Oleh : Hafizah
(Member Penulis Ideologis)
Banyak kasus korupsi yang dilakukan kader parpol pengusung demokrasi justru menunjukkan hakekat demokrasi sebagai biang korupsi. Dimulai dari ongkos kampanye yang berat sebelum menjabat hingga banyaknya celah-celah basah yang mau tidak mau akan menjerat para pejabat pada tindakan korupsi.
Kasus yang terjadi pada Supian Hadi yang diduga melakukan abuse of power saat menjabat sebagai Bupati Kotawaringin Timur Periode 2010-2015. Supian diduga menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) pada tiga perusahaan PT FMA (Fajar Mentaya Abadi), PT BI (Billy Indonesia), dan PT AIM (Aries Iron Mining) meskipun ketiga perusahaan tersebut belum melengkapi persyaratan yang seharusnya.
Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 5,8 triliun dan USD 711 ribu. Selain itu, Supian diduga menerima dua mobil mewah Toyota Land Cruiser seharga Rp 710 juta, mobil Hummer H3 seharga Rp 1,35 miliar dan uang senilai Rp 500 juta seperti yang dilansir detiknews (1/2/19).
Selain Kasus Supian Hadi, pada 20/1/2019 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan tiga aset terkait kasus korupsi yang nilainya mencapai Rp 110 miliar kepada Kejaksaan Agung dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Aset tersebut berturut-turut terkait kasus terpidana mantan Bupati Bangkalan, Jawa Timur, Fuad Amin, kemudian kasus eks anggota eks DPR Komisi Energi Sutan Bathoegana, dan terakhir aset terkait kasus M. Nazarudin (tempo, 21/2/2019).
Dalam kurun waktu yang singkat kasus demi kasus bermunculan. Meskipun negara melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) No. 20 Th 2001 Pasal 2 dan 3 telah mengancam para pelaku tindak pidana korupsi, tampaknya UU Tipikor belum mampu menangani persoalan korupsi negeri ini. Baik dikarenakan UU ini tidak membuat efek jera pada para pelaku korupsi maupun dikarenakan UU ini tidak diterapkan secara tegas oleh penegak hukum. Dari sini terlihat bahwa sistem yang telah 74 tahun mengawali negeri ini belum mampu mengatasi kasus korupsi, tahun demi tahun.
Akar Permasalahan
Demokrasi merupakan turunan sistem kapitalis. Kapital berarti modal. Dalam sistem kapitalis pemilik modal merupakan pemegang kekuasaan. Dalam sistem kapitalis ini juga menganut Liberalisme. Dengan itu mereka bebas membuat peraturan yang sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Kapitalis memilik asas sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya di tempat peribadatan saja, untuk hal lain agama tidak boleh dibawa-bawa. Dalam hal pendidikan, ekonomi, politik tidak boleh membawa-bawa agama. Padahal dalam agama islam kita memiliki aturan yang lengkap untuk seluruh aspek kehidupan. Dan seluruh aturan tersebut wajib penerapannya.
Fakta yang terjadi hari ini kita hanya menggunakan Islam dalam beribadah saja. Islam tidak diterapkan dalam pendidikan, perekonomian dan perpolitikan. Pendidikan yang ada di negeri kita terpisah antara pondok pesantren dan sekolah umum, perekonomian yang ada di negeri kita terpisah antara bank konvensional dan bank syari'ah, dan perpolitikan kita masih menggunakan aturan buatan manusia, memisahkan antara pengadilan agama dan pengadilan sipil. Akibat tidak diterapkan hukum Allah, maka terjadi berbagai kerusakan di muka bumi. Untuk itu tidak layak sistem demokrasi digunakan dalam kehidupan. Mari kita kembali pada penerapan Islam secara kaffah.
Kembali kepada Islam
Salah satu pilar dalam mencegah korupsi dalam sistem islam adalah melalui sistem pengawasan. Pengawasan sebagai amar ma'ruf nahi mungkar dilaksanakan oleh setiap elemen baik oleh individu, kelompok, dan juga oleh negara. Dengan sistem pengawasan yang ketat ini akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi kecil. Selain itu, juga diberlakukan seperangkat hukuman pidanan yang keras, hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi para pelaku dan pencegah bagi calon pelaku.
Dalam al-qur'an Allah SWT berfirman "adapun laki-laki maupun perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya”(Q.S. 5:38). Islam sebagai agama yang paripurna telah mengatur setiap sendi kehidupan. Setiap syari'atnya mengandung hikmah dan kemashalatan. Dan aturan yang diturunkan Allah telah sempurna, berbeda halnya dengan aturan buatan manusia yang memiliki banyak kelemahan. Dan "Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya bagi orang-orang yang yakin? (QS. 5:50)". Dengan mengambil hukum Allah, niscaya rahmat-Nya akan meliputi negeri ini. Penerapan islam secara kaffah ini hanya bisa dirasakan bila negara yang menerapkannya. Untuk itu wajib bagi kita turut memperjuangkan penegakan syari'at Islam. Wallahu'alam.