Oleh: Rina
Perempauan. Apa yang terlintas dibenak kita ketika mendengar atau membaca kata perempuan? Tertindas? Miskin? Terbelakang? Dinomer duakan? Dan apa yang terlintas dibenak kita mendengar atau membaca kata laki laki? Berkuasa? Penindas? Dinomer satukan? Apakah di dalam fikiran kita, laki laki lebih berkuasa daripada perempuan? Atau perempuan harus lebih berkuasa daripada laki laki?
Ditahun ini tepatnya 8 Maret, International Women's Day mengusung tema 'balance for better'. Ketimpangan antara laki laki dan perempuan membuat kehidupan perempuan tertindas baik secara finansial, status sosial maupun hal yang lain. Sehingga upaya untuk mengaruskan kesamaan derajat harus semakin digetolkan.
Menjadi sebuah pertanyaan ketika kesamaan telah diraih apakah perempuan tak lagi tertindas? Kasus penganiyaan, pemerkosaan, perdagangan perempuan, akan berhenti dan musnah? Ataukah semakin subur dan menjamur?
Ketika kita telisik lebih jauh apa penyebabnya? Ketika perempuan bisa membeli apapun yang dia inginkan dari hasil berjibaku dengan pekerjaan, bisa melakukan hal apapun yang dia ingin lakukan tanpa ada batasnya. Namun bukannya hidup bahagia masih saja penderitaan yang dituai.
Kesetaraan dan kebebasan yg diagung agungkan oleh barat inilah yg menjadi biang keladi permasalahan perempaun. Perempaun dibiarkan lepas meninggalkan fitrahnya. Gaung kesetaraan pada dasarmya gaung pada demokrasi kapitalis. Tanpa sadar sesungguhnya perempuan telah dimanfaatkan kecerdasannya, didikasinya, kerja kerasnya bahkan kehormatannya untuk menggerakan roda perekonomian dan keberlangsungan hidup demokrasi kapitalis.
Namun menjadi kesalahan yang menyesakan dada solusi yang diambil adalah sama dengan akar masalahnya yaitu kapitalis demokrasi. Slogan slogan feminisme tidak pernah terlepas dari kepentingan pemilik modal yang tujuannya tak lain dan tak bukan untuk merusak ajaran islam.