Oleh : Muji S.pd (Pendidik, anggota pengajian qonitat kabupaten Magetan)
Indonesia adalah negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia. Meskipun berpenduduk terbesar dunia, Indonesia sama halnya dengan negeri- negeri muslim lainnya yang tetap menerapkan system demokrasi yang di gadang – gadang dapat menyejahterakan rakyatnya. Demokrasi adalah (bentuk / system ) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya , pemerintahan rakyat (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam demokrasi kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Pemerintahan dijalankan langsung oleh wakil-wakil yang mereka pilih. Sebagaimana ucapan Abraham Lincoln bahwa demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Pemimpin dan kepemimpinan dalam system demokrasi
Sejatinya, baik dan buruknya kepemimpinan dalam mengurusi urusan umat/rakyat, tidak lepas dari dua hal, yaitu pemimpin dan system kepemimpinan yang digunakan untuk memimpinnya/mengaturnya.
1). Pemimpin. Pemimpin dalam system demokrasi berasal dari kelompok elit masyarakat (elit wakil rakyat, elit parpol, dan elit para pemilik modal) yang dipilih rakyat sebagai wakilnya. Hanya pemimpin yang mempunyai hubungan dengan partai- partailah yang akan muncul. Maka tidak aneh jika yang harus dipilih adalah bukan calon yang terbaik, tetapi calon yang di dukung oleh partai politik. Bisa jadi calon itu akan lebih buruk daripada pemimpin yang sebelumnya. Karena kapasitas dan kualitas para calon pemimpin tidak diukur, ditakar, atau ditimbang dengan Al Qur’an dan Sunnah, tetapi diukur dengan konstitusi dan perundangan yang ada, yang sama sekali tidak merujuk pada Al Qur’an dan as-Sunnah. Karena dasar pemilihan pemimpin tidak berlandaskan syariat islam, maka pemimpin yang terpilihpun , akan seperti pemimpin –pemimpin yang dikhawatirkan Rasulullah SAW, 14 abad yang lalu. Rasulullah SAW bersabda kepada Kaab bin Ujrah: “Semoga Allah melindungi kamu dari imarah as-sufaha”. Kaab bertanya, “Apa itu imarah as-sufaha’, wahai Rasulullah ? “. Beliau bersabda: “Mereka adalah para pemimpin sesudahku, yang tidak mengikuti petunjukku, dan tidak meneladani sunnahku……”(HR Ahmad, al Hakim dan al Baihaqi).
Karena itu, kepemimpinan penguasa manapun , baik yang memiliki IQ rendah maupun yang memiliki IQ tinggi yang tidak merujuk pada petunjuk dan Sunnah Nabi SAW terkategori sebagai imarah as-sufaha (pemimpin bodoh/dungu). Karena meninggalkan petunjuk Al Quran dan as Sunnah, dan menjalankan system dan perundangan yang bukan syariah islam.
2). System kepemimpinan yang digunakan untuk mengaturnya yaitu system demokrasi. Sejatinya demokrasi adalah alat yang digunakan oleh kelompok elit masyarakat (elit wakil rakyat, elit parpol, dan elit para pemilik modal) untuk berkuasa. Sehingga kedaulatan di tangan rakyat adalah omong kosong. Sesungguhnya kedaulatan ada di tangan segelintir rakyat, yaitu para pemilik modal. Karena yang berkuasa dan berdaulat dalam system demokrasi adalah para pemilik modal. Selain itu, demokrasi juga telah sukses mengokohkan kembali sitem kapitalisme yang menjadi pangkal derita rakyat Indonesia. Apalagi pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang berasal dari partai atau elit politik yang mempunyai trackrecord buruk dengan kebijakan – kebijakan neo-liberal yang menambah derita rakyat.
Alhasil, kepemimpinan dalam system demokrasi akan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang malah menimbulkan kemudharatan bagi rakyat. Misalnya saja, privatisasi, menambah utang luar negeri, menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik, pajak , dan banyak lagi kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.selain itu, demokrasi juga telah menghasilkan berbagai kerusakan diberbagai sendi kehidupan akibat dari system sekuler yang diterapkannya.
Misalnya saja, makin maraknya pergaulan bebas, miras, LGBT, narkoba, dan korupsi. Karena pada dasarnya system sekuler adalah system yang serba bebas. Kebebasan merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi.
Ironisnya, sebagian kaum muslimin menganggap bahwa demokrasi yang sebenarnya adalah kedaulatan ada di tangan segelintir rakyat ( para pemilik modal) adalah konsep demokrasi Barat. Menurut mereka beda dengan demokrasi islam. Mereka kaum muslim beranggapan bahwa demokrasi dalam islam, kedaulatan berada di tangan rakyat (suara mayoritas). Bukan di tangan pemilik modal. Ini jelas pernyataan yang keliru dan menyesatkan. Karena, jika dikatakan kedaulatan berada di tangan rakyat melalui wakil-wakilnya di system demokrasi, maka demokrasi telah merampas hak Allah SWT untuk membuat hukum , karena dalam demokrasi membuat hukum diserahkan pada hawa nafsu manusia. Pasalnya manusia tidak lepas dari kesalahan. Sesungguhnya hanya Allah yang terbebas dari kesalahan. Allah -lah satu-satunya yang berhak sebagai Pembuat hukum. Allah berfirman “Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik”. (QS al An’am[6]: 57). Selain itu, memberi hak kepada manusia untuk membuat hukum adalah suatu kekufuran (QS al – Maidah [5]: 44).
Kebebasan dan kerusakan dalam system demokrasi
Akidah demokrasi adalah memisahkan agama dari kehidupan (sekuler). Demokrasi tidak lepas dari ide kebebasan. Kebebasan adalah kunci dan syarat agar rakyat dapat melaksanakan kedudukannya sebagai sumber kedaulatan dan sumber kekuasaan. Ide ini telah membawa bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia. “Di antara bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia, ialah ide kebebasan individu yang dibawa oleh demokrasi. ide ini telah mengakibatkan berbagai malapetaka secara universal, serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di negeri – negeri demokrasi sampai ke derajat yang lebih hina daripada derajat segerombolan binatang!’’ (Al-‘Allamah as Syaikh Abdul Qadim Zallum).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh kebebasan ide demokrasi yaitu:
a). Kebebasan beragama. Dalam demokrasi seseorang bebas untuk beragama ataupun tidak beragama. Mereka juga bebas berpindah agama (murtad). Karena dalam demokrasi semua agama sama. Manusia tidak boleh di bedakan berdasarkan agamanya. Dengan pandangan yang rusak ini, maka akan menyebabkan perilaku yang menyimpang bagi sebagian kaum muslim. Misalnya, tidak masalah menika dengan laki-laki kafir. Karena mereka berpandangan semua agama sama. Selain itu kebebasan beragama ini juga menyebabkan berkembangnya ajaran/aliran sesat dan nabi – nabi palsu.
b). Kebebasan berpendapat. Dalam demokrasi, setiap individu berhak mengembangkan pendapat/ide tanpa tolak ukur halal -haram. Sehingga dalam demokrasi kita banyak mendapati banyak pendapat yang dipakai untuk menyudutkan islam. Misalnya , islam adalah ajaran Muhammad,, bukan syariah Allah, islam membolehkan perkawinan sejenis, Al Qur’an adalah produk budaya dll. Padahal sejatinya ini adalah pandangan liberal. Selain itu, pernah juga di surat kabar Jyland Posten memuat kartun Nabi saw. yang diterbitkan pada 30 September 2005.
c). Kebebasan kepemilikan. Manusia memiliki kebebasan kepemilikan yang melahirkan para kapitalisme dan juga melahirkan koruptor-koruptor yang menghalalkan segala cara untuk mengejar materi duniawi. Kebebasan ini memberikan hak kepada siapapun yang memiliki harta sekaligus mengembangkannya dengan sarana dan cara apapun. Di Indonesia, pihak asing bahkan dineri kebebasan u tuk menguasai sumber daya alam milik rakyat.
d). kebebasan bertingkah laku. Ide ini telah menyeret orang pada perilaku yang serba boleh. Misalnya, menjadikan perempuan sebagai ajang eksploitasi kapitalisme melalui perhelatan Miss Universe, Miss Word dan sejenisnya. Perempuan dianggap sebagai komoditas dagang dan pemuas nafsu laki – laki semata. kebebasan semacam ini sama dengan meligimitasi kemaksiatan. Misalnya pacaran, salah satu kebebasan yang harus dilindungi. Hal ini melahirkan perilaku seks yang menyimpang dan menyuburkan tindak asusila. Dampak kebebasan berperilaku ini juga menyebabkan maraknya perzinaan, aborsi, narkoba, dan penderita HIV/AIDS, bahkan pasangan homo/lesbi dan juga waria yang tanpa malu menunjukkan eksistensi dirinya di muka umum.
Pemimpin dan kepemimpinan dalam islam.
Sebagai seorang muslim, tentunya kita merindukan kepemimpinan yang sesuai dengan islam. Saat ini umat sadar akan pentingnya kepemimpinan yang syar’i. yaitu kepemimpinan yang berlandaskan islam. Kesadaran ini terlihat dari beberapa peristiwa belakangan seperti halnya peristiwa persatuan umat yang tampak pada aksi bela islam 212 yang terjadi 3 tahun terakhir berturut-turut. Karena sesungguhnya umat telah sadar dan muak dengan system sekuler-kapitalis-liberal yang telah terbukti gagal dan menyengsarakan rakyat. Sistem ini hanya menghasilkan banyak persoalan seperti: kemiskinan, pengangguran, utang luar negeri dll.
Kepemimpinan dalam islam memegang peranan penting. Bahkan Imam al –Ghazali menyebut, islam dan kepemimpinan yang mewujudkan dalam bentuk kekuasaan seperti dua saudara kembar. Islam menjadi pondasi kehidupan, sedangkan kepemimpinan, dengan kekuasaan yang ada di dalalmnya, ibarat penjaga (pengawal)-nya. Tanpa kekuasaan islam akan lenyap. Begitulah peranan penting kekuasaan dengan kepemimpinannya dalam islam. 1). Pemimpin syar’i. Dalam system pemerintahan islam, Syeikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Nizham al Hukm fii al-islam. Menyebutkan syarat-syarat syar’i yang wajib ada pada seorang pemimpin (imam/khalifah): a) Muslim, b) laki-laki, c) dewasa (balig), d) berakal, e) adil (tidak fasik), f) merdeka, g) mampu melaksanakan amanah Kekhilafah-an berdasarkan kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW.
Selain tujuh syarat tersebut, Beliau menyebutkan syarat tambahan (bukan keharusan) bagi seorang pemimpin, yaitu mujtahid, pemberani, dan politikus ulung.
2). System kepemimpinan syar’i. System kepemimpinan syar’i adalah sitem kepemimpinan yang dibangun oleh Rasulullah SAW. Meliputi asas Negara, struktur, perangkat, mekanisme pemerintahan, serta kelengkapan-kelengkapan administratif. Pemerintahan islam di dasarkan pada prinsip kedaulatan di tangan syariah dan kekuasaan di tangan rakyat. kedaulatan tertinggi untuk membuat hukum hanya di tangan Allah semata. penguasa kaum muslim hanya berkewajiban mengadopsi hukum yang digali oleh para mujtahid dari nash syariah melalui ijtihad yang benar, untuk di terapkan di tengah-tengah masyarakat. Daulah islam di pimpin oleh seorang Khalifah yang bertugas untuk menerapkan dan menegakkan syariah islam di dalam negeri dan mengemban risalah islam keseluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Oleh karena itu aturan yang diberlakukan di dalam daulah islam adalah aturan islam. Allah SWT berfirman: “Hendaklah kamu (Muhammad) memutuskan perkara di tengah-tengah mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan” (TQS al-Maidah [5]:49).
Atas dasar inilah, seluruh seluruh perundang-undangan di dalam system islam, wajib berupa syariah islam yang digali dari akidah islam yaitu bersumber dari AL Qur’an dan Sunnah. Dalam islam, aturan yang diterapkan bersumber dari Allah SWT yang berupa syariat islam yang berdasarkan Al qur’an dan as sunah.
Tugas seorang Khalifah hanya menjalankan syariat islam dalam bingkai ketaatan pada Allah SWT, menjalankan hukum Allah SWT dan mengurusi umat dengan islam sebagai perintah Allah SWT. Semua itu dibarengi dengan keberadaan Mahkamah Madhalim yang akan mengadili Khalifah jika ada penyelewengan serta Majelis Umat yang merupakan lembaga perwakilan umat yang akan mengontrol jalannya system kekhilafahan. Dengan demikian, keadilan khalifah dalam ri’aayah terhadap rakyatnya akan senantiasa terjaga. Dan kaum muslimin akan meraih kemuliaan –kesejahteraan di dunia dan pahala yang besar di akhirat.
Islam kaffah sumber kemuliaan
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw untuk mengatur interaksi manusia dengan Tuhannya, dirinya dan sesamanya. Interaksi manusia dengan Tuhannya terkait dengan akidah dan ibadah. Interaksi manusia dengan dirinya terkait dengan makanan, minuman, pakaian dan akhlak. Syariat islam yang terkait interaksi manusia dengan Tuhannya dan dirinya sendiri bisa dilaksanakan oleh individu. Tetapi untuk kesempurnaanya harus ada peran negara di dalamnya. Sedangkan interaksi manusia dengan sesamanya dalam bentuk muamalat (pemerintahan, ekonomi, pergaulan, pendidikan, politik dalam negeri dan luar negeri) dan ‘uqubat (sankisi/hukuman).
Penerapan syariat islam dalam bentuk ‘uqubat (hudud, jinayat, ta’zir dan mukhalafat) harus dilaksanakan oleh negara. Allah SWT memerintahkan kita untuk mengamil dan menerapkan islam secara kaffah. Allah SWT berfirman: “Wahai kaum beriman, masuklah kalian ke dalam islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian”. (TQS al Baqarah [2] :208). Selain itu Allah SWT menjelaskan bahwa islam adalah agama yang sempurna (QS al Maidah [5]: 3) dan mengatur seluruh aspek kehidupan (QS an Nahl [16]: 89). Dengan demikian jelas, bahwa Allah SWT memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk menerapkan islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan.
Penerapan islam secara kaffah di bawah system khilafah telah benar-benar terbukti dalam sejarah yang bisa mewujudkan rahmat dan kemuliaan untuk seluruh manusia baik muslim maupun non muslim. Will Durant, salah seorang intelektual dan sejarahwan Barat terkemuka memberikan pengakuan atas sejarah emas Khilafah dalam mewujudkan rahmat islam untuk semua itu, “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraann selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas.
Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka. kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas hingga berbagai ilmu, sastera, filsafat, dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad. ” (Will Durant, The Story of Civilization, vol.XIII).
Kemuliaan islam tidak akan terwujud tanpa diterapkannya syariah islam secara kaffah di bawah sistem khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Seperti yang telah terbukti pada masa lalu dalam sejarah kaum muslimin. Hanya dengan islam lah umat akan memimpin dunia ke arah kebaikan, membebaskan umat manusia dari perbudakan dan penjajahan oleh sesama manusia, serta menebarkan kebaikan, keadilan, dan kemakmuran untuk seluruh manusia.