Akankah, Kartu Pra Kerja Mengentaskan Pengangguran?

Oleh : Hawilawati*



Sebagaimana dilansir Kompas.com : menurut Jokowi, Kartu Pra Kerja diberikan bagi anak-anak muda yang baru tamat dari sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau lulusan perguruan tinggi yang akan mencari kerja.

Melalui kartu ini, para lulusan sekolah bisa mendapatkan program pelatihan keterampilan atau vocational training. Pemilik kartu tersebut mendapatkan dana insentif. Namun, waktunya terbatas, sekitar 6-12 bulan  (10/03/19)


"Mengenai kartu pra kerja, kartu ini kita siapkan untuk anak-anak muda yang lulus dari SMA atau SMK maupun yang lulus dari politeknik/perguruan tinggi untuk bisa masuk ke industri untuk dapat pekerjaan," jelas Jokowi. Menurut dia, para pemegang kartu ini nantinya akan mendapat pelatihan sehingga dapat meningkatkan kemampuannya. Pelatihan ini tidak hanya dilakukan di dalam negeri, namun juga di luar negeri (merdeka.com)


Terlepas pro dan kontra wacana kartu pra kerja, memang sudah kewajiban penguasalah menjaga warganya dari lemah finansial. khususnya adalah kaum laki-laki dari pengangguran. Karena  finansial ini akan utama digunakan rakyat untuk memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) baik untuk dirinya maupun orang-orang yang akan dinafkahinya,  yang tak boleh ditunda.


Action mengentaskan pengangguran, sejatinya wajib dilakukan penguasa  saat menjabatnya tak harus menunggu nanti atau terpilih lagi.P enyebab pengangguran yang tiap tahun meningkat di negeri ini, tentu menjadi PR besar untuk dicarikan solusi tuntasnya. 


Sebab pengangguran  bukan semata-mata karena faktor individu saja, seperti : kemalasan individu, uzur/cacat atau rendahnya pendidikan dan keterampilan. Melainkan juga karena faktor ekonomi sosial yang turut mempengaruhinya, seperti : 

Ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan,  kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat, 

pengembangan sektor ekonomi non-real dan banyaknya tenaga kerja wanita yang lebih diprioritaskan industri hingga mempersempit tenaga kerja laki-laki.


Jika ditinjau penyebab  pengangguran dari 2 faktor tersebut, maka solusi pengangguran tak cukup hanya diperbaiki dari faktor individu saja, yaitu  memberikan kartu pra kerja yang akan digunakan untuk meningkatan skill agar mampu bersaing di dunia kerja. Namun solusi pun harus dilakukan dari faktor ekonomi sosial, dalam hal ini penguasa harus : 


1. Membuat  kebijakan yang pro rakyat, dengan membuka lapangan pekerjaan halal yang seluas-luasnya bagi rakyatnya sendiri bukan diperuntukkan tenaga kerja asing.


Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut saja, tapi hukumnya wajib yang akan mendatangkan pahala dan jika tidak dilakukan akan mendatangkan dosa.


Apabila salat telah dikerjakan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum’ah: 10)


Bekerja  juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang teramat mulia.


“…kalau ada seorang ke luar dari rumahnya untuk bekerja guna membiayai anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah fisabili syaithan atau karena mengikuti jalan syaithan.” (HR. Thabrani)


Sebab itu negara akan membuka lapangan pekerjaan halal yang seluas-luasnya bagi kaum laki-laki sehat, tanpa terkecuali. Apakah ia berpendidikan tinggi atau tidak. Apakah ia masih muda atau sudah separuh baya, selama masih sehat bugar maka tidak boleh ada kaum laki-laki yang menganggur. Terkecuali laki-laki tua renta, lemah tak berdaya untuk bekerja, tak memiliki kerabat yang mampu menafkahinya, maka negaralah yang akan menyantuni segala kebutuhannya, haram untuk diterlantarkan.


Pernah dikisahkan bahwa ketika Rasulullah didatangkan pengemis laki-laki yang masih bugar, Rasulullah tidak serta merta memberinya harta. Beliau justru bertanya pada si peminta tersebut, “Apa kau memiliki sesuatu di rumah?”


Sang laki-laki itu menjawab : "Saya hanya punya sehelai kain dan sebuah cangkir ya Rasululullah".


Lalu Rasululullah menyuruh laki-laki itu pulang untuk mengambil kedua barang tersebut, kemudian Rasululullah membantu melelang dua barang tersebut kepada para sahabatnya yang saat itu sedang berkumpul. Dari hasil lelang tersebut diperolehlah 2 dirham, kemudian Rosululullah berpesan kepada laki-laki pengemis tersebut :


Gunakanlah uang satu dirham ini untuk membeli makanan di pasar dan sedirham lain untuk sebuah kapak. Sesuai dengan pesan Rasulullah , Ia lalu pulang ke rumah dan memberi makanan kepada keluarganya. Ia pun turut makan hingga kenyang. Dan kapak yang kini dimilikinya sebagai alat untuk bekerja mencari kayu bakar lalu ia menjualnya.


Dua pekan kemudian laki-laki tersebut datang kembali menghadap Rasul, kali ini bukan untuk mengemis melainkan memberi kabar bahwa saat ini ia telah memiliki 10 dirham dari hasil mencari kayu bakar dan menjualnya selama dua pekan. Sungguh senang laki-laki tersebut sehingga dapat bekerja layaknya seorang laki-laki. Rasululullah pun turut bergembira mendengar kabar tersebut.


Seperti itulah Rasululullah yang statusnya juga sebagai seorang kepala negara Islam di Madinah, sigap dan cepat tanggap memberikan solusi pengangguran. Tak membiarkan rakyatnya tak bekerja dalam waktu yang  lama hingga muncul keputus asaan dan  malas. Alhasil  mengemis bergantung kepada orang lain sampai dirundung kesedihan. Beliau tidak memanjakannya dengan memberinya harta bagi laki-laki yang mengemis tersebut, bukan pula janji manis, melainkan peluang usaha untuk nyata bekerja.


Dari kisah ini pula diketahui bahwa Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berusaha dan bekerja, apapun pekerjaannya selama itu halal.


Menganggur bagi muslim justru akan menurunkan izzahnya, sekalipun ia adalah orang yang sangat salih taat beribadah.


Dari Muhammad bin Ashim, dia berkata, “Telah sampai berita padaku bahwa Umar bin Khatab ra. Jika melihat pemuda yang membuatnya kagum, maka ia akan menanyakan perihal anak itu, ‘apakah anak itu memiliki pekerjaan?’ jika dikatakan, ‘Tidak’, maka ia akan berkata, ‘Telah jatuh satu derajat anak muda itu di mataku’.”


2. memperioritaskan tenaga kerja laki-laki karena sejatinya kaum laki wajib mencari nafkah 


Bagi kaum perempuan, bekerja tidaklah diwajibkan, dari mana ia akan mendapatkan nafkahnya? Tentu ia akan mendapatkan hak nafkahnya dari kaum laki-lakinya.


Jadi  yang didorong untuk gigih bekerja adalah kaum laki-lakinya bukan kaum perempuan. Karena sejatinya kaum perempuan dalam syariat Islam, mendapatkan hak istimewa nafkah dari kaum laki-lakinya. Dan akan diproyeksikan menjalankan peran mulianya sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangganya.


Ia akan fokus menjaga generasinya tidak  hanya mengandung, melahirkan, menyusui namun akan berperan penting dalam mengasuh dan  mendidik dengan ilmu agama yang mumpuni. Hingga generasi yang dimiliki bangsa adalah generasi tangguh yang berkepribadian Islam. Kelak generasi berkualitas hasil didikan kaum perempuan cerdas ini menjadi pemimpin masa depan.


Kita bisa bayangkan jika jutaan laki-laki usia produktif dan berpendidikan di negeri ini menganggur maka  ada berapa banyak perempuan yang tak terpenuhi hak nafkahnya, ini adalah kezaliman yang tak boleh dibiarkan.


3. Menyiapkan sumber keuangan yang akan digunakan untuk membiayai pendidikan, skill yang berkualitas dan investasi membuka lapangan pekerjaan


Banyak pertanyaan saat kartu pra kerja ini diwacanakan petahana. Dari mana dana yang akan dialokasi untuk jutaan pengangguran berpendidikan tersebut. Sementara kas negara terus mengalami defisit. Ditambah utang kepada IMF yang tak kunjung lunas,  bahkan nasib ribuan guru honorer saja masih menjadi persoalan yang tak terselesaikan, yang sangat jelas mereka sudah mendedikasikan dirinya untuk mencerdaskan anak bangsa yang seharusnya lebih diprioritaskan  untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak dan manusiawi.


Dalam Islam dana pendidikan, peningkatan skill serta pemberian modal bagi rakyat yang ingin berwirausaha dalam mensejahterakan rakyat (seperti kaum guru) bisa diambil dari harta yang terdapat di kas negara (Baitul Maal). Negara memiliki harta yang  cukup karena adanya sumber-sumber keuangan yang dimilikinya.


Di antaranya dari pengelolaan sumber daya alam. SDA yang melimpah ruah, adalah milik umat (Al-milkiyyah Al-ammah) maka harus dikelola negara dan akan dikembalikan kembali hasilnya untuk kesejahteraan rakyatnya, termasuk memberikan pendidikan dan skill terbaik bagi rakyatnya.


SDA milik rakyat tidak boleh diprivatisasi atau di monopoli oleh korporasi swasta ataupun asing. Hal inilah yang menghambat kas negara bangsa ini tidak sehat, sehingga  tak ada pemasukan harta, sementara harta itu dapat digunakan membiayai kebutuhan rakyatnya. karenanya SDA yang dikelola asing harus diambil dan dikelola kembali oleh negara yang nantinya akan digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya.


4. Meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal  untuk dikembangkan di sektor real baik di bidang pertanian, kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan. 


Wilayah daratan Indonesia sangat luas  dan subur, ini berpotensi untuk meningkatkan  sektor pertanian dengan  menanam kembali berbagai jenis tanaman, hingga banyak menghasilkan produk lokal yang bisa dijual dipasar. Tentu hal ini harus diimbangi dengan "stop pangan import, stop menjadi negeri pasar" karena kebijakan pangan import selain akan menyebabkan negeri ini mengalami  "food trap"dengan negara lain, juga akan mematikan perkembangan sektor pertanian dalam negeri. 


Lahirnya pengangguran karena dampak kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, dan lebih pro terhadap kaum kapital liberal.


Islam agama yang paripurna mampu menyelesaikan segala problematika manusia, tak terkecuali solusi mengentaskan pengangguran dan menyehatkan kembali kas negara dengan sumber keuangan yang halal yang dapat digunakan untuk kebutuhan rakyatnya tanpa harus bergantung pinjaman kepada bank dunia (IMF). 


Yang sejatinya, negara adi daya barat tidaklah memiliki misi menyelamatkan negeri-negeri Islam yang terpuruk ekonominya. Justru  melakukan ekspansi dengan tameng meminjamkan utang dengan konsep ribawi dan investasi haram hingga akhirnya dikondisikan bangsa melepas satu persatu aset negara demi membayar utang kepada IMF, sungguh ironis. 


Betapa pentingnya penguasa memahami betul kebutuhan rakyatnya, tak cukup memperbaiki masalah pengangguran dengan  memperbaiki  faktor individu saja tapi juga harus memperbaiki segala kebijakan penguasa yang ada berdasarkan syariat Allah. Sungguh apa yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya adalah  amanah besar yang harus dijalankan dengan  pengurusan yang seharusnya, hingga rakyat bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sebagaimana layaknya manusia hidup, yang semua itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Azza wajalla.


Rasulullah saw,

«اَلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَتِهِ»


Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Wallahu a'lam Bishowwab


*(Praktisi Pendidikan)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak