Oleh: Yusra Ummu Izzah (Pendidik Generasi)
Hadapi dengan senyuman
Semua yang terjadi biar terjadi
Hadapi dengan tenang jiwa
Semua 'kan baik-baik saja (Ahmad Dhani)
Lirik lagu di atas seperti sudah bisa memprediksi senyuman di wajah penulisnya. Apa pasal? Ahmad Dhani, vokalis grup band Dewa 19 yang juga calon anggota legislatif dari Gerindra tersandung kasus. Tak hanya satu tapi dua sekaligus. Tak main-main, kasusnya terkait ujaran kebencian dan pencemaran nama baik. Salah satunya bahkan palu sudah diketuk. Mengutip dari media daring tempo, Ahmad Dhani dipenjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana ujaran kebencian di media sosial. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 18 bulan penjara kepada pendiri grup band Dewa itu.
Selnjutnya Ahmad Dhani kemudian dipindahkan dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur ke Rutan Medaeng, Surabaya, Jawa Timur, pada 7 Februari 2019. Alasannya, dia harus menjalani pemeriksaan dalam perkara pencemaran nama baik. (tempo.co, 16/2/2019).
Muncul pertanyaan publik, mengapa? Jauh sbeelumnya Polisi dinilai terburu-buru dalam menetapkan status tersangka terhadap musisi Ahmad Dhani dalam kasus Vlog "Idiot". Karena itu kuasa hukum Ahmad Dhani mencium adanya upaya kriminalisasi terhadap kliennya itu.
"Ahmad Dhani seperti dikriminalisasi, polisi terlalu terburu-buru menetapkan tersangka dalam kasus ini," kata tim kuasa hukum Ahmad Dhani, Tjetjep M Yasien.
Kata dia, pasal pencemaran nama baik harusnya jelas siapa pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya. "Tapi dalam kasus ini siapa pihak yang dirugikan tidak jelas," terang Tjetjep.
Pelapor menurut dia juga tidak memiliki legal standing dalam kasus ini. Menurut pandangan Tjetjep, justru pelapor yang melakukan persekusi terhadap Ahmad Dhani. (kompas.com, 19/10/2018).
Ada Apa dengan Hukum di Indonesia
Menurut Chandra Purna Irawan, sekjen LBH Pelita Umat, penguasa saat ini memanfaatkan hukum demi mempertahankan dan meraih kekuasaan. Perselingkuhan hukum dan politik terjadi. Politik Machiavellian untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan kerap dilakukan, hukum dijadikan sebagai dalih untuk memukul pihak lainnya. Agar terkesan tidak bertindak diluar peraturan maka dibuatlah peraturan yang melegalkan perbuatan tersebut. Tidak pernah terpikirkan oleh bangsa Indonesia sebelumnya bahwa UU ITE akan menjadi alat untuk membelenggu kemerdekaan berpendapat, menjadi alat kriminalisasi aktivis, menekan oposisi yang kritis dan melindungi penguasa serta pemodal dari berbagai kritikan dengan dalih pencemaran nama baik.
Padahal setiap yang berakal sehat pasti sepakat bahwa keadilan adalah harapan setiap insan. Namun harapan itu akan hilang bila penegak keadilan tak memfungsikan dirinya sebagai pengadil yang bertindak adil dan tidak memihak pada siapapun. Fenomena yang terjadi saat ini, bukanlah sebuah kebetulan. Kasus Ahmad Dhani hanya salah satu contoh bagaimana bukti yang tidak jelas mengantarkan pada vonis sebagai tersangka.
Lagi-lagi umat bertanya kemana kasus Viktor laiskodat, Ade Armando, Deni siregar, Abu janda,dan cornelis. Apakah mereka kebal hukum.?
Bila penegakan hukum terus menerus terkesan tajam hanya ke satu sisi maka masyarakat lambat laun bisa kehilangan kepercayaan. Kalau hukum sudah tidak dipercaya masyarakat bisa bertindak semaunya sendiri dan ini sangatlah riskan.
Maka perlu sebuah paradigma baru dalam proses hukum agar keadilan benar-benar bukan sekedar mimpi. Setiap warga Negara harus diposisikan sama kedudukanya dalam hukum. Nah, ini hanya akan bisa terwujud di tangan orang yang amanah. Tapi itu tak cukup, perlu sebuah sistem hukum yang adil, yang bebas dari kepentingan manusia. Sistem hukum ini harus datang dari luar manusia yaitu sistem hukum dari zat yang Maha Adil- lah yang tepat bagi manusia.
Inilah yang dulu dijalankan oleh Baginda Nabi SAW. Menarik pesan Rasulullsh SAW, “Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) diantara mereka yang mencuri maka mereka dibiarkan (tidak dihukum) namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa) maka mereka menegakan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya” (HR. Bukhori dan Muslim).
Tentu kita rindu dengan keadilan sejati seperti yang dulu pernah dipraktekan oleh Baginda Nabi SAW dan generasi terbaik setelahnya, keadilan yang didasarkan keimanan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang amanah dalam system yang di ridhoi oleh Allah SWT. Wallahu a'lam.