Oleh : A. Ingke
(Muslimah Peduli Umat)
Unicorn, frasa yang belakangan menjadi viral diberbagai forum pasca debat Presiden putaran kedua, 17 Februari 2019. Kembali menegaskan kebanggaannya terhadap yang disebutnya sebagai prestasi anak bangsa, Persiden Jokowi menyatakan ”Inilah kesempatan kita untuk bisa sejajar di dunia” di Sentul Internasional Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/2).
Di Indonesia setidaknya saat ini sudah terdapat empat unicorn (Go-Jek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak). Unicorn adalah sebutan bagi start-up alias perusahaan rintisan yang bernilai diatas satu miliar dollar AS atau setara Rp 13,5 triliun (kurs Rp 13.500 per dollar AS). Jumlah unicorn Indonesia tersebut termasuk banyak dibanding negara-negara di Asia Tenggara. Pertanyaannya mengapa banyak unicorn itu muncul di Indonesia?
Ekonom Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko bercerita, beberapa waktu lalu, dirinya bertemu dengan Dubes Singapura. Dalam pertemuan itu ada diskusi, mengapa unicorn-unicorn muncul dari Indonesia. "Salah satu yang muncul itu, karena di sini (Indonesia) tidak ada aturannya. Karena tidak ada aturannya orang jadi berkreasi semaksimal mungkin," ucap dia dalam FGD BTPN di Bali, pekan lalu.
Selain itu, munculnya unicorn tersebut karena adanya kesempatan yang besar di Indonesia. "Yang kedua opportunity itu ada di sini, tidak di sana," ujarnya. Mengenai saat menjadi unicorn, perusahaan-perusahaan itu ternyata diambil alih oleh investor asing. Prasetyantoko menilai hal tersebut bukan merupakan suatu masalah, tetapi merupakan paradoks yang alamiah. "Karena opportunity di sini, sehingga ruang untuk berkembang itu ada di sini. Tetapi begitu dia muncul jadi unicorn, asing yang ambil, take over. Bagi saya ini alamiah untuk pasar indonesia. Karena di sini ada oppurtunity, begitu dia mau naik harus ada injeksi asing," paparnya. (Kompas 12//02/2019)
Berbeda dengan pendapat Ekonom Prasetyantoko, Menkeu Sri Mulyani justru menyayangkan banyaknya milenial yang mau jadi Unicorn. Menurutnya meskipun start-up menawarkan keuntungan sendiri dan telah banyak memberikan contoh industri besar dengan status unicorn, atau bervaluasi mencapai lebih dari US$ satu miliar. Start-up tidak mampu berdiri sendiri tanpa ditopang oleh industri-industri sektor riil. (Viva, 18 Feb 2019)
Beberapa waktu sebelumnya, Executive Director of Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, empat perusahaan Start-up dikuasai asing jelas itu sudah melanggar cita-cita awal pemerintah untuk menjadikannya sebagai usaha Indonesia. "Jadi nggak ada lagi kebanggan, sebelumnya kan sering digembar-gemborkan kita memiliki empat unicorn bahkan ada yang decacorn," tutur Heru kepada SINDOnews di Jakarta, Senin (28/1/2019).
Dari pernyataan tersebut di atas, setidaknya dapat kita tarik kesimpulan bahwa Unicorn di Indonesia diincar asing karena menjanjikan keuntungan bagi para kapitalis. Jumlah Penduduk Indonesia yang mencapai 265 juta adalah target pasar yang sangat luas dan besar.
Memahami bahwa investasi asing untuk pertumbuhan ekonomi merupakan produk kapitalisme yang semu dalam melahirkan kesejahteraan suatu bangsa. Faktanya, justru injeksi investasi asing untuk pengembangan usaha rintisan hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial. Masalahnya di kemudian hari, keuntungan yang diperoleh para investor tersebut akan dibawa ke negara asalnya. Bahkan ketergantungan terhadap investasi asing justru membuka jalan pengaruh asing terhadap politik, ekonomi, kestabilan dan sikap negara.
Untuk mewujudkan negara yang mandiri dalam bidang ekonomi, maka sistem ekonomi Islamlah yang mampu merealisasikannya. Karena dalam sistem ekonomi Islam diatur secara menyeluruh, bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat, kepemilikan dan bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan hak milik.
Dalam perspektif Islam, negaralah yang seharusnya mengelola usaha-usaha yang bernilai strategis. Bukan malah diserahkan pada asing. Dalam Islam tidak semua sektor bisa dimasuki oleh investor asing. Investasi tersebut diatur sesuai dengan syariat Islam. Standarnya halal-haram. Legal tidaknya suatu investasi, tergantung syariat Islam. Jika syariat Islam membolehkan, maka investasi hukumnya boleh, jika syariat Islam mengharamkan, maka investasi hukumnya ilegal.
Ada beberapa aturan dalam syariat Islam mengenai investasi asing yang wajib dilakukan oleh negara, yaitu sebagai berikut;
1. Investasi asing tidak diperbolehkan melakukan investasi dalam bidang yang strategis atau sangat vital. Contohnya bidang informasi dan komunikasi, pencetakan uang, industri persenjataan,dan lainnya.
2. Investasi asing tidak boleh dalam bidang yang membahayakan. Contohnya investasi dalam budidaya ganja, produksi khamr, dan lainnya.
3. Investasi diperbolehkan dalam bidang yang halal, segala bentuk usaha yang diharamkan oleh Islam, jelas hukumnya haram, misalnya prostitusi, usaha perjudian, produksi khamr, dan lainnya.
4. Investasi asing tidak boleh pada kepemilikan umum (harta rakyat). Contohnya investasi air, hutan dan api (sumber energi).
5. Investasi asing tidak boleh dalam hal yang membahayakan akhlak kaum muslimin. Misalnya pada acara-acara televisi, radio, media cetak, dan sebagainya. Jika tidak membahayakan akhlak kaum muslimin maka dibolehkan.
6. Investasi asing tidak diperbolehkan bergerak di sektor riil dan non riil. Contohnya investasi dibidang pasar modal.
7. Investor yang akan berinvestasi, bukanlah investor yang terkategori muhariban fi'lan. Yang dimaksud dengan muhariban fi’lan adalah negara yang secara nyata memerangi Islam dan kaum muslimin. Hal ini jelas tidak diperbolehkan.
Negara wajib selektif dan tegas terhadap investasi yang melemahkan kedaulatannya baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini dilakukan demi tetap terjaganya kekayaan kaum muslimin tidak lari ke negara asing dan yang lebih utama negara terbebas dari kungkungan hegemoni asing. Sehingga menjadikan negara mandiri, berdaulat penuh tanpa ada campur tangan asing dalam berbagai kebijakannya. Dengan demikian tidak akan ada satu celah pun asing menguasai kaum muslimin.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman,
“…… dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir (untuk mengalahkan) orang-orang yang beriman.” (Qs. an-Nisaa’ [4]: 141).
Wallahu a'lam bishshowab.