Oleh :
Hj Padliyati Seregar ( ketua komunitas muslimah peduli generasi Palembang)
Jakarta - International Women's Day atau Hari Perempuan Internasional dirayakan setiap 8 Maret. Pada 2019, balance for better menjadi tema yang diangkat.
Dalam situs resminya, International Women's Day mengungkapkan alasan kenapa 'balance for better' menjadi tema pada 2019 ini. "Pada 2019 ini ditujukan untuk kesetaraan gender, kesadaran yang lebih besar tentang adanya diskriminasi dan merayakan pencapaian perempuan. Hal ini termasuk mengurangi adanya gap pendapatan atau gaji pria dan wanita.
Memastikan semuanya adil dan seimbang dalam semua aspek, pemerintahaan, liputan media, dunia kerja, kekayaan dan dunia olahraga," demikian penjelasan di situs resmi Hari Perempuan Internasional. Tema 'balance for better' dipilih sebagai tema Hari Perempuan Internasional pada 2019 ini karena belum terjadinya keseimbangan atau kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan. Khususnya dalam dunia kerja, gap pay atau beda gaji masih terjadi antara pria dan wanita, di mana wanita dibayar lebih rendah dari pria.
https://m.detik.com/wolipop/worklife/d-4458083/hari-perempuan-internasional-iniang-diperjuangkan-wanita-di-2019
Tema balance for better yang diusung dalam peringatan hari perempuan internasional sejatinya semua penguasa dunia memposisikan perempuan, Sebagai alat produksi, perempuan baru dianggap bernilai bila mampu menghasilkan devisa dan memutar roda pertumbuhan ekonomi. Mereka membebek saja arahan Barat yang menipu mereka dengan tumpukan program melalui dalih PEP (pemberdayaan ekonomi perempuan), agar mereka mandiri, mengentaskan diri dan keluarga dari kemiskinan, serta merasa terhormat dengan posisi sosial ekonominya.
Balance for Better dan cita-cita kesetaraan gendernya, merupakan konsep yang cacat secara rasional dan merusak secara sosial, yang telah menimbulkan banyak kerusakan pada harmoni dan kesatuan kehidupan keluarga serta kesejahteraan anak-anak.
Ini karena perspektif individualistik yang rabun jauh yang selalu melihat apa yang terbaik untuk keinginan dan kepentingan perempuan, sering mengabaikan apa yang terbaik untuk pernikahan, anak-anak, kehidupan keluarga yang tenang, dan masyarakat secara keseluruhan.
Lebih jauh lagi, pandangan ini tidak memberikan kehidupan yang adil dan bahagia bagi perempuan. Sebaliknya membebani mereka dengan tanggung jawab ekstra, mencabut hak-hak mereka atas penyediaan keuangan, menyebabkan konflik dalam pernikahan mereka, dan mencurangi peran keibuan mereka.
Gagasan tentang perempuan yang mendefinisikan hak dan peran mereka sendiri tidak membebaskan mereka dari penindasan melainkan menundukkan mereka pada berbagai bentuk ketidakadilan.
Oleh karena itu ironis bahwa di masyarakat Barat, banyak para pegiat gender telah mendefinisikan kembali keyakinan mereka, berusaha untuk merebut kembali pentingnya peran keibuan setelah mengakui bahaya parah yang dimiliki ide-ide feminis pada struktur keluarga, sementara kaum perempuan dan anak-anak, pemerintah, dan organisasi di negeri-negeri Muslim terus bergegas menuju eksperimen sosial feminis yang terinspirasi Barat.
Mereka lebih lanjut menerapkan hukum-hukum dan kebijakan atas dasar feminisme dan menyebarluaskannya secara intensif di antara rakyat mereka, mengklaim secara tidak masuk akal bahwa itu adalah tanda kemajuan dan akan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi perempuan, bukannya langsung menolak kumpulan keyakinan beracun ini.
Cara Islam memuliakan perempuan.
Tentunya sebagai Muslim, alih-alih mereplikasi eksperimen-eksperimen sosial asing yang gagal, kita harus merangkul dan mempromosikan keyakinan, nilai-nilai, hukum-hukum, dan sistem Islam yang memiliki pendekatan yang baik dan teruji waktu untuk mengatur peran, tugas, dan hak laki-laki dan perempuan dengan cara yang paling adil, serta menciptakan struktur keluarga yang harmonis dan kuat.
Oleh karena itu, Dien kita sendirilah yang perlu kita rujuk untuk memecahkan banyak masalah yang dihadapi perempuan, anak-anak, dan keluarga saat ini.
Islam telah mengajarkan konsep kesamaan pria dan wanita lengkap dengan peran dan posisinya dalam kehidupan. Jika di masa sebelum Islam wanita dipandang sebelah mata, di era Islam justru derajat dan martabatnya diangkat dan dijunjung mulia sesuai dengan kodratnya. Oleh karena itu, kita perlu kembali mengetahui bagaimana konsep Islam dalam meletakkan pria dan wanita sebagai hamba Allah Subhanahu Wata’ala di ranah pribadi maupun publik.
Kesamaan itu terdiri dari: Pertama, kesamaan dalam takwa. Dalam soal takwa, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Keduanya harus bertakwa kepada Allah, sebab Allah memuliakan siapa saja yang bertakwa kepadaNya. Kesamaan dalam takwa hanya beda dalam soal teknis pengamalannya, misalnya dalam pembagian tugas. Suami punya kewajiban sebagai kepala rumah tangga untuk mencari nafkah. Sementara istri menjadikan nafkah suami sebagai bekal memelihara rumah tangga. Ada pembagian tugas antara pria dan wanita untuk sama-sama menjadi orang yang bertakwa kepada Allah.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS:: Al-Hujuraat : 13)
Kedua, kesamaan dalam amal perbuatan. Iman dan amal merupakan kesatuan tak terpisahkan. Iman yang tertanam dalam hati harus dibuktikan dalam bentuk amal. Ketika pria dan wanita telah mengaku sebagai Mukmin dan Mukminah, maka ia harus membuktikan dengan amal perbuatan. Allah akan membalasnya berupa kehidupan yang baik.
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS:. An-Nahl : 97).
Kesamaan ketiga adalah kesamaan dalam ibadah, akhlak, dan sosial, meskipun berbeda secara teknis. Pria dan wanita punya kewajiban dalam beribadah kepada Allah. Mereka wajib mengerjakan Shalat, Puasa, Zakat dan Haji. Mereka harus menghiasi diri dengan budi pekerti luhur. Mereka juga berkiprah di ranah sosial, misalnya bertetangga, berkawan dan bersaudara.
إِنَّ ٱلۡمُسۡلِمِينَ وَٱلۡمُسۡلِمَٰتِ وَٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ وَٱلۡقَٰنِتِينَ وَٱلۡقَٰنِتَٰتِ وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلصَّٰدِقَٰتِ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَٱلصَّٰبِرَٰتِ وَٱلۡخَٰشِعِينَ وَٱلۡخَٰشِعَٰتِ وَٱلۡمُتَصَدِّقِينَ وَٱلۡمُتَصَدِّقَٰتِ وَٱلصَّٰٓئِمِينَ وَٱلصَّٰٓئِمَٰتِ وَٱلۡحَٰفِظِينَ فُرُوجَهُمۡ وَٱلۡحَٰفِظَٰتِ وَٱلذَّٰكِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا وَٱلذَّٰكِرَٰتِ أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغۡفِرَةٗ وَأَجۡرًا عَظِيمٗا
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusy´, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS: Al-Ahzaab : 35).
Keempat, kesamaan dalam dakwah dan ketaatan. Dakwah yang mengajak kepada kebaikan dan ketaatan merupakan tanggung jawab semua kalangan umat Islam. Pria dan wanita harus ikut mengambil bagian dalam berdakwah sesuai porsinya. Seorang suami berdakwah mengajak istri dan anak-anaknya untuk taat kepada Allah. Seorang wanita berdakwah untuk selalu beramal shaleh, mengajarkan kebaikan dan tata cara kehidupan yang islami kepada anak-anaknya. Itulah sebabnya, tugas dakwah adalah tugas bersama, baik laki-laki maupun wanita.
وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ سَيَرۡحَمُهُمُ ٱللَّهُۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ
“Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS: Adr t-Taubah : 71).
Kelima adalah kesamaan dalam masalah dosa dan pahala. Pria dan wanita yang beramal baik diganjar dengan pahala dan akan berdosa jika mengerjakan keburukan. Siapa yang beramal baik layak mendapat penghargaan. Siapa yang beramal buruk ia pantas diberi hukuman.
لَّيۡسَ بِأَمَانِيِّكُمۡ وَلَآ أَمَانِيِّ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِۗ مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدۡ لَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيّٗا وَلَا نَصِيرٗا ١٢٣ وَمَن يَعۡمَلۡ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ يَدۡخُلُونَ ٱلۡجَنَّةَ وَلَا يُظۡلَمُونَ نَقِيرٗا
“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Barangsiapa mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS: An-Nisaa` : 123-124).
Keenam, kesamaan dalam mencari ilmu. “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi muslim (laki-laki maupun perempuan).” (HR. Ibnu Majah). Mencari ilmu tidak hanya menjadi kewajiban kaum pria. Wanita juga ikut mengambil bagian di dalamnya. Seorang wanita hanya dapat mendidik anak-anaknya dengan baik dan benar jika ia memiliki ilmu. Seorang ibu akan sanggup membimbing kehidupan keluarga sesuai tuntunan Ilahi jika ia pandai dalam masalah agama.
Kesamaan pria dan wanita telah diatur sedemikian rupa, lengkap dengan teknis dan operasionalnya. Kesamaan-kesamaan ini dibatasi sesuai dengan kodrat pria dan wanita. Konsep kesetaraan gender antara pria dan wanita dalam pemahaman di luar Islam sangat bertentangan dengan konsep kesetaraan dalam Islam. Kesetaraan dalam Islam bukan untuk mengekang atau membatasi, tapi ia hadir untuk memuliakan wanita dalam bingkai kehidupan yang berorientasi pada kehidupan di akhirat setelah berkiprah di dunia.
Wallahu a'lam bish-showab