Oleh : ummu zulfa
Kondisi di Papua kembali dibuat tak kondusif. Itu lantaran Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengeluarkan ultimatum yang berisi ancaman tembak kepada warga sipil non-Papua yang masih ada di Nduga per tanggal 23 Februari 2019 (Tribun-Bali.com).
Sebelumnya, pada tanggal 2 Desember 2018 lalu OPM menembak 31 pekerja dari perusahaan milik BUMN PT Istaka Karya (Tribunnews.com). Peristiwa ini menambah daftar panjang aksi kekerasan berlatar isu separatisme di Papua.
OPM sudah layak disebut sebagai ancaman disintegrasi negara. Berbagai tindakannya sudah mengarah kepada upaya mewujudkan keinginannya untuk meraih kemerdekaan (kelompok separatis). OPM benar-benar menjadi ancaman bagi negara. Namun, tindakan separatis itu belum ditindak secara cepat. Bahkan negara hanya menyebut mereka sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Sudah selayaknya negara bertindak cepat dengan melakukan penghentian dan pengamanan. Penghentian terhadap aksi dan gerakan yang membahayakan bagi masyarakat sipil. Pengamanan terhadap kelompok separatis agar tidak menjalar atau memberi spirit untuk berkembang lebih besar.
Respon negara terhadap OPM sangat bertolak belakang ketika menghadapi gerakan umat Islam. Semangat persatuan umat dalam memperjuangkan akidah Islam malah menjadi rambu merah bagi mereka yang takut akan bangkitnya umat Islam. Umat Islam, baik secara individu maupun komunitas terus dipantau sehingga menghasilkan kebijakan yang refresif, seperti mengkriminalisasi tokoh-tokoh Islam yang kritis hingga memenjarakan mereka. Gerakan umat Islam dianggap membahayakan Ideologi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun terhadap aktivitas OPM yang jelas-jelas ingin memisahkan diri dari NKRI justru kurang respon seolah-olah menghadapi kriminal biasa.
Pemerintah saat ini terlalu ambisius dengan pembangunan infrastruktur, termasuk di Papua Barat. Masalah Papua Barat yang terpenting adalah munculnya separatisme yang sudah di permukaan dan mengancam kesatuan negara, bukan sekedar masalah pembangunan atau kesejahteraan. Jika pembangunan saja digenjot tanpa upaya mematikan gerakan separatis OPM, maka Papua Barat akan tetap lepas dari Indonesia.
Indonesia harus melakukan langkah tegas untuk memberantas kelompok separatis Papua yang sudah jelas berusaha untuk memecah-belah NKRI. Pemerintah harus menjaga keutuhan NKRI dan mewaspadai keterlibatan asing yang memanfaatkan gerakan separatis di tanah air. Pemerintah harus tegas terhadap berbagai manuver pihak asing yang memang telah lama mengincar Indonesia. Jangan sampai negeri ini terpecah-belah karena akan semakin memperlemah posisi Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim.
Islam telah mengajarkan kesatuan dan persatuan di tengah-tengah kaum muslimin .Allah berfirman dalam QS. Ali-Imran :103 yang artinya : “ Dan berpegangteguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah Menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah Menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”
Karena itu menjaga kesatuan dan persatuan ini hukumnya wajib. Menjaga kesatuan dan persatuan bukan hanya terkait dengan individu, tetapi juga kesatuan dan persatuan wilayah. Di satu sisi, Islam menjaga kesatuan dan persatuan, dan melarang perpecahan. Pada saat yang sama, Islam tidak mengacuhkan potensi perbedaan dan perselisihan yang bisa menghancurkan kesatuan dan persatuan. Karena itu, Islam menetapkan akidah Islam sebagai dasar negara.
Persatuan dan kesatuan negara dijaga oleh Islam, antara lain dengan diterapkannya larangan melakukan makar (bughat) dan memisahkan diri dari kekhilafahan. Nabi bersabda, “ siapa saj yang mencabut ketaatan (kepada imam/khalifah), maka dia akan menghadap Allah tanpa hujjah (yang bisa mendukungnya).” (HR. Muslim)
Jika larangan tersebut dilanggar, maka Islam menetapkan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melakukan tindakan makar terhadap negara (bughat) sanksi bagi mereka adalah had yaitu diperangi, sebagai pelajaran bagi mereka, bukan diperangi untuk dihabisi. Jika mereka non-muslim (ahli dzimmah) maka mereka akan diperangi untuk dihabisi.
Maka hanya dengan Islamlah Indonesia bisa terbebas dari gerakan-gerakan separatisme seperti OPM, RMS dll. Dan hanya dengan Islamlah kerahmatan yang telah dijanjikan Allah SWT untuk semua alam, termasuk Papua itu akan terwujud. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita memperjuangkan terwujudnya kehidupan Islam, yakni kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariah Islam secara kaffah. Wallahu a’lam bishawab.