Kemelut Korupsi di Tubuh Kementerian Agama

Oleh Rosmiati, S.Si (Muslimah Pembelajar Islam Kaffah)


Kementerian Agama RI akhir-akhir ini menjadi sorotan perbincangan publik. Bagaimana tidak, lembaga yang digadang-gadang sebagai salah satu kementerian yang bersih itu nyatanya jauh dari harapan. Ridwan Saidi selaku mantan pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dimasanya, mengungkapkan bahwa fenomena korupsi ditubuh Departemen Agama yang kini berganti nama menjadi Kementerian Agama, sudah terjadi sejak masa awal-awal kemerdekaan Indonesia, beliau menuturkan bahwa pada tahun 1948 bangsa kita pernah mengalami krisis kain kafan banyak jenazah pada saat itu dikubur dengan tidak menggunakan kain kafan. India pun ibah dan tergerak hatinya untuk membantu. Hingga pada akhirnya dikirimlah sejumlah kain kafan ke negeri ini. Harusnya kain ini didistribusikan secara gratis oleh Departemen Agama kala itu, namun sayang, kain itu  dijual oleh pejabat-pejabatnya di berbagai pasar-pasar tradisional di Indonesia. Rusman Saidi menyebut ini adalah korupsi pertama yang dipelopori oleh Departemen Agama  (ILC 19/03/2019). 


Romahurmuziy (Romi) ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jum’at pagi 15 maret lalu. Romi dan empat orang lainnya diamankan KPK di Jawa Timur. Dan kelimanya diduga melakukan suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Republika 16/03/2019).


 Tertangkapnya Romi menambah catatan kelam jejak korupsi di lingkungan kementerian Agama. Sebab sebelum Romi sudah ada beberapa nama yang sampai hari ini masih ada yang mendekam di balik jeruji besi yang mana mereka juga berasal dari Kementerian Agama. Dan juga menjadi catatan hitam kasus korupsi di negeri ini. 


Menanggapi kasus Romi, respon publik pun bervariasi, terlebih lagi beliau yang bersangkutan juga menjadi salah satu anggota tim kampanye salah satu paslon. Mengkhianati para ulama dan tokoh Islam yang telah berjuang bersusuh payah merintih terbentuknya lembaga ini di masa lalu, itulah yang dilakukan para penerusnya kini. Begitulah ungkapan Prof Mahfud MD di acara ILC edisi 19/03/2019. 


Sekularisme biang masalah


Menjamurnya aktivitas korupsi di negeri ini tidak terlepas dari akibat terterapkannya sistem sekuler kapitalis.


 Sekularisme hadir dengan pemahamannya untuk tidak mencampuradukan urusan agama dalam  kehidupan. Agama cukuplah di tempat-tempat ibadah. Untuk urusan politik dan pemerintahan janganlah bawah-bawah agama. Hasil ini terimplementasi hari ini. Lihatlah bagaimana para elit bangsa yang telah mengantongi sejumlah gelar akademik dengan rekam jejak pencapaian pendidikan yang baik. Bahkan tidak sedikit mereka jembolan Pondok pesanteren namun masih saja berani memakan uang rakyat yang hakikatnya itu dilarang dalam Agama. 


Memang benar adanya bahwa manusia itu tempatnya salah dan dosa. Namun, aktivitas korup hingga merugikan negara ratusan triliun juta rupiah tentu bukan karena khilaf. Sebab prosesnya cukup panjang dan pasti itu tidak dibawah alam sadar melainkan disadari. Inilah keberhasilan nyata sekularisme yang tidak disadari telah merusak mental generasi juga para pembesar negara.  


Di samping itu, mahalnya biaya politik juga turut menjadi penyulut mencuatnya kobaran semangat para elit untuk melakukan tindakan korupsi. Adanya politik balas budi diantara para pembantu tim pemenangan pada saat kampanye membuat para sosok ketika terpilih harus memutar otak demi mendapatkan sejumlah uang demi membalas jasa para pembantunya dahulu. Begitu pula dengan penetapan lainnya semisal mahar politik dan lain-lain. 

Di sisi lain, sanksi hukum bagi para pelaku koruptor di negeri ini masih terbilang lemah dan belum mampu menjadi efek jerah bagi yang lain. 


Maka jangan heran jika  fenomena korupsi kian berulang seakan menjadi tren biasa yang dinilai bukanlah aib yang memalukan di kalangan para penyandang mandat rakyat di kursi pemerintahan.  


Solusi Sistemis


Aktivitas suap menyuap atau yang biasa dikenal dengan istilah _risywah_ merupakan sebuah perbuatan tercela dan juga merupakan dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah Swt. 

 _“Dan janganlah kamu memakan harta sebagian dari kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan  jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui”_ (QS Al-Baqarah : 188). Begitu pula dengan hadis Rasulullah Saw, “ _Rosulullah melaknat bagi penyuap dan yang menerima suap”_ (HR. Al-Khamsah dishohikan oleh at-Tirmidzi).

Dengan adanya beberapa nash diatas maka secara gamblang Islam melarang keras aktivitas ini.


Maka sudah barang tentu bahwa Islam dengan seperangkat aturannya akan menutup jalan lahirnya sosok pemimpin ataupun pegawai pemerintahan untuk terlibat dalam aktivitas tercela diatas sebagaimana yang hari ini ramai diperbincangkan seperti suap, korupsi dan lain-lain.  

Islam juga tidak memisahkan perkara agama dalam kehidupan. Setiap jengkal aktivitas dalam kehidupan akan selalu berkorelasi dengan agama sebab itu adalah bagian dari ibadah yang hubungannya langsung dengan Allah SWT dimana kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya sekecil apa pun itu.  


Demikian pula dengan sistem perpolitikannya, dimana politik dalam Islam tidak menetapkan dan mematok biaya bahkan itu tidak ada sebagaimana politik dalam Demokrasi. Kekonsistenan dalam menjalankan hukum Allah itu sudah lebih dari cukup menjadi pra syarat untuk bisa terjun dalam kancah  perpolitikan. 


Begitu pula dengan penetapan sanksi/uqubat, dilakukan dengan serius serta esensinya mampu menjadi efek jerah bagi yang lain dengan harapan agar kemungkaran itu tidak terjadi lagi serta menjadi penebus dosa. 


Maka sungguh betapa mulianya hukum Islam itu. Disamping sebagai agama juga sebagai ideologi, sehingga ia mampu eksis mengatur jalannya roda pemerintahan. Din yang sejalan dengan fitrah manusia tentu akan membawa berkah bagi sekalian alam jika ia terterapkan secara totalitas dalam kehidupan. Olehnya itu, ditengah derasnya arus gelombang yang menghantam biduk bangsa ini penting untuk kembali kepada hukum Allah demi terselesaikannya berbagai prahara yang hari ini melanda. 


 _“Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (ashut) , nerakalah yang paling layak untuknya. Sahabat bertanya:”Wahai Rosullah, apa barang haram yang dimaksud itu?”. Rosulullah bersabda:”Suap dalam perkara hukum.”


 Wallahu’alam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak