme dan ekstrimisme untuk keamanan nasionalnya. 

Hal serupa dilakukan oleh pemerintah Turki. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang sebelumnya mengecam tindakan Cina, dan menggambarkan perlakuan terhadap penduduk Uighur mempermalukan rasa kemanusiaan. Erdogan juga menyerukan penutupan kamp konsentarsi. Tetapi sejak itu  menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi yang lebih dekat dengan Beijing. (Kiblat.net 23/2/19)

Kejadian diatas memperkuat pendapat banyak pihak yang mengatakan bahwa sikap diamnya para penguasa negeri-negeri muslim termasuk Arab Saudi atas penyiksaan muslim Uighur disebabkan karena faktor ketergantungan ekonomi.

Kondisi Arab Saudi yang saat ini tengah mengalami kemerosotan ekonomi dalam negeri. Berbagai program yang dijalankan untuk membangkitkan ekonomi belum juga menampakan hasil signifikan. Hingga akhirnya Muhammad bin Salman melakukan perjanjian dengan pihak Tiongkok yang notabene tangannya masih berlumuran darah saudara sesama muslim.

Muhammad bin Salman bukanlah pemimpin Arab Saudi pertama yang mengunjungi Cina. Jauh sebelumnya, yakni pada Januari 2006, Raja Abdullah sudah terlebih dahulu mengunjungi Cina. Dalam kunjunganya selain membahas soal perdagangan dan perpajakan juga dihasilkan lima perjanjian besar pada kerja sama energi. 

Miliyaran dolar uang milik Cina mengalir di Arab Saudi dalam bentuk investasi. Perdagangan, energi, perumahan, transportasi, pertanian dan logam adalah sektor andalan investasi Cina di Arab Saudi. Dan minyak adalah salah satu komoditas utama dalam perdagangan kedua negara.

Data dari America Enterprise Institute (AEI) dalam laporannya yang berjudul China Global Investmen menunjukan bahwa pada tahun 2016 saja, total investasi Cina di Arab Saudi mencapai 1, 25 miliar dolar AS. Dan Cina adalah salah satu investor utama Arab Saudi setelah Amerika Serikat. Sebaliknya Arab Saudi melakukan investasi dinegeri Tirai Bambu. Data dari National Bureu of Statistics of China mengungkapkan total investasi Arab Saudi pada 2015 mencapai 227,7 juta dolas AS. (tirto.id, 28/02/17)

Nasionalisme dan kepentingan nasional telah membutakan mata hati para pemimpin muslim untuk menolong saudara seakidah. Yang ada mereka tunduk dihadapan negara yang menumpahkan darah saudaranya. Kebijakan-kebijakan zalim yang dilakukan pemerintah Cina terhadap saudara se akidah tidak menjadi masalah, asalkan kepentingan negeri sendiri tidak terganggu. Tidak heran jika Arab Saudi dan negeri-negeri muslim lebih berpihak kepada kepentingan bangsa dan negaranya sendiri dibanding tegas melawan Cina untuk menyelamatkan saudara seakidahnya.

Sungguh, kaum muslim mengalami kemerosotan yang teramat memilukan. Ikatan akidah telah hilang diganti dengan ikatan nasionalisme. Paham yang dihembuskan oleh sisitem demokrasi kapitalis  berhasil mengkotak-kotakan kaum muslim, membagi mereka kedalam nation-state. Menjadikan ukhuwah kaum muslim hanya dalam lingkup negara itu saja. 

Padahal Rasulullah Saw telah bersabda: “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain bagaikan sebuah bangunan, satu dengan yang lainnya saling menguatkan” (HR.Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al-asy’ari Radhiyallahu'anhu)

Selayaknya sebuah bangunan umat Islam harus saling menopang satu sama lain. Mampu merasakan penderitaan saudaranya. Memiliki rasa empati dan simpati hingga memberikan pertolongan yang terbaik. Sehingga terwujud bangunan yang kokoh. Namun bangunan kokoh itu tidak akan terwujud jika paham nasionalisme masih menjadi pilar-pilah pemisah.  

Karena itu, realitas ini harusnya menyadarkan kita akan pentingnya suatu institusi politik  yang mampu menaungi dan melindungi seluruh rakyat . Yang akan menjaga darah dan kehormatan umat  Islam dihadapan musuh . Institusi itu adalah Khilafah Islamiyah ‘ala minhajinnubuwwahfvv. 

Kebakaran hutan dan lahan seluas ratusan hektare telah melanda beberapa kabuoaten di Riau sehingga berdampak pada kesehatan warga. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan 843 hektare lahan tebakar di Provinsi Riau dari 1 Januari sampai 18 Februari. Sebaran kebakaran mencakup Kabupaten Rokan Hilir sebanyak 117  hekktare, Dumai 43,5 hektare, Bengkalis 627 hektare, Meranti 20,2 hektare, Siak 5 hektare, Kampar 14 hektare dan Kota Pekanbaru 16 hektare.

Data BMKG menyebutkan, Riau sebagai propinsi dengan jumlah hotspot terbesar. Untuk itu Pemprov Riau menetapkan status Siaga Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) mulai 19 Februari hingga 31 oktober. (BBCNews.21/12/19).


Berulangnya karhutla untuk kesekian kalinya menunjukan rezim neolib dan berbagai program yang dijalankan telah gagal dan sia-sia belaka. Semua ini berawal dari pengelolaan lahan dan hutan gambut yang berlandaskan pada pandangan sekuler (hak konsensi) dan diadopsinya agenda hegemony climate channge/EBT, yang salah satunya minyak sawit sebagai dasar biofuel


Debat kedua usai, namun buntut perdebatan makin ramai. Medsos diisi dengan berbagai komentar, data, kilas balik, hasil polling, bantahan, peta dukungan, tanggapan KPU, hingga berita pengaduan ke Bawaslu. Perdebatan lebih hangat atau panas pasca debat itu sendiri. Hal ini sekurangnya berkembang dari tiga aspek utama, yaitu serangan kepemilikan Prabowo, data tak akurat Jokowi, serta alat dengar yang dicurigai.

Pertama, serangan pada penguasaan tanah Prabowo yang ingin dicitrakan "wah" ternyata membeberkan betapa besarnya taipan-taipan menguasai tanah-tanah di Indonesia. HGU yang dikelola Prabowo tak seberapa. Hanya ratus ribu, sedang yang dikelola taipan itu jutaan hektar. Rakyat sadar ada borok negara dalam pengelolaan hutan oleh para taipan. Kini muncul tuntutan agar Jokowi membongkar semua pemain hutan.



Ternyata fenomena ini telah terucap dari lisan mulia Nabi Muhammad Saw berabad yang lalu: “Akan ada setelah (wafat)ku (nanti) umaro’ –para amir/pemimpin—(yang bohong). Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan membantu/mendukung kedhaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak (punya bagian untuk) mendatangi telaga (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (umaro’ bohong) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kedhaliman mereka, maka dia adalah dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telaga (di hari kiamat). (Hadits Shahih riwayat Ahmad dan An-Nasaa’i dalam kitab Al-Imaroh).


Jelas di dalam Islam berbohong atau dusta adalah perkara dosa. Apalagi seorang pemimpin yang berdusta terhadap rakyatnya. Apa yang diandalkan dari seorang pemimpin yang gemar berdusta? Tidak ada yang bisa diandalkan kecuali kehancuran yang akan terjadi.

Menjadi seorang pemimpin adalah menanggung jawab amanah yang luar biasa, mengurusi seluruh kebutuhan rakyat juga alam negerinya. Harus benar-benar pemimpin yang amanah yang mampu memikul beban rakyat. Tak cukup membekali diri dengan kecakapan-kecakapan, lebih utama yaitu membekali diri dengan keimanan kepada Sang Maha Penguasa alam raya. Iman inilah yang menjaganya dari berbuat dusta dan dzalim. Karena Allah SWT tidak akan mensucikan pemimpin yang dusta lagi dzalim.

Jauh-jauh hari baginda Muhammad Saw telah mengabarkan umatnya:


"Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan Dia tidak akan mensucikan mereka: orang tua yang berzina, raja yang suka berdusta, dan orang miskin yang sombong.” Ini hadits shhih, dikeluarkan oleh Muslim dari AbiBakrah bin Syaibah, dari Waki’ dan Abi Mu’awiyah. Dan tambahan dalam riwayat Abi Mu’awiyah: , “Dan Tidak akan dilihat oleh Allah. Dan bagi mereka adzab yang pedih”. (Syarhus Sunnah oleh Al-Baghawi 13/168).


"Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka." (HR. Ahmad)


Jika katanya penguasa itu takut terhadap Allah SWT maka seharusnya dari awal memimpin ia mau menerapkan aturan dari Allah SWT semata bukan menerapkan aturan manusia dan tidak berdusta kepada rakyatnya yang jelas-jelas melihat sendiri keingkaran janji-janjinya.


Dan seyogyanya aktivitas menasihati penguasa dijalankan agar penguasa tidak menyimpang dalam menjalani tanggung jawabnya sebagai pelindung dan pengayom rakyat. Mengkritik atau menasihati kebijakan yang tidak pro-rakyat adalah jihad yang paling utama.


“Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa atau pemimpin yang zhalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Islam sebagai agama nasihat, semestinya pula pemimpin menerima kritikan-kritikan dari rakyatnya apalagi ia pun seorang muslim bukan malah membungkam orang-orang yang menasihati atau mengkritiknya.



Kondisi kabut asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, semakin parah. Dari 43 sekolah,  sebanyak 13 sekolah yang terdiri dari 10 sekolah Dasar dan 3 sekolah menengah Pertama (SMP)  terpaksa diliburkan sebab kondisi kabut asap lahan gambut membahayakan kesehatan anak-anak.  


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak