Oleh:
Sri Purwanti, Amd. KL
(Pemerhati Masalah perempuan dan remaja, Member Akademi Menulis Kreatif)
Internatinal women’s day atau Hari Perempuan Internasional, di peringati setiap tanggal 8 Maret. Hari ini di peringati sebagai hari dimana di rayakannya pencapaian wanita dalam berbagai bidang mulai dari sosial, ekonomi, budaya, hingga politik.
Pada 2019 tema yang di angkat adalah balance for better. Dalam situs resminya, International Women’s Day mengungkapkan alasan mengapa memilih tema ini, mereka mengatakan bahwa belum terjadi keseimbangan atau kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan. Khususnya dalam dunia kerja, gap pay atau beda gaji masih terjadi antara pria dan wanita, dimana wanita di bayar lebih rendah daripada pria. (m.detik.com/08/03/2019)
Benarkah hari raya perempuan internasioal ini di rayakan untuk memuliakan perempuan? Jika di telisik lebih jauh, standar yang di gunakan untuk mengukur kemuliaan perempuan saat ini adalah dari sudut pandang fisik, materi dan manfaat. Wanita dia anggap mulia jika kariernya bersinar, bisa menghasilkan materi yang banyak, dengan kata lain wanita dipandang sebagai mesin pencetak uang.
Hal ini tidak lepas dari sistem yang di emban dan di terapkan di berbagai Negara termasuk indonesia. Sistem kapitalisme memiliki cara pandang khas dan akan mempengaruhi kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah. System ini juga memelihara kondidi lingkungan yang materealistik dan konsumtif , sehingga bisa mengeksploitasi waktu, tenaga, pikiran, dan tubuh perempuan menjadi uang.
Standar kebahagiaan pun di kondisikan sedemikian rupa, agar semua orang mengartikan bahagia jika mereka memiliki uang yang banyak, gelar, kedudukan yang tinggi, dan hal lain yang standarnya adalah materi. Hal ini terkesan biasa namun di balik semua itu ada ampak besar bagi keluarga, anak-anak, dan perempuan itu sendiri.
Perempuan akan semakin banyak yang keluar dari rumah untuk bekerja, sehingga semakin banyak anak-anak yang kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua terutama ibu, hal ini akan akan menyumbangkan pengaruh meningkatnya kenakalan remaja (kriminalitas dan pergaulan bebas), maupun menimbulkan konflik di dalam keluarga yang berujung perceraian yang salah satu penyebabnya adalah penghasilan istri yang lebih besar daripada suami sehingga istri mengambil alih kemudi.
Sayangnya, pemerintah di negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia terkesan mengabaikan fenomena ini. Pemerintah bahkan mendukung kondisi yang mendzalimi perempuan ini. Bahkan pemerintah sering membanggakan pendapatan yang masuk dari buruh migran perempuan, dan menganggap bahwa hal ini akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Negara. Pemerintah juga memperlakukan rakyatnya sebagai sumber pendapatan Negara, dan bertransaksi dengan rakyat sebagai regulator semata, bukan lagi sebagai pelindung, pengayom, dan penanggungjawab atas rakyatnya.
Sebagai seorang muslim sudah selayaknya kita berkaca, bagaimana islam memandang permasalahan perempuan ini. Islam adalah satu- satunya agama yang memiliki aturan yang menyeluruh untuk umat manusia. Islam telah menjaga kehormatan wanita dengan kewajiban menutup aurat, tidak bertabarruj (berdandan berlebihan, tidak berkhalwat, tidak bersafar lebih dari sehari semalam tanpa mahram. Islam juga memerintahkan kepada para wanita untuk menuntut ilmu sebagaimana laki- laki agar bisa mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang faqih fidiin. Islam juga tidak mewajibkan perempuan untuk bekerja meskipun juga tidak melarang, karena dalam islam yang berkewajiban mencari nafkah adalah kaum pria / suami.
Kebutuhan finansial biasa dijadikan alasan bagi perempuan untuk meninggalkan rumahnya menuju dunia kerja, padahal islam yang sempurna sudah mengatur agar kebutuhan finansial warganya terpenuhi, termasuk perempuan. Islam yang di terapkan dalam institudi Negara, menjamin kebutuhan pokok warganya, mengatur kepemilikan di tengah umatnya, menyediakan lapangan pekerjaan, dan menyediakan layanan pendidikan.
Islam dengan syariatnya telah menjamin kemuliaan perempuan, sebaliknya system kapitalis justru membuat kaum perempuan terhinakan, dan lepas dari fitrahnya. Kemuliaan perempuan hanya bisa di rasakan seutuhnya jika syariat islam di terapkan secara kaffah, namun saat ini kita harus berjuang keras untuk mewujudkannya.
Wallahu’alam bish shawab