"Disampaikan ke saudaranya di luar sana, kalau tidak mau dukung Jokowi jangan pakai jalan tol,"
Itulah sepenggal kalimat yang dilontarkan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi saat menghadiri silaturahmi antara Jokowi dan Paguyuban Pengusaha Jawa Tengah di Semarang Town Square, Semarang, Sabtu (2/2).
Hendrar yang saat itu hadir sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDIP kota Semarang tampak mengelu-elukan paslon nomor 01 dengan menyatakan keberadaan jalan tol yang sudah menyambung dari Jakarta hingga Surabaya merupakan hasil kerja keras Jokowi selama empat tahun terakhir. (CNN Indonesia 2/2).
Tidak bisa dipungkiri, pada era pemerintahan ini pembangunan infrastruktur terkhusus tol memang digenjot habis - habisan. Sehingga tidaklah heran jika kemudian fakta tersebut dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mengunggulkan keberhasilan rezim. Seolah banyaknya infrastruktur yang terbangun cukup untuk menjamin kesejahteraannya rakyat.
Padahal, kondisi di lapangan tidak sepenuhnya demikian. Dilansir oleh (Merdeka 7/12), kajian Bank Indonesia perwakilan Cirebom menunjukkan bahwa dalam kurun waktu kurang 2 tahun beberapa bidang usaha di jalur Pantura telah mengalami penurunan bahkan kebangkrutan, semenjak dibukanya ruas jalan Tol Cikampek-Palimanan (Cipali).
Dari sumber yang berbeda (detikFinance 3/2) mahalnya tarif tol membuat para sopir truk memilih untuk mengalihkan lajunya ke jalur pantura daripada tol trans Jawa. Ketua asosiasi logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita membenarkan alasan tersebut, ia pun secara khusus meminta kepada PT jasa marga agar menurunkan tarif tol Trans Jawa untuk kendaraan pengiriman logistik yang angkanya bisa mencapai 1.5 juta tersebut.
Dua fakta ini, harusnya cukup untuk menyadarkan bahwa ada kalangan lain khususnya kelas menengah ke bawah yang justru menjadi korban. Keberadaan mereka tentu tidak bisa diabaikan begitu saja, karena mau bagaimanapun mereka berhak mendapatkan porsi yang sama dalam menikmati hasil pembangunan seperti tol.
Pada hakekatnya, infrastruktur adalah layanan publik yang harus disediakan oleh negara untuk kemudahan akses transportasi. Baik untuk mengangkut hasil produksi maupun penumpang. Gratis, tanpa bayar. Pembangunannya pun tidak bisa serampangan. Negara, dengan banyaknya aparatur yang ada didalamnya harus memikirkan, bahkan secara kompleks sampai ke tataran ada tidaknya pihak yang dirugikan.
Kepala negara bukanlah jabatan main main mengingat nasib seluruh rakyat sangat bergantung pada setiap kebijakan yang diambilnya. Jabatan ini juga bukan sekedar prestice, atau legalitas untuk menuntaskan kepentingan duniawi.
Dalam tata aturan Islam, kepala negara bertanggung jawab atas terpenuhinya kebutuhan umat baik kebutuhan pokok (sandang pangan papan) maupun kebutuhan dasar (pendidikan, kesehatan dan keamanan). Disamping itu juga harus menjamin tersedianya fasilitas yang memudahkan urusan rakyat. Sehingga, sungguh terlalu dini jika kemudian terselesaikannya pembangunan infrastruktur sudah diklaim sebagai keberhasilan suatu kepemimpinan mengingat kompleks nya tanggungjawab yang harus dipikul seorang kepala negara.
Maya A