Adopsi dalam Islam

Oleh: Ina


Dalam kehidupan berumah tangga, keinginan untuk mempunyai keturunan atau anak adalah sebuah naluri, dan merupakan salah satu tujuan berkeluarga. Namun tidak semua keluarga berkesempatan untuk mendapatkan keturunan. Padahal, dengan hadirnya seorang anak, pastilah akan menambah kebahagian dan kehangatan dalam sebuah keluarga. Terlebih lagi, apalabila anak tersebut kelak menjadi anak yang shaleh yang dapat mendoakan serta menghantarkan orangtuanya ke surga. Kenyataan inilah yang menjadi salah satu pendorong bagi pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak untuk mencari jalan keluar dengan mengadopsi anak.


Sebagaimana yang terjadi di Medan. Sepasang suami istri berinisial R dan P telah memperoleh seorang anak dari ibu yang kurang mampu dari segi finansial dan membutuhkan biaya pada 27 Juli 2017. R dan P membiayai seluruh biaya persalinan dan memberikan bekal juga ucapan terima kasih pada ibu dari bayi tersebut. Namun sayang, sebagaimana yang dilansir pada theAsianparent.com, bahwa tindakan yang dilakukan oleh R dan P ini termasuk dalam kasus adopsi ilegal. Sebab, ibu kandung dari anak tersebut, sudah tiga kali menyerahkan anaknya untuk diadopsi, sejak tahun 2003. Akhirnya, bukan kehangatan dan kebahagiaan yang didapat, melainkan sanksi hukum yang harus diterima. Tak hanya ibu kandung yang mendapat hukuman, melainkan Bidan yang membantu persalinan, hingga orang tua angkat pun mendapat hukuman sesuai undang-undang yang berlaku.


Pemahaman adopsi yang berkembang di masyarakat saat ini, pada umumnya adalah pemahaman liberal, yang menciptakan aturan sendiri, tidak menerapkan hukum Islam dalam praktek adopsi. Maka tak heran, banyak pula yang tidak mengetahui bahwa ada peraturan khusus yang diberlakukan untuk kasus adopsi dan Islam pun mengatur hal tersebut. Dalam praktek adopsi saat ini, nasab ayah kandung dihilangkan dan diganti nasabnya pada ayah angkat. Padahal, membahas tentang nasab selalu terkait dengan hukum halal dan haram dalam berinteraksi di kehidupan sehari-hari. Nasab yang dihilangkan bisa menyebabkan hubungan atau interaksi yang haram bisa menjadi halal. Inilah yang tidak benar dan pasti akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Lantas, bagaimana Islam memandang tentang kasus adopsi ini?


Pada masa-masa sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rasul, praktek adopsi sudah dikenal. Anak adopsi dinasabkan kepada bapak angkatnya dan mendapatkan warisan dari bapak angkatnya. Namun kebolehan mengadopsi anak ini dihapus setelah turun QS. Al Ahzab 4 -5, yang mengharamkan adopsiatas umat islam secara mutlak.


QS. Al Ahzab 4 :


Artinya: Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam satu rongganya dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan dari mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).


QS. Al Ahzab 5 :


Artinya: Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu, dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.


Dalam hukum islam tidak mengenal pengangkatan anak dalam arti menjadikan anak kandung secara mutlak, hanya diperbolehkan untuk memelihara, merawat, mendidik, memberikan cinta kasih sayang, serta memberikan kebutuhannya, bukan memperlakukan sebagai anak kandung atau nasab. Karena dalam Islam, anak yang diadopsi tetap bernasab kepada bapak kandungnya bukan kepada bapak angkatnya. Dalam hal ini ada beberapa konsekuensi, antara lain:

 1. Statusnya bukan mahrom terhadap orang tua angkatnya.

 2. Jika anak adopsi tersebut perempuan maka yang berhak menikahkan adalah bapak kandungnya, bukan bapak angkatnya.

 3. Tidak mendapatkan warisan dari orang tua angkat karena prinsip pokok dalam hukum waris Islam adalah nazab atau keturunan. Untuk waris ini masih dimungkinkan jika ada wasiat, tetapi tidak boleh lebih dari 1/3 harta warisan bapak angkatnya (Kompilasi Hukum Islam Pasal 209 ayat 2)


Semoga pemahaman ini bisa memberikan pencerahan bagi pelaku adopsi sehingga niat mulianya untuk merawat, mendidik anak angkat mendapat ridha dan pahala Allah SWT. bukan malah mendapatkan murka Allah. Wallahu'alam bish shawab. 


45Zahra

Ibu, Istri, Anak, Pribadi pembelajar yang sedang suka menulis.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak