Ulasan The Economist, Raport Merah Program Kesejahteraan Indonesia


Oleh : Ummu Hanif (Gresik)


Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, suku bunga acuan dan infrastruktur juga menjadi poin yang dikritik oleh majalah ekonomi asal Inggris, The Economist. Majalah ini menyebutkan prospek 2019 tidak terlalu baik, karena bank sentral juga telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 6 kali dalam 9 bulan terakhir untuk menahan penurunan mata uang. 


Menanggapai ulasan majalah :The Economist”, Staf khusus presiden, Ahmad Erani Yustika menjelaskan pada 2018 kondisi ekonomi dunia tidak berada dalam kondisi yang bugar. Hal ini membuat sebagian negara besar menggunakan kebijakan yang cenderung ketat agar stabilitas ekonomi terjaga. Misalnya, yang menjadi faktor pendorong adalah kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed), kenaikan harga minyak dan dampak perang dagang AS dan China. (www.detik.com, 27/1/2019). 


Kemudian infrastruktur juga masuk dalam poin kritik The Economist. Masih dari sumber yang sama, Erani menjelaskan Rilis World Economic Forum 2017-2018, infrastruktur bukan lagi menjadi tiga masalah utama daya saing di Indonesia. Dia menyebutkan pada tahun-tahun sebelumnya, infrastruktur bersama dengan korupsi dan inefisiensi birokrasi menjadi masalah utama di Indonesia.  Kemudian, pemerintah juga memastikan pembangunan infrastruktur akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (kesinambungan pembangunan).


Analisis the economist tentang kebijakan pemerintah Jokowi di bidang ekonomi hanya menguatkan fakta bahwa kebijakan yang berlandaskan pada sistem buatan manusia memang telah gagal membawa rakyat indonesia menuju masyarakat sejahtera.


Sekalipun ada rekomendasi - rekomendasi solusi atas kritik itu, namun tetap akan bersifat tambal sulam. Karena dalam sistem saat ini, tetap tidak bisa lepas dari masuknya kebijakan – kebijakan yang hanya pro pada pemilik modal. sehingga penting bagi kita untuk terus menyadarkan umat, bahwa kesejahteraan tidak mungkin diwujudkan jika tetap mengukuhi sistem yang menjadi akar masalahnya, yakni sistem kapitalisme neoliberal yang tegak di atas asas sekulerisme. Setiap pilar yang menopangnya rapuh, karena berprinsip liberalisasi dan mengagungnkan investasi asing. 


Sudah saatnya,  umat bersegera kembali kepada sistem Islam dalam pengaturan hidupnya, temasuk ekonomi, agar umat bangkit dari keterpurukan dan meraih kesejahteraan hidup yang disertai keberkahan. 

Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak