Oleh : Hawilawati*
Sungguh miris dan tercabik-cabik diri ini membaca berita seorang remaja perempuan dirusak harga dirinya oleh ayah, kakak dan adik kandungnya sendiri akibat sering nonton film porno.
Sebagaimana dilansir detikNews, AG (18), gadis asal Sukoharjo, Pringsewu, Lampung yang menjadi korban korban incest atau hubungan sedarah yang dilakukan ayah, kakak dan adik kandungnya sendiri. Disetubuhi ratusan kali. AG yang juga seorang penyandang disabilitas kini trauma (detikNews 24/2/19)
Atas perbuatan itu, ketiga tersangka sang ayah JM (45), kakak korban berinisial SA (24) dan adiknya YF (16) dijerat Pasal 81 ayat 3 UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman minimal lima tahun maksimal 15 tahun.
Kasus serupa juga terjadi di Tangerang Selatan : seorang kakek, Buchori ditangkap polisi karena diduga mencabuli anak usia 10 tahun. Pelaku merupakan guru ngaji. "Korbannnya ini usia 10 tahun kelas 3 SD, yang merupakan murid mengaji dari tersangka Buchori," jelas Kapolres Tangerang Selatan AKBP Ferdi Irawan kepada wartawan di kantornya, Serpong, Tangerang Selatan, Senin (detikNews 4/3/2019).
Sudah ke sekian kali pencabulan terjadi di negeri ini. Berganti masa, ganti pemimpin, kemaksiatan terus terjadi bahkan semakin menjadi-jadi. Kemaksiatan terjadi bukan tanpa sebab. Tentu ada penyebabnya hingga manusia berani bertindak bagaikan iblis tak takut dosa dan siksa Allah atas perbuatannya.
Mengapa pencabulan kerap kali terjadi di negeri ini ? Di antara penyebabnya adalah :
1. Hilangnya pemahaman agama yang sahih dalam diri individu, menjadikan keimanan seseorang rusak. Hingga akal sehatpun mudah dirasuki bisikan setan. Tak mampu membedakan perkara halal dan haram, pahala dan dosa.
2.Tersebarnya pornografi dan pornoaksi banyak sekali berseliweran di dunia maya dan dunia nyata menghipnotis manusia berbuat jahat.
3. Lemahnya kontrol masyarakat terhadap lingkungan, hingga orang cenderung bersikap individualisme. Maka perbuatan rusak individu seakan-akan urusan pribadi, orang lain tidak perlu tahu. Hilangnya aktivitas amar ma'ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat.
4. Abainya perlindungan penguasa terhadap warganya, terbukti tak mampu membendung situs -situs porno. Negara tak mampu mengedukasi warganya menjadi pelindung generasinya. Penguasapun tak mampu memberikan sanksi tegas dan jera pelaku kemaksiatan.
5. Bercokolnya sistem sekularisme yang menganut paham kebebasan (kebebasan beragama, berpendapat dan berperilaku) itu semua dianggap sebagai HAM (Hak Asasi Manusia)
Alhasil kebebasan berperilaku bak binatang pun menjadi hal lumrah di negeri ini. Sistem yang memisahkan kehidupan dengan agama inipun, menjadi pemantik kemaksiatan dan berbagai aktivitas kehidupan manusia jauh bahkan melupakan aturan agama yang datangnya dari Sang Kholiq, bertindak semaunya mengikuti hawa nafsu.
Sungguh nyata negeri ini kian rusak, akibat perbuatan tangan manusia sendiri. Semakin buruknya kondisi masyarakat pun akibat individu, masyarakat dan negara abai terhadap syariat Allah.
Imam al-Ghazali menyatakan, “Kerusakan rakyat itu karena kerusakan penguasa. Rusaknya penguasa itu karena rusaknya para ulama. Rusaknya para ulama itu karena kecintaan pada harta dan kedudukan. Siapa saja yang terpedaya oleh kecintaan terhadap dunia tidak akan kuasa mengawasi hal-hal kecil. Lalu bagaimana pula dia hendak melakukan pengawasan terhadap penguasa dan perkara besar?”
(Al-Ghazali, Al-Ihyâ’, 2/357).
Kemaksiatan ini bukanlah masalah sepele dan tidak boleh diabaikan, karena semua aktivitas akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Bahkan ketika maksiat secara sistemik terus terjadi karena sistem negara lemah menjaga iffah diri kaum perempuan dan generasi, maka tak hanya kaum laki-lakinya saja yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Tapi penguasa pun akan ditanya oleh Allah, seberapa besar penjagaan terhadap warga negaranya dari perbuatan maksiat.
Kejahatan, kemaksiatan dan kebejatan perilaku seseorang tidak akan hilang jika sistem kehidupan tidak kembali kepada aturan Allah. Sejatinya Syariat Islam Allah turunkan untuk manusia sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hambaNya. Tiada lain untuk mengatur segala urusan manusia agar sesuai fitrah dan tidak menyimpang. Sudah saatnya manusia kembali dalam sistem kehidupan yang mampu memuliakan generasinya yaitu Syariat Islam Kaffah
Wallahu'alam bishowwab
*Muslimah Peduli Generasi dan Praktisi Pendidikan dari Tangerang.
Ilustrasi merdeka.com