Oleh: Dewi Tisnawati, S. Sos. I (Pemerhati Sosial)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara menyindir salah satu aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) di kementeriannya yang memilih pasangan calon nomor urut 02 di Pilpres 2019, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kejadian itu bermula saat Menkominfo meminta ratusan pegawainya memilih stiker sosialisasi Pemilu 2019 yang akan ditempel di komplek kementerian tersebut. Ada 2 desain stiker yakni berwarna dasar merah, no. 1 dan berwarna dominan putih, no. 2. "Preferensi teman-teman memilih no. 1 atau no. 2?" tanya Rudiantara dalam acara Kominfo Next di Hall Basket Senayan, Jakarta, Kamis (31/1).
Ia pun melanjutkan pemungutan suara berdasarkan teriakan terkencang. Hasilnya, desain no. 2 sorakan paling kencang. Ia memanggil perwakilan pegawai yang memilih desain no. 2. Seorang pegawai perempuan naik ke panggung lalu mengutarakan alasan memilih desain no. 2. Jawaban pegawai itu menjurus ke Pilpres 2019 sontak pegawai yang hadir di Hall Basket Senayan pun riuh.
Rudiantara memanggil perwakilan pegawai yang memilih desain no. 1 ke atas panggung. Ia menerima jawaban yang diterima bahwa alasan memilih stiker no. 1 karena berkaitan dengan desain. Namun, tidak dengan pemilih stiker no. 2. Lalu mempersilakan 2 pegawai itu kembali ke tempat duduk dan meresmikan desain no. 2 sebagai stiker yang akan ditempel. Namun, saat pegawai pemilih desain no. 2 berjalan ke tempat duduk, Rudiantara berteriak memanggilnya lagi.
"Bu! Bu! Yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa? Hah?" ujar Rudiantara dengan suara meninggi. Pegawai itu pun membalikkan badan dan menjawab. Rudiantara langsung menimpalinya. Setelah itu ia menutup pidato dan pemungutan suara tersebut. Ia mengingatkan para pegawai Kominfo untuk tidak terpolarisasi dalam perdebatan Pilpres 2019.
Kasus #yanggajikamusiapa?#, sesungguhnya potret cara pikir sekuler yang sudah parah di kalangan pejabat negara bahkan umat. Hal ini disebabkan oleh penerapan sistem kapitalis-sekuler, di mana aktivitas masyarakat disandarkan atas asas manfaat dan syarat dengan kepentingan. Padahal tidak pantas seorang pejabat negara melontarkan pertanyaan seperti di atas.
Cara pikir inilah yang menghalangi umat untuk tunduk pada syariat Allah SWT sehingga terjerumus pada kehidupan yang rusak jauh dari keberkahan. Sebab standarnya adalah kepentingan, tidak memperhatikan standar bisnis dalam Islam yang akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan manusia.
Seorang pegawai mendapatkan gaji berdasarkan hasil kerjanya dan hal tersebut merupakan haknya. Demikian pula dengan pejabat negara atau pengusaha yang mempekerjakan rakyat, baik sebagai pegawai maupun sebagai karyawan biasa wajib untuk memberikan haknya berupa upah bahkan sebelum keringatnya kering. Rasulullah saw. bersabda, yang artinya: "Berikanlah upahnya pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah:2443, dishahihkan oleh Al-albani dalam Al-irwa ‘: 1498)
Pejabat negara yang demikian dilarang dalam Islam karena termasuk dalam kategori sombong terhadap karyawan atau pegawainya. Dalam Islam ada adab-adab dalam mempekerjakan karyawan diantaranya adalah bahwa seorang atasan tidak boleh sombong atau angkuh terhadap bawahannya, misalnya mentang-mentang dia yang mempekerjakan karyawan sekaligus yang memberikan gaji sehingga dia bisa seenaknya memperlakukankanya misalnya dengan cara mencacimakinya.
Allah SWT berfirman, yang artinya:“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q5 Luqman:18)
Mereka harus retap dimuliakan sebagai manusia. Allah SWT, berfirman, yang artinya: ”Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.” (QS al-Isra’:70). Dan harus tetap memberikan haknya. Pekerja atau pegawai punya hak sebagaimana layaknya manusia yang lain. Mereka berhak untuk tidur, berobat jika sakit, makan, dan lain-lain ternasuk dalam berpendapat selama tidak bertentangan dengan hukum syara.
Sehingga penting bagi umat untuk mengembalikan pemahaman yang shahih tentang hidup, dan bagaimana kehidupan ini harus dijalani, bahwa manusia wajib menjadikan Allah SWT sebagai Pengatur dengan menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan dan aturannya sebagai way of life. Hanya sistem Islam yang akan mengembalikan umat pada kemuliaan dan mewujudkan rahmat bagi seluruh alam, kembali pada visi penciptaan manusia yang ditetapkan Allah dalam al-Quran yaitu ketaatan kepada Allah dengan segala hukum yang Allah turunkan.
Allah SWT berfirman yang artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah (taat kepada)-Ku". (QS Adz-Dzariyât [51]: 56). Ketaatan kepada Allah berarti melaksanakan seluruh syariah-Nya. Dengan menerapkan syariah Islam dalam semua aspek kehidupan kita akan terbebas dari kesulitan demi kesulitan saat ini.
Allah telah menjelaskan bahwa hanya Islamlah sistem yang bisa menawarkan kehidupan kepada umat manusia, yang bisa membawa mereka menuju cahaya, sementara sistem selain Islam justru mengeluarkan manusia dari cahaya menuju kegelapan. Allah SWT. berfirman, yang artinya:"Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) menuju cahaya (iman) dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan (kekafiran)'. (QS. al-Baqarah [2]: 257)
Karena itu, mari kita merenungkan pertanyaan Allah SWT dalam firmannya: "Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?. (QS al-Maidah [5]: 50). Dengan demikian diperlukan perjuangan untuk mewujudkan tujuan menerapkan syariat Iskam tersebut. Wallahu a'lam bish-shawab.