Oleh : Yuni Wahyu Untari
Seorang pasien dengan menahan sakit datang ke seorang dokter. Mengeluhkan sakit yang dideritanya. Kemudian sang dokter memeriksa dan mengatakan banyak pesan ke pasien untuk jangan makan ini itu, jangan melakukan hal ini hal itu, harus rutin minum obat juga hal lainnya. Dengan patuh pasien itu mendengarkan dan meniatkan diri untuk memenuhi semua apa yang dikatakan dokter. Sampai dirumahpun dengan tertib dan dan kesungguhan si pasien melakukan apa yang dipesankan sang dokter. Karena dia takut jika tidak melakukan saran dokter, maka ikhtiarnya ini akan membuat dia lama sembuh.
Demikianlah seorang yang takut akan sesuatu tentulah dia akan patuh dan taat untuk mendengarkan nasehat agar ketakutannya tidak menjadi nyata. Sebagai hamba Allah yang takut padaNya juga tentu akan menjalankan semua perintah dan meninggalkan apa yang dilarangNya. Apalagi seorang pemimpin, selain dirinya dia akan membawa orang-orang yang dibawah kepemimpinannya menuju tujuan kemana dia membawa. Sebagai umat islam, tentu tujuan akhir perjalanan ini adalah surga. Jika ada satu orang yang dipimpinnya keluar dari jalan menuju tujuan, harusnya dia takut karena itu menjadi tanggungjawabnya. Dalam kisah yang masyur yaitu Khalifah Umar bin Khathab dan keledai yang terperosok di jalan yang berlubang. Beliau takut akan tanggungjawabnya ketika ditanya Allah, bagaimana dia mengurus apa yang dia pimpin yang menjadi kekuasaannya. Hanya seekor keledai saja membuat takut khalifah, apalagi urusan rakyat. Sedikit saja amanah belum terlaksana cukuplah membuat Umar menangis karena takut.
Kasus kelaparan di Maluku pertengahan tahun lalu, yang berawal dari rusaknya hutan akibat kebakaran termasuk pohon bambu membuat warga tidak bisa membuat pagar untuk mengamankan rumah dan kebunnya dari serangan babi hutan dan hama tikus. Sehingga ladangnya tidak bisa panen dan mengakibatkan kelaparan. Setelah tersiar ada korban jiwa barulah diketahui kondisi tersebut dan aparat turun tangan. ( BBC News Indonesia, 24 Juli 2018, Heyder Affan).
Kasus diatas membuktikan dari hasil yang dilakukan oleh Global Hunger Index- Angka Kelaparan Global yang dilansir oleh lembaga International Food Policy Research Institute (IFPRI), posisi Indonesia berada pada 21,9 pada 2018.
"Angka index di atas 20 menandakan di Indonesia telah terjadi kelaparan pada level serius pada sebagian penduduknya terutama balita, akibat kurang gizi, kurang berat badan dan mengalami stunting (katai) (https://lokadata.beritagar.id)
Pemimpin yang takut pada Allah tidak akan bisa tidur nyenyak dan makan tak enak saat tahu rakyatnya kelaparan. Terlebih sampai ada yang meninggal karena kelaparan. Pemimpin yang mengurus rakyat dan negara harusnya tidak membiarkan hal ini terjadi. Memenuhi kebutuhan rakyat menjadi tugas, amanah dan tanggung jawabnya. Pemimpin harus memastikan semua rakyatnya memenuhi kebutuhannya dengan mudah.
Dalam masa kehidupan sekarang, dimana aturan negara yang membuat manusia dengan segala keterbatasannya, tidak akan mungkin bisa memuaskan semua pihak. Akal manusia tidak bisa menjangkau apa yang ada di kepala masing-masing orang. Sehingga menyandarkan pembuatan aturan dari manusia adalah salah.
Seharusnya manusia dalam menjalankan kehidupannya harus menggunakan aturan Sang Pencipta manusia dan alam semesta, yaitu Allah SWT. Islam sebagai satu-satunya agama sempurna yang diridhoi Allah, dipastikan aturannya bisa memuaskan semua manusia. Sehingga seorang pemimpin harus Islam dan paham dengan Islam.
Pemimpin harus tahu bagaimana caranya mengurus apa yang dipimpinnya, paham agama dan dekat para ulama sholeh, agar kepemimpinannya tidak melenceng dari aturan islam apalagi bertentangan dengan islam. Harus paham kebutuhan rakyat dan bagaimana memenuhinya. Dan tak ketinggalan, pemimpin harus dekat dengan Allah, sang Khalik, minta dibimbing selalu berada dijalan yang diridhoiNya. Pemimpin yang mencintai rakyatnya dan rakyatpun mencintai pemimpinnya.
Bagaimana nasib pemimpin yang dicintai rakyatnya?. Tentu rakyat yang mencintai pemimpinnya akan selalu mendoakan kebaikan baginya dan keluarganya. Kebaikan apalagi yang diharapkan manusia selain kebaikan akherat yaitu sorga Allah yang seluas langit dan bumi. Tidakkah ini menjadi impian dan harapan semua pemimpin. Terlebih yang kini banyak berlomba ingin menjadi pemimpin. Tentulah kebaikan yang mereka harap.
Dari 'Auf Ibn Malik, berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Sebaik-baiknya pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian."
'Auf berkata: Kami berkata: Ya Rasulullah, bolehkah kita memberontak kepada mereka? Beliau saw. bersabda:
Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah kalian.
(HR Muslim)
Di zaman sekarang, entah kebaikan apa yang mereka cari. Dengan fakta seringnya umat islam ditekan dan dibatasi aktivitas keagamaannya menunjukkan dimana pemimpin sekarang berpihak. Pengemban dakwah yang dikriminalisasi juga dengan aturannya yang sering dikritisi. Sebagai contoh pembatasan adzan dengan pengeras suara. Pembiaran partai politik yang menyerang hukum-hukum islam, dengan mengatakan jika berhasil terpilih akan menghapus semua perda syariah. Apakah pemimpin seperti ini bisa dikatakan pemimpin yang hanya takut pada Allah?
Ucapan yang tidak sesuai dengan tindakan merupakan salah satu ciri-ciri orang munafik. Dan ini adalah dosa besar. Naudzubillah min dzalik.