Bagaimana Islam Menyelesaikan Masalah Banjir?

Oleh : Alvi Rusyda 

( Mahasiswi Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang)     

     Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 70 orang menjadi korban jiwa dalam bencana banjir bandang di Sentani,  Jayapura. Sementara, 43 orang lainnya mengalami luka-luka. Kepala  Penerangan Daerah Militer XVII Cenderawasih Kol Inf Muhamad Aidi memprediksi jumlah korban masih akan terus bertambah. "Karena banyaknya warga yang melaporkan kehilangan kerabat mereka," ujarnya, seperti dilansir Antara, Minggu (17/3). 

Selain korban jiwa, banjir bandang Sentani juga memaksa lebih dari 1.500 orang mengungsi. Pengungsi itu tersebar di beberapa lokasi terdampak banjir. 

             Para pengungsi di kompleks BTN Bintang Timur sebanyak 150 kepala keluarga (KK), BTN Gajah Mada 20 KK, Doyo 200 orang, Kemiri 200 orang, di Panti Jompo 23 orang, di komplek HIS 300 orang dan di SIL 400 orang," kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol AM Kamal. 

Sementara kerusakan material mencapai 350 rumah rusak parah, tiga jembatan rusak berat, delapan drainase hancur, dan empat ruas jalan rusak berat. 


            “Ada juga satu pasar rusak, dua gereja, satu masjid dan 104 rumah toko rusak berat," ucap Kamal. Kamal menyebut lokasi yang paling parah terkena banjir bandang adalah Kelurahan Dobonsolo, Doyo Baru, dan Hinekombe. 

"Di sana ada sejumlah perumahan yang rusak berat, serta ditemukan banyak korban," tutur Kamal. Banjir Bandang Sentani terjadi akibat hujan deras yang mengguyur Kabupaten Jayapura dan sekitarnya sejak Sabtu (16/3) sore hingga malam hari. 


https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190317153506-20-378026/banjir-bang-sentani-telan-korban-jiwa-70-orang

                  Jakarta - BNPB menduga, selain tingginya curah hujan di Sentani disebabkan oleh rusaknya ekosistem di Gunung Cycloop, Jayapura, Papua. Kerusakan hutan di sana sudah berlangsung lama.


"Dan kalau kita melihat yang ada di Gunung Cycloop banyak kerusakan karena adanya pembabatan hutan," ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho saat jumpa pers di Gedung BNPB, Jl Pramuka Raya, Jakarta, Minggu (17/3/2019).

Daerah pegunungan yang seharusnya menjadi hutan sebagai daerah resapan dan penahan longsor malah disulap menjadi ladang dan kebun. Hasilnya, saat hujan deras, longsor gampang terjadi.


Kemudian digunakan untuk beberapa kebun, ladang dan sebagainya sehingga kerusakan hutan sudah berlangsung beberapa tahun sebelumnya," ucapnya.


Sutopo menjelaskan, pada 12 tahun lalu, banjir serupa sempat terjadi. Banjir pada kala itu juga menimbulkan korban jiwa.

Tahun 2007, di wilayah Sentani di sini pernah mengalami banjir bandang juga yang menimbulkan korban jiwa dan kerusakan bangunan yang ada di sana," tutur Sutopo.


Banjir bandang dan tanah longsor di Sentani, Jayapura, mengakibatkan 58 orang tewas. Banjir membuat 4.000-an orang mengungsi. Sedangkan versi polisi, korban jiwa sudah mencapai 70 orang. https://m.detik.com/news/berita/d-4471423/gunung-cycloop-gundul-diduga-jadi-pemicu-banjir-bandang-sentani-papua


     Hampir semua wilayah terkena dampak banjir. Sebelumnya menimpa daerah Yogyakarta, Sulawesi, Sumatera Barat, dan wilayah lainnya. Penyebab banjir adalah karena ulah tangan manusia itu sendiri. Tindakan menebang hutan sembarangan yang merusak ekosistem makhluk hidup. Aktivitas pekerjaanan galian C. Menjadikan kawasan penghubung antara  untuk lahan  pertanian atau  pemukiman. Ketika hujan turun tidak ada yang akan menyerap air lagi. Ditambah lagi pemukiman penduduk tidak rata, Pembangunan infrastruktur yang asal-asalan, ditambah lagi cuaca si daerah tersebut sangat ekstrim. Ketika hujan turun lebat, banjir tidak dapat dielakkan, akibatnya banyaknya korban jiwa, kerugian hasil pertanian, rusaknya fasilitas dan infrastruktur dan kerugian harta benda.

       

      Mengenai permasalahan banjir yang belum selesai di negeri ini, karena sistem Kapitalis hari ini, pemerintah tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Mereka malah sibuk memperkaya diri sendiri, dan menyerahkan pengelolaan SDA kepada asing. Ketika pengelolan diserahkan kepada asing tentu mereka hanya mengambil keuntungannya saja. Tidak peduli lingkungan akan rusak. Sehingga rakyat yang akan merasakan dampaknya. Saat bencana itu terjadi, bantuan kemanusiaan sangat lambat, masih banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan logistik, pakaian, makanan dan tempat tinggal. Kalau ada pun bantuan, untuk mendapatkannya dipersulit. Ini bentuk abainya pemerintah terhadap rakyat nya.

        Dalam Islam terjadinya kerusakan di darat dan di laut ini dijelaskan dalam surat Ar-Rum: 41

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Marilah kita membuka mata, hati dan pikiran kita bahwa Islam yang merupakan rahmat untuk seluruh alam mempunyai solusi yang bisa mengatasi banjir dan genangan. Islam dalam naungan negara yaitu Khilafah tentu memiliki kebijakan efektif dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir. 


pertama, pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletsyer, dan lain sebagainya.


Kedua, Negara Islam membuat kebijakan tentang master plan, di mana dalam kebijakan tersebut ditetapkan sebuah kebijakan yaitu pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya, dengan memperhatikan konsep kepemilikan individu, umum dan swasta.


Ketiga, Khilafah akan membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengob atan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.


Keempat, Khilafah menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi.


Khilafah juga menetapkan kawasan hutan lindung, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin. Khilafah menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu.


Kelima, Khilafah terus menerus menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan.


Keenam, dalam menangani korban-korban bencana alam, Khilafah akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana.


Khilafah menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai.


Ketujuh, Khalifah sebagai kepala negara akan mengerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah-taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT.


Itulah kebijakan Khilafah islamiyah dalam megatasi masalah banjir, karena yang harus kita pahami bahwa selain banjir merupakan qodho (ketetapan dari Allah SWT) tetapi kita harus mengambil pelajaran yang berharga dari bencana banjir yang terjadi.

Pada masa kejayaan Islam, Khilafah mampu menghasilkan insinyur yang mampu menangani masalah banjir:

       Insinyur Al-Fargani (abad 9 M) telah membangun at yang disebut milimeter untuk mengukur dan mencatat tinggi air sungai Nil di berbagai tempat. Stelah bertahun-tahun mengukur, Al- Fargani berhasil mempresiksi banjir sungai Bil, Al-Fargani berhasil memprediksi banjir sungai Nil baik jangka waktu pendek atau jangka panjang. 

      Peradaban Islam memiliki jasa yang tidak ternilai dalam mengendalikan Debit air. Abu Raihan al-Biruni ( 973-1048) mengembangkan teknik untuk mengukur beda tinggi antara gunung dan lembah guna merencanakan irigasi . Abu Zaid Abdi Rahman bin Muhammad bin Khaldun Al-Hadrami menuliskan dalam kitab monumental tentang “Muqaddimah” suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi iklim. 

        Kemampuan peradaban Islam bertahan berabad-abad, bahkan terhadap berbagai bencana alam termasuk kekeringan dan banjir adalah buah sinergi dari keimanan, ketaatan kepada Syaikh, dan ketekunan mereka mempelajari sunnatullah sehingga mampu menggunakan teknologi yang tepat dalam mengelola air, dan menghadapi banjir.

 Kita pasti ingin masalah banjir ini tidak terulang lagi,karena itu mari segera kita dukung segera penerapan syariat hukum Sang Pencipta (Al Khalik) dalam naungan Khilafah Islamiyah. Wallahua’lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak