Oleh : Nurul Rachmadhani
(Revowriter, Member WCWH)
Banyak yang bilang kalau pemberdayaan perempuan itu dapat meningkatkan ekonomi suatu bangsa. Perempuan dapat mendobrak perekonomian dalam keluarganya. Tulang punggung. Bahkan tak sedikit perempuan yang bangga dengan kesibukan bekerjanya, dapat menduduki jabatan tinggi hingga akhirnya memiliki pendapatan yang lebih dari pasangannya, yang akhirnya mengancam keutuhan rumah tangga.
Lapangan pekerjaan yang banyak membutuhkan jasa dan tenaga kerja perempuan menjadikan persaingan yang ketat dengan laki-laki. Padahal seharusnya kewajiban dalam mencari nafkah adalah tanggung jawab seorang laki-laki. Dengan alasan perempuan lebih teliti, rapi, memiliki konsentrasi tinggi untuk mencapai target.
Bahkan, menurut Zeneger Folkman pada tahun 2012, ia meminta pendapat dari 7.280 perusahaan untuk mengevaluasi karyawan perempuan dan laki-laki. Dan hasilnya karyawan perempuan lebih unggul 12 poin dari 16 poin kemampuan memimpin dibanding laki-laki.
Namun, bila kita lihat lebih dalam apakah dengan perempuan bekerja itu adalah suatu pemberdayaan atau perempuan telah diperdaya? Jelas ini adalah pemanfaatan, pengalihan pemikiran yang akhirnya timbulah pemikiran feminisme. Merasa perempuan bisa menjadi seorang pemimpin, bisa mengalahkan laki-laki, bahkan berpikir bisa hidup tanpa laki-laki. Padahal perempuan hanya dijadikan alat untuk mendobrak perekonomian suatu negara, yang akhirnya sekarang ini banyak perempuan menginginkan kesetaraan gender, harus sama dengan laki-laki.
Pemikiran seperti ini, lahir dari pemikiran liberal dimana kebebasan begitu dimuliakan bahkan diperjuangkan. Ini terjadi karena sistem kapitalisme yang hanya memikirkan keuntungan materi tanpa melihat kembali bagaimana seharusnya peran dan fungsi perempuan sesuai dengan fitrahnya.
Dalam islam, perempuan bekerja hukumnya adalah mubah, hanya saja tetap menjalani peran dan fungsinya sebagai istri dan ibu. Tetap menjaga auratnya dengan pakaian jilbabnya ketika bekerja. Perempuan itu memilik tugas khusus. Mulia. Perempuan ibarat pondasi rumah. Menjadi seorang istri yang dapat menerima apa adanya suami, serta percaya dan yakin juga selalu membantu ketika suami berada dalam kesulitan.
Maka menjadi seorang pemimpin bukanlah sesuatu yang harus dilakukan. Tetapi menjadi pendamping seorang pemimpin rumah tangga atau lainnya yang dapat membantu mengarahkan. Menenangkan. Karena itu adalah suatu hal yang mulia jika di dalamnya berisi ketaatan kepada Allah SWT.
Kemuliaan perempuan juga dapat terlihat ketika ia menjalankan perannya sebagai seorang ibu yang baik. Karena dari seorang ibu lah, akan tercipta generasi berikutnya. Baik buruknya anak terletak dari bagaimana seorang ibu mendididk anak-anaknya.
Sebenarnya, masih banyak hal yang dapat dilakukan perempuan dalam masyarakat dan negara.namun peran perempuan itu berbeda dengan kaum laki-laki, karena Islam telah mengatur peran masing-masing. Oleh karena itu tanpa harus pemberdayaan perempuan dengan alasan persamaan gender atau apapun, perempuan itu sudah mulia di mata Allah ketika dia benar menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan fitrahnya.
Jadi jelas ini adalah alasan dari para pemikir liberalis untuk menjauhkan perempuan dari pemikiran Islam, hingga akhirnya banyak perempuan yang meninggalkan kewajibannya sebagai ummu wa rabbatal bait, dan ini digencarkan dengan maksud sengaja untuk merusak generasi Islam juga menghancurkan keluarga Islam. Dengan begitu Islam tidak bisa bangkit karena pemikiran yang salah.
Maka dari itu, solusi yang dapat mengangakat harkat dan martabat seorang perempuan hanyalah Islam. Karena Islam akan memberikan keadilan dan kesejahteraan tanpa diskriminasi. Sehingga perempuan dapat tetap menjalankan peran sesuai fitrahnya sebagai seorang ibu dan istri.
Wallahu’alam bishowab