Oleh: Rina Tresna Sari, S.Pd.I
(Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Krearif)
Indonesia memang dihuni oleh mayoritas muslim, namun pemikiran sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) rupanya sudah mencelup pola pikir umat Islam di Indonesia ini, sehingga tidak sedikit umat yang kemudian kehilangan jati dirinya,menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, sehingga semua orientasi hidup ditujukan pada kehidupan dan kesenangan duniawi yang fana ini, begitupun dengan standar hidupnya.
Salah satu contoh nyata adalah pertanyaan yang viral di media masa dalam acara Kominfo Next di Hall Basket Senayan, Jakarta, “Yang gaji kamu siapa?”, pertanyaan retoris dengan maksud tersendiri. (cnnindonesia,com, 31/01/2019).
Sebuah Potret cara berpikir sekuler di kalangan pejabat bahkan umat. Sebagai salah satu pemikiran dangkal dimana hidup dan ketaatan hanya distandarkan pada sebuah materi.
Menguatnya pemikiran sekuler ini (memisahkan agama dari kehidupan) sungguh merupakan sebuah indikasi merosotnya pemikiran umat, pemikiran umat sudah terbelokan hanya untuk mencari kesenangan dunia, hidup hanya untuk bekerja, tanpa tersadar bahwa sebenarnya kehidupan ini fana, karena semua harta dan kemewahan tidak akan dibawa mati, kecuali amal kebaikan.
Pemikiran sekuler ini telah merasuk pada diri umat dan menjadikan umat gagal fokus dalam memaknai hakikat kehidupan, sehingga nilai ketaatan dan loyalitas pun tergadaikan, manusia akan memberikan ketaatan hanya kepada siapa yang menggajinya, walaupun ketaatan itu menggadaikan keimanan dan loyalitas yang seharusnya mereka berikan kepada Sang Pencipta Kehidupan. Lupa akan siapa yang membuatnya bisa bekerja, siapa yang membuatnya hidup, yang memberi kesehatan, dan yang memberi kenikmatan harta melimpah. Apalagi, semua pemberian itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Pemberi Kenikmatan.
Nabi SAW bersabda, “Kedua kaki seorang hamba tidaklah berpindah pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai umurnya, dimanakah ia habiskan; ilmunya, dimanakah ia amalkan; hartanya, bagaimana cara ia mendapatkannya dan infaqkan; dan mengenai badannya, di manakah usangnya.” (HR. At-Tirmidzi, shahih).
Maka dari itu, sudah selayaknya seseorang tidak menyombongkan diri akan apa yang mereka dapatkan di dunia. Kemewahan dunia hanya sebuah fatamorgana yang memperdaya dan merjerumuskan dalam lubang kesesatan. Menggiurkan hingga memalingkan dari kebenaran. Bertindak semaunya selama ada kebermanfaatan dibaliknya. Inilah kungkungan sistem yang telah meracuni pemikiran manusia. Tanpa sadar membuatnya bingung menentukan arahan hidup yang jelas dan benar.
Menyadari bahwa perjalanan hidup sangatlah berat, mengais bekal menuju kehidupan akhirat. Penuh pengorbanan hingga menguras pemikiran, waktu, harta, maupun tenaga. Karena pada hakikatnya, tujuan manusia hidup hanyalah untuk beribadah kepada Sang Pemberi Kenikmatan, Allah SWT. Dengan menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan dan aturan-Nya sebagai jalan kehidupan.
Karenanya, saatnya kita kembali pada sistem Islam. Sistem yang akan mengembalikan umat pada kemuliaan dan mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Dimana hanya dengan sistem Islam inilah bukan hanya kebahagian dunia yang dapat diraih tetapi juga kebahagiaan dan keselamatan di akhirat kelak, sebagai kehidupan yang abadi dapat diraih.
Allaahu a'lam bu ash-shawab.