(Sumber: bacaanmadani)
Oleh : Vivin Indriani(Member Komunitas Revowriter)
Sebagian besar manusia di jaman ini menjalani kehidupan tanpa memiliki pegangan. Aktivitas kesehariannya banyak dikerjakan tanpa memiliki tolok ukur tertentu. Wajar kemudian kita lihat gaya hidup dan keseharian mereka dilakukan berdasarkan kehendak naluriah semata. Tanpa ada aturan yang jelas sebagai pengaturnya.
Kita menjumpai laki-laki dan perempuan bergaul bebas, berbicara dan berkomunikasi tanpa batas seolah tak ada keharusan membedakan apakah hubungan komunikasi yang mereka bangun termasuk dalam wilayah mahram ataupun bukan. Atau kita juga menjumpai seorang ulama dengan mudahnya menyampaikan dukungan kepada seorang pemimpin yang nyata-nyata telah berbuat kedzaliman kepada dakwah Islam dan masyarakat luas. Kedua contoh aktifitas di atas menunjukkan bahwa mereka yang berbuat seperti itu disebabkan tidak adanya tolok ukur perbuatan terhadap amal-amal yang mereka kerjakan. Seandainya mereka memilikinya, tentu tidak akan mungkin bersedia melakukan perbuatan semacam itu yang menyalahi mabda(ideologi) mereka.
Islam telah menetapkan bahwa standar perbuatan manusia adalah syara'. Tolok ukur bagi manusia untuk menetapkan nilai atas perbuatannya apakah di sebut terpuji atau tercela adalah pandangan hukum syara'. Bukan hawa nafsunya semata. Sehingga apabila syara' telah menetapkan nilai suatu perbuatan itu baik maka itulah perbuatan yang baik. Sebaliknya jika syara' menetapkan suatu perbuatan itu tercela maka otomatis hal itu tercela untuk dikerjakan.
Dengan demikian, manusia akan mampu berjalan di muka bumi di atas jalan yang lurus. Semua perbuatannya dalam kehidupan dunia ini dilakukan berdasarkan petunjuk yang darinya ia mampu memahami hakikat perbuatannya. Seandainya syara' tidak memberikan suatu ketetapan atas nilai tiap perbuatan, maka manusia akan menggunakan standart akalnya untuk menetapkan baik dan buruk, atau terpuji dan tercela.
Maka wajib hukumnya bagi seorang muslim menjadikan syara' sebagai ukuran perbuatannya. Dari sini dia akan mampu membedakan mana perbuatan terpuji dan mana perbuatan tercela sesuai standart hukum syara'. Bukan yang lainnya.
(Disarikan dari kitab Al-Fikru Al-Islamy karya Muhammad Ismail)