Oleh. Reni Tresnawati.
Beberapa waktu lalu slogan Indonesia Maju yang digaungkan pasangan calon presiden (capres) Joko Widodo - Ma'ruf Amin, merupakan sebuah wujud optimisme. Demikian disampaikan Ketua Tim Kampanye Nasional (Jokowi - Ma'ruf) Erick Thohir dalam Konvensi Rakyat yang mengangkat tema 'Optimis Indonesia Maju' di Sentul International Convention center.
"Indonesia Maju bukan hanya slogan. Indonesia maju adalah wujud optimisme. Sebuah transformasi dari harapan besar bangsa Indonesia", ujarnya.
Seperti dikutif RMOL 12/4/2019.
Calon Wakil Presiden (cawapres) nomor urut 01 Ma'ruf Amin ikut berpidato dalam acara Konvensi Rakyat Optimis Indonesia Maju. Dia melanjutkan pidato kebangsaan calon presiden Joko Widodo. Dalam pidatonya, Ma'ruf menjelaskan pendapatnya, kenapa dia dan Jokowi harus memenangkan Pemilihan Presiden 2019. " Untuk Indonesia maju, kita harus menang. Kita pantas menang karena kita punya modal yang besar", kata Ma'ruf di Sentul International Convention center. Modal yang dimaksud Ma'ruf bukan uang melainkan hasil kerja pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Ma'ruf mengatakan Jokowi-JK sudah meletakkan dasar pembangunan yang kuat. Seperti dilansir Kompas, 24/2/2019.
Indonesia Maju tentunya merupakan harapan bangsa Indonesia. Yang sampai saat ini Indonesia masih dalam kondisi memprihatinkan. Indonesia di rundung multikritis mulai dari bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan dan politik.
Karut marutnya bidang ekonomi membuat bangsa Indonesia terpuruk. Kurs rupiah yang selalu melemah, sementara kebutuhan pokok semakin meningkat harganya. Pengangguran semakin banyak karena lapangan kerja di kuasai luar negeri. Aset-aset negara seperti Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) dikuasai juga.
Pergaulan seks bebas antara pria dan wanita sudah bukan rahasia umum lagi. Pelecehan dan penyimpanan seksual merajalela di mana-mana. Pergaulan anak remaja seperti Anak Baru Gede (ABG) telah terkontaminasi pergaulan barat. Wanita, berpakaian tidak menutup aurat. Pria dan wanita bergaul tanpa batas. Perlakuan terhadap orang yang lebih tua sudah tak beradab. Semua itu karena mereka berlindung dibawah Hak Azasi Manusia (HAM).
Kebudayaan daerah di Indonesia masih mengungkung masyarakat sekitar. Mereka masih mengagungkan dan melestarikan budaya daerahnya. Walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan kebiasaan orang timur yang menjunjung tinggi norma-norma agama. Pemerintah malah mendukung dan harus tetap melestarikan kebudayaan daerahnya, seperti di Papua dengan kotekanya, di Jawa dengan konde dan kebaya.
Biaya pendidikan dan kesehatan saat ini sangat mahal. Pendidikan dan kesehatan yang berkualitas begitu sulit didapat. Untuk mengantisipasi dana kesehatan dan pendidikan, pemerintah mengeluarkan BPJS, kartu sehat, kartu pintar, kartu miskin dan kartu -kartu lainnya. Tapi bukannya menolong rakyat, malah menjerat rakyat dengan di wajibkannya membayar BPJS dan kartu-kartu lain setiap bulannya. Pembayaran ini bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat, tapi pada kenyataannya semua itu tidak bisa di nikmati mereka. Padahal mereka membayar rutin setiap bulannya baik dalam keadaan sehat ataupun sakit. Bila mereka sakit kartu itu bisa dipergunakan tapi bila mereka sehat akan dilimpahkan kepada yang sakit. Pertanyaannya dana itu dilimpahkan kepada siapa? Tak jelas.
Perpolitikan di Indonesia pun sangat tidak mencerdaskan umat. Bahkan banyak undang-undang yang dibuat namun dilanggar sendiri. Mereka membuat hukum setelah ada peristiwa yang terjadi dan meresahkan. Apabila kejadian itu tidak meresahkan dan membuat si pelaku merasa tidak keberatan. Tidak apa-apa.
Kondisi Indonesia yang sedang multikritis saat ini, diakibatkan karena berkhidmat kepada sekulerisme dan demokrasi yang merupakan sistem warisan penjajah yang di turunkan secara turun-temurun kepada masyarakat, hingga mendarah daging dan sulit dihilangkan. Umat Islam harus bangkit dari keterpurukan.
Indonesia sebagai negara yang mayoritas umat Islam akan maju dan bangkit hanya dengan kembali kepada jati dirinya sebagai umat Islam yang menerapkan hukum-hukum Islam. Bukan dengan mengikuti terus dan mempertahankan sistem rusak yang menjadi alat pemilik modal besar. Jika Indonesia terus mengikuti sistem ini, Indonesia selamanya akan menjadi negara pembebek yang akan membuat Indonesia semakin jatuh dan terpuruk. Wallahu a'lam.