Kasus Hayati Syafri, Bukti Intoleran Di Negeri Demokrasi


Oleh:Umi Fia (Alumni PP.Raudhotul Ulum Sbr Wringin Sukowono Jember).


Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Hayati Syafri yang di pecat oleh Kementrian Agama (Kemenag) mendatangi Badan Kepagawaian Negeri (BKN). Hayati menggugat atas pemecatannya itu.

"Maksud kedatangan kami hari ini untuk menyampaikan banding atas putusan yang di sampaikan oleh Kementrian Agama melalui UIN Bukittinggi memecat Ibu Hayati Syafri, hari ini kami akan mengajukan banding administrasi," kata kuasa hukum Hayati, Ismail Nanggon di kantor BKN Jl. Maijen Sutoyo, Cililitan, Kramatjati, Jakarta Timur, senin (4/3/2019).

Mentri Agama Lukman Saifuddin mengatakan, Hayati diberhentikan bukan karena perkara cadar, namun karena sering tak masuk kerja. Sementara Ismail mengatakan alasan pemecatan Hayati tidak jelas.

"Alasan itu tidak jelas karena kalau beralasan hanya karena masa kerjanya karena tidak masuk, faktanya dia masuk, karena saat itu dia melakukan penelitian dia S3 dan ada buktinya kita siapkan, ujar Ismail.

Sedangkan Koordinator Tim PAHAM, Busyra, S.H, menyebutkan bahwa Hayati merupakan dosen yang di nilai profesional dan disiplin dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar.

Dan berdasarkan keterangan siswa yang beliau ajar Hayati merupakan dosen yang baik , cerdas dan jika mengajar maha siswa cukup mudah memahami apa yang di ajarkan.

Busyra juga menjelaskan ada beberapa hal yang menyebabkan pemberhentian yang di nilai tdk wajar, cacat prosedur melanggar HAM, yaitu: 

Hayati di periksa dan berujung pada pemberhentian oleh Kementrian Agama setelah sebelumnya mendapat teguran karena memakai cadar di lingkungan kampus. Penggunaan cadar di nilai oleh pihak kampus sebagai suatu yang radikal dan ekslusif. 

Dan dari sisi penjatuhan sanksi, penetapan sanksi pelanggaran berat tanpa di dahului teguran, dan peringatan tertulis merupakan suatu yang bertentangan dalam prosedur penjatuham sanksi yang terdapat di dalam PP 53/2010 tentang disiplin PNS.

Dan ketidakhadiran yang di permasalahkan oleh Kementrian Agama terjadi di tahun 2017 dan baru di cari permasalahannya pada tahun 2018 setelah adanya teguran menggunakan cadar oleh pihak kampus. 

Selain itu juga terdapat pemaksaan dalam penjatuhan sanksi pelanngaran disiplin PNS yang menyatakan Hayati tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah. Faktanya Hayati mendapat izin dari atasan kampus atas ketidakhadirannya.

Berdasarkan fakta yang ada dapat dibenarkan bahwa telah terjadi  Diskrinasi dan pelanggaran HAM dalam kasus pemberhentian Hayati Syafri Dosen Bercadar IAIN Bukittinggi Sumatra Barat. Dari sini intoleransi di tujukan untuk siapa? kenapa umat islam  yang harus jadi korban? 

Di negeri ini, umat islam mayoritas, tapi seperti minoritas. Ketika teriaka intoleransi hanya boleh di tujukan pada umat islam. Dan umat islam selalu harus mengalah terhadap sikap intoleran pemeluk agama lain. Ini namanya tirani minoritas, ngelunjak slogan toleransi, binneka tunggal ika, ternyata tidak ada buktinya.

Dan kita tak mendengar sikap dari penguasa atas kesewenangan mereka terhadap umat. Tak pula kita dengar pegiat HAM, aktifis liberal dan lainnya. Tak kita temukan teriakan mereka terhadap penganut agama lain. 

Beda kalau yang melakukan itu umat islam mereka berdiri di depan bak pahlawan. Dan mereka akan berkata," kaum radikal dan intoleran itu harus di tindak".

Dari sini semakin jelas bahwa hidup di bawah naungan sistem Demokrasi adalah hidup di masa ketidak adilan yang di pertontonkan secara nyata. Agama islam di lecehkan sedemikian rupa.

 Bukti nyata bahwa Demokrasi rusak dan merusak, tidak mampu melindungi umat dari ketidakadilan dan kesewenangan pihak tertentu. Jika Demokrasi tidak mampu masihkah kita akan mempertahankan sistem demokrasi ini ?

Tentu saja tidak, sistem Demokrasi harus di ganti dengan sistem Islam, karena hanya sistem Islamlah satu-satunya yang mampu melindungi umat baik muslim maupun non muslim dari ketidak adilan. 

Dengan sistem Islam mereka akan di beri kebebasan untuk mekakukan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Dan tentunya itu hanya bisa terwujud di dalam sistem Islam dengan menerapkam hukum Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah.

wallahu a'lam bi as-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak