Oleh : Ummu Arsyad (Pemerhati Umat)
Kekerasan seksual terhadap anak sudah kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat sampai saat ini. Dan ini terjadi bukan hanya di kota-kota besar saja, melainkan di pelosok Indonesia pun hal tersebut terbiasa terjadi. Bahkan kekerasan anak dari waktu ke waktu jumlahnya semakin meningkat.
Masih teringat dalam benak kita pelecehan seksual di JIS (Jakarta International School) terhadap anak yang dilakukan oleh guru dan karyawan sekolah. Kemudian mengemuka kasus Emon di Sukabumi dan sejumlah tempat lainnya.
Baru-baru ini jagat mesos kembali dihebohkan oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) yang semakin tak terbendung. Kepala bidang Kabid Rehabilitasi Sosial dan Dinas Sosial (Dinsos) Konawe Selatan, Jimmy Norman mengatakan sepanjang awal tahun 2019 udah ada 5 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang kami tangani, ujarnya kepada detik sultra.com.
Hal ini menggambarkan bahwa kejahatan ini bisa terjadi di daerah mana saja asalkan syahwat mereka bisa terlaksana.
Ironisnya, alih-alih ancaman yang datang dari luar sana, kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak lebih sering terjadi di dalam lingkungan terdekat anak. Antara lain di rumahnya sendiri, sekolah, bahkan lingkungan sosial anak. Dan sebagian pelakunya adalah orang yang seharusnya melindungi anak seperti orang tua kandung, paman, guru, kakak dan adik mereka sendiri.
Apalagi di era zaman sekarang sudah banyak alat-alat yang memfasilitasi seperti HP menjadi sarana buat mereka untuk menonton video porno sehingga mereka ingin melampiaskan syahwat mereka, akhirnya anak-anak menjadi sasaran buat mereka.
Dalam hal ini Seharusnya negara wajib menjadi penanggung jawab terhadap perlindungan anak. Tapi sungguh disayangkan pemerintah tidak mampu menghadirkan solusi tuntas mengatasi persoalan ini. Pemerintah seolah cukup diwujudkan dengan pemberian sanksi yang lebih berat kepada pelaku kejahatan. Seharusnya negara lebih memberikan perlindungan menyeluruh bagi anak dari kekerasan seksual terhadap berjalannya fungsi keluarga, adanya lingkungan yang kondusif, kurikulum pendidikan yang sejalan serta penegakan hukum yang tegas dan adil.
Negara juga yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan sistem yang akan memberikan perlindungan seutuhnya bagi anak. Bila sistem sekuler dan liberal yang berjalan saat ini terbukti hanya melahirkan maraknya kejahatan seksual terhadap anak, selayaknya sistem ini dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat yang mayoritas muslim, dan diganti dengan sistem Islam dalam bingkai Khilafah. Wallahu A'alam Bishawab.
Kekerasan seksual terhadap anak sudah kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat sampai saat ini. Dan ini terjadi bukan hanya di kota-kota besar saja, melainkan di pelosok Indonesia pun hal tersebut terbiasa terjadi. Bahkan kekerasan anak dari waktu ke waktu jumlahnya semakin meningkat.
Masih teringat dalam benak kita pelecehan seksual di JIS (Jakarta International School) terhadap anak yang dilakukan oleh guru dan karyawan sekolah. Kemudian mengemuka kasus Emon di Sukabumi dan sejumlah tempat lainnya.
Baru-baru ini jagat mesos kembali dihebohkan oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) yang semakin tak terbendung. Kepala bidang Kabid Rehabilitasi Sosial dan Dinas Sosial (Dinsos) Konawe Selatan, Jimmy Norman mengatakan sepanjang awal tahun 2019 udah ada 5 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang kami tangani, ujarnya kepada detik sultra.com.
Hal ini menggambarkan bahwa kejahatan ini bisa terjadi di daerah mana saja asalkan syahwat mereka bisa terlaksana.
Ironisnya, alih-alih ancaman yang datang dari luar sana, kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak lebih sering terjadi di dalam lingkungan terdekat anak. Antara lain di rumahnya sendiri, sekolah, bahkan lingkungan sosial anak. Dan sebagian pelakunya adalah orang yang seharusnya melindungi anak seperti orang tua kandung, paman, guru, kakak dan adik mereka sendiri.
Apalagi di era zaman sekarang sudah banyak alat-alat yang memfasilitasi seperti HP menjadi sarana buat mereka untuk menonton video porno sehingga mereka ingin melampiaskan syahwat mereka, akhirnya anak-anak menjadi sasaran buat mereka.
Dalam hal ini Seharusnya negara wajib menjadi penanggung jawab terhadap perlindungan anak. Tapi sungguh disayangkan pemerintah tidak mampu menghadirkan solusi tuntas mengatasi persoalan ini. Pemerintah seolah cukup diwujudkan dengan pemberian sanksi yang lebih berat kepada pelaku kejahatan. Seharusnya negara lebih memberikan perlindungan menyeluruh bagi anak dari kekerasan seksual terhadap berjalannya fungsi keluarga, adanya lingkungan yang kondusif, kurikulum pendidikan yang sejalan serta penegakan hukum yang tegas dan adil.
Negara juga yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan sistem yang akan memberikan perlindungan seutuhnya bagi anak. Bila sistem sekuler dan liberal yang berjalan saat ini terbukti hanya melahirkan maraknya kejahatan seksual terhadap anak, selayaknya sistem ini dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat yang mayoritas muslim, dan diganti dengan sistem Islam dalam bingkai Khilafah. Wallahu A'alam Bishawab.