Murni Sari
(Aktivis Penggerak Peradaban)
Pada tanggal 17 Februari 2019 digelar debat ke-2 Pilpres yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi. Banyak hal menarik yang terjadi. Termasuk di antaranya ribut soal data yang diklaim hoax oleh sebagian kalangan. Salah satunya seperti dinyatakan capres 01 Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan tidak ada lagi kebakaran hutan dan lahan selama 3 tahun terakhir.
Capres 01 menyatakan dengan tegas bahwa kebakaran lahan gambut tidak terjadi lagi dan ini sudah bisa kita atasi. Dalam 3 tahun ini tidak terjadi kebakaran lahan gambut dan itu adalah kerja keras kita semua. Lebih lanjut dinyatakan penyebab tidak ada kebakaran hutan dan lahan karena penegakan hukum yang tegas. Disebutkan ada 11 perusahaan yang telah di beri sanksi, yaitu sanksi denda sebesar 18,3 triliun.
Selanjutnya disebutkan juga negara telah memenangkan gugatan perdata terhadap 11 perusahaan yang harus membayar ganti rugi akibat kerusakan lingkungan dan kebakaran lebih dari 17 triliun. (detik.com)
Pernyataan di atas rupanya berbeda dengan data menurut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang merekapitulasi bencana alam, termasuk kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Berikut data BNPB:
1. Tahun 2019 (hingga Februari): 5 kali kejadian karhutla, 1 orang hilang/meninggal dunia
2. Tahun 2018: 370 kali kejadian karhutla, 4 orang hilang/meninggal dunia
3. Tahun 2017: 96 kali kejadian karhutla, tak ada korban jiwa/hilang
4. Tahun 2016: 178 kali kejadian karhutla, 2 orang hilang/meninggal dunia
Bukan hanya itu terkait dengan 11 perusahaan yang dinyatakan telah membayar sanksi denda sebesar 18,3 triliun menurut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Green Peace Indonesia dalam akun Twitter resminya, @GreenpeaceID menyebut belum ada sebelas perusahaan itu yang membayar ganti rugi ke negara.
Kapitalisme, Biang Hoaks?
Menilik apa yang sedang terjadi hari ini, rasanya persis seperti apa yang disabdakan baginda Rasulullah 14 abad yang lalu. Kala itu beliau bersabda, “Akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh tipudaya. Pada tahun-tahun itu pendusta dibenarkan, orang jujur didustakan, pengkhianat dipercaya, orang terpercaya dianggap pengkhianat. Pada masa itu yang banyak berbicara adalah ruwaybidhah,“. Lalu ada yang bertanya, “Apa itu ruwaybidhah?” Rasul menjawab, “Yaitu orang dungu yang berbicara tentang urusan orang banyak“. Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Ibu Majah, Rahiimahullaahu Ta’ala.
Dalam hadits ini Rasulullah dengan jelas menggambarkan sebuah situasi politik yang sangat kacau yang akan dihadapi umat Islam di penghujung jaman. Dan kekacauan ini tak lain disebabkan munculnya rezim kekuasaan yang jauh dari tuntunan syariat karena membangun kekuasaannya di atas kedustaan dan pengkhianatan terhadap petunjuk kebenaran.
Iklim yang terbangun di bawah payung kekuasaan seperti ini pun digambarkan sebagai iklim yang penuh intrik dan tipudaya. Persis sebagaimana terjadi saat ini. Politik elektoral hari ini faktanya memang kian dipenuhi dengan narasi berbau hoax, kebohongan dan berbagai bentuk pencitraan. Terlebih jelang perhelatan pesta demokrasi sekira dua bulan ke depan. Eskalasi politik bahkan terasa kian brutal. Masing-masing kubu mengeluarkan berbagai jurus jitu sebagai ikhtiar memenangi kontestasi, tak peduli halal haram. Saling serang, saling hujat, saling fitnah dan saling menjatuhkan.
Bahkan rezim pemegang kekuasaan hari ini tak sungkan-sungkan memproduksi narasi kedustaan untuk memenjara dan memberangus pihak lawan. Seolah-olah, strategi politik kotor semacam ini absah saja dilakukan. Dan semua tak lain demi meraih dan melanggengkan kekuasaan.
Mirisnya, tak sedikit masyarakat yang kian kehilangan sikap kritis dan kepekaan. Sebagian dari mereka justru tergiring untuk turut menerima semua kondisi ini sebagai sebuah kewajaran. Bahkan ada yang akhirnya terjebak dalam fanatisme buta yang berujung perseteruan. Bahkan tak sedikit media yang digunakan untuk memproduksi dan menjual kebohongan, sedemikian rupa kemasannya hingga tak lagi jelas mana benar mana salah.
Dalam sistem politik demokrasi, semua kekacauan ini memang sangat diniscayakan. Ini dikarenakan, demokrasi tegak di atas asas sekulerisme liberalisme yang menafikan peran agama sekaligus mempertuhankan kebebasan. Jargon vox populi vox dei (suara rakyat suara tuhan) yang menjadi ruh ide demokrasi menunjukkan bahwa halal haram tak ada tempat dalam pengaturan kehidupan. Semua serba profan, tak punya visi keakhiratan.
Islam Solusi
Dalam Islam, politik itu mulia dan agung, karena politik tak hanya berdimensi duniawiyah alias profan tapi juga ukhrawiyah. Dengan politik, negara dan penguasanya mengurus dan melindungi umat atau rakyat hingga mereka bisa merasakan kebahagiaan hidup sebagai manusia, sekaligus bisa memfungsikan dirinya sesuai dengan tujuan penciptaan. Yakni sebagai khalifah pembangun peradaban juga penebar rahmat di muka bumi. Bukan sebaliknya.
Fakta tersaji sejak sistem rusak ini dipaksa untuk diterapkan, umat justru kehilangan martabatnya sebagai khairu ummah. Suatu hal yang melekat berabad-abad selama mengadopsi sistem politik Islam.
Dengan sistem politik demokrasi, kekuasaan dan kepemimpinan terbuka lebar buat para kriminal, pelaku kemaksiatan, selama didukung para pemilik modal. Wajar jika akhirnya kebijakan-kebijakan yang dilahirkan jauh dari nilai-nilai kebenaran, menumbuh suburkan perilaku koruptif, liberal, memiskinkan, bahkan memberi karpet merah terhadap penjajahan dan intervensi asing.
Miris di tengah berbagai kebobrokan - meski tak jarang dikemas indah- yang kian banyak bermunculan, masih saja banyak yang berharap demokrasi sebagai jalan perubahan. Harapan inilah yang justru menjauhkan umat dari kebangkitan hakiki dengan Islam. Karena sejatinya demokrasi memang lahir untuk menegasikan Islam. Bukan untuk memuliakannya.
Inilah PR terbesar bagi para pejuang perubahan. Yakni bagaimana membongkar kepalsuan demokrasi sekularisme liberalisme sejak dari cabang hingga ke akar. Lalu menghadirkan gambaran keindahan sistem politik Islam di benak umat, dari akar hingga ke daun mulai konsep hingga tataran penerapan.
Sebab janji Allah itu pasti. Selain syariat Allah suatu saat akan tumbang, digantikan oleh sistem Islam, dengan terterapkannya syariah secara kaffah. Firman Allah,
“Ya Rabbku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (QS. Al Isra: 80). Wallaahu a’lam.