Di Balik Tirai Kelam Sejarah Perempuan, Islam Hadir Memuliakan



Ummu Zhafran

(Pengasuh Grup Ibu Cinta Quran)


Wanita adalah tiang negara_Alhadits

Berabad lalu Rasulullah saw. telah   memposisikan wanita sebagai tiangnya negara.  Ibarat tiang yang siap menyangga peradaban sebuah bangsa.  Bila tiangnya kokoh, kokoh pula peradabannya.  Sebaliknya tiang yang rapuh berimbas tak hanya pada negara namun juga pada rapuhnya generasi sepanjang masa. 

Berlawanan kini, konon masih ada saja sebagian kalangan yang memandang rendah pada wanita.  Tak lebih dari warga kelas dua dibandingkan lelaki.  Seakan dunia wanita hanya seputar dapur, sumur dan kasur.   Karenanya sebagian kalangan feminisme jadi menemukan alasan untuk menuntut kesetaraan.   Momennya pun diabadikan lewat peringatan Hari Perempuan Internasional yang dirayakan setiap tanggal 8 Maret.  Seruannya jelas ingin  meningkatkan pembelaan terhadap hak-hak perempuan dan kesetaraan gender. (tempo.co, 8/3/2019).

Ironis.  Bandul sejarah ternyata tak jauh bergeser dari masa lalu.   Para pegiat jender nampaknya masih terpaku pada zaman kuno.  Usah mereka  berbangga dengan modernisasi jika faktanya masih terperangkap di lorong waktu kelamnya sejarah perempuan.  Era di mana wanita tak dipandang sebagai wanita.  Bahkan tidak berjenis manusia.

Perempuan Dari Masa Ke Masa

Jika ditelusuri fakta sejarah yang terjadi pada kaum hawa.  Hampir semua negara di dunia berpendapat bahwa yang namanya perempuan itu adalah sesuatu yang sangat hina.  Kata sesuatu digarisbawahi dengan seolah  bukan manusia.   Sebut saja di Yunani, perempuan yang hidup ketika masa peradaban kuno selalu dilecehkan. Mereka diperlakukan layaknya seperti tahanan yang di sekap di istana. Hal ini bagi perempuan dari kalangan elite (kaya). Bisa dibayangkan bagaimana nasib perempuan kala itu ketika dia berasal dari kalangan orang biasa. Bisa jadi mereka jadi bulan-bulanan pelampiasan hawa nafsu dari kalangan pria serta menjadi komoditas untuk diperjualbelikan.

Di masa India kuno kedudukan perempuan hanya sebagai barang pelengkap bagi kaum pria. Kondisi ini kurang lebih sama  ketika masa Yunani kuno. Bahkan di India ini lebih parah, perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya maka haruslah melakukan tradisi sati, yaitu suatu adat kebiasaan yang harus dilakukan oleh seorang janda dengan cara membunuh dirinya sendiri sebagai wujud pengabdian terhadap suami.

Tak jauh berbeda dengan masa Yunani dan India kuno. Di Arab sekalipun, bayi-bayi perempuan yang hidup pada masa jahiliah selalu dibunuh atau dikubur hidup-hidup. Mereka memandang bahwa perempuan ini adalah pembawa aib bagi keluarganya sehingga wajib untuk dimusnahkan. Di Eropa pun demikian.  Perempuan terutama para janda, orang miskin, tabib perempuan dan kaum lansia dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh jahat dan setan. Sehingga pada tahun 1481-1499 terjadilah pembakaran besar-besaran sebanyak 10.220 orang. (Siauw, Felix Y dan Tim Da’wah @Hijabalila, 2017).  

Apa kabar era modern?  Tetap setali tiga uang meski dikemas dengan kemajuan teknologi dan industri. Kenyataannya kaum hawa kerap jadi obyek eksploitasi.  Tak jarang demi menangguk materi, kehormatannya diinjak-injak.  Terbukti sering kali mereka hanya dinilai berdasarkan kemolekan fisik tanpa peduli isi kepala.  Tragis.

Demikian nyata terpuruknya nasib wanita di bawah naungan selain Islam.  Alangkah naif bila kemudian Islam dituding sebagai biang kerok tertindasnya wanita seperti anggapan para feminis. Padahal bak pepatah, tak kenal maka tak sayang.  Islam semakin dikenal niscaya semakin disayang.  Utamanya dalam hal ini fokus pada peran dan kedudukan wanita dalam Islam. 

Perempuan Dalam Pandangan Islam

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Di dalam Islam ada aturan-aturan yang ditujukan kepada manusia sebagai pedoman dalam hidup. Aturan itu lengkap dan sempurna, mulai dari aturan yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dirinya dengan manusia yang lain serta dirinya dengan Rabb-Nya (Sang Pencipta). Begitu pun halnya pada perempuan, Islam mengatur kedudukan serta kontribusinya di tengah masyarakat.  Terbukti  ketika Islam hadir di muka bumi maka seluruh perlakuan buruk pada perempuan terhapus secara sempurna. 

Jauh hari  Islam justru telah mengajarkan konsep kesamaan pria dan wanita lengkap dengan peran dan posisinya dalam kehidupan. Jika di masa sebelum Islam wanita dipandang sebelah mata, di era Islam justru derajat dan martabatnya diangkat dan dijunjung mulia sesuai dengan kodratnya.

Bak mutiara, bertaburan ayat yang mendudukkan pria dan wanita di hadapan syariat dengan setara.  Antara lain sama dalam hal kewajiban bertakwa, menuntut ilmu dan berdakwah .  Seperti firman Allah swt berikut,

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (TQS: Al-Hujuraat : 13)

“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS: An-Nahl : 97).  Hal ini dari sisi perempuan dan laki- laki sebagai sesama makhluk ciptaan-Nya.

Adapun dari sisi kodrati jelas pria dan wanita diciptakan berbeda.  Hal ini yang gagal dipahami para feminis.  Bagaimana mungkin mereka menuntut kesamaan pria-wanita dalam segala hal? Perempuan dalam Islam diibaratkan  perhiasan yang harus dijaga dan dilindungi karena kilauannya yang  indah nan menawan.  Sebagaimana  sabda Rasul saw., 

“Dunia itu perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah istri Sholihah” (H.R Muslim).

Dari hadits  tersebut dapat dipahami bahwa perempuan yang menjadi istri Sholihahlah yang mampu mengalahkan semua perhiasan yang ada di dunia ini.  Masya Allah.

Dengan kata lain jika lelaki memperoleh kemuliaan dengan bekerja, wanita mendapatkannya dengan menjadi istri, ibu dan mengurus rumah tangga. Hal ini disebabkan karena dari rahimnya para generasi penerus bangsa terlahir ke dunia. Ditambah lagi perannya sebagai pendidik pertama generasi yang diharap mampu mengarahkan ke mana arah peradaban dunia akan dibawa. Tentu dengan berbalut istikamah dalam ketakwaan pada Allah swt.  Menjalankan syariat kaffah dengan penuh ketundukan.  Wallaahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak