Oleh : Radhiatur Rasyidah, SPd.I
(Pemerhati Remaja & Keluarga; Anggota Akademi Menulis Kreatif Kalsel)
Menurut Soerdjono Dirjosisworo, pengertian narkotika adalah “Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh. Pengaruh tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain.
Peredaran narkoba didunia sangat memprihatinkan, termasuk di Indonesia. Jumlah meninggal dunia akibat mengonsumsi narkotika dan obat berbahaya (narkoba) di Indonesia meningkat, tahun 2012 saja sudah mencapai 50 orang per hari. (mediaindonesia.com)
Sebagaimana yang kita ketahui, hampir setiap tahun, dunia selebretis dihebohkan dengan banyaknya artis yang ditangkap karena kedapatan memakai narkoba dengan beragam jenisnya. Sebagai publik figur, tentu saja kasus yang menimpa mereka akan menjadi sorotan.
Padahal bukan hanya dari kalangan artis, pengguna narkoba atau zenith dan sejenisnya telah merata ke semua lapisan masyarakat. Tak peduli status sosial, tak melihat batasan umur, dari kota hingga pelosok desa, tak terkecuali di Banua kita, Banjarmasin.
Berita narkoba tak pernah surut di berbagai media. Bahkan mungkin, kasus yang tak terlihat jauh lebih besar.
Dilansir dari jejakrekam.com, selama sepekan awal Februari, 55 tersangka berhasil diciduk Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kalsel. Para budak narkoba ini terlibat dalam 39 kasus yang berhasil diungkap Ditresnarkoba Polda Kalsel sepanjang 1-7 Februari 2019. “Dari 39 kasus itu, ada dua kasus yang paling menonjol dengan tersangka berinisial MHF dan RH, warga jalan Mahligai Komplek Nusa Indah dan warga jalan Jahri Saleh Komplek Pandan Arum, Banjarmasin. Keduanya dibekuk petugas pada 6 Februari 2019 lalu,” ujar Sigit Kumoro (Kabag Binopsnal Ditresnarkoba Polda Kalsel).
Ternyata efek dari mengonsumsi narkoba ini sangat lah buruk. Namun, dengan efek buruk seperti itupun, kasus narkoba semakin meningkat bahkan menjerat dan menggurita. Apa sebabnya?
Penyebab utama maraknya narkoba adalah penerapan falsafah sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) dalam masyarakat saat ini.
Ketika kehidupan dunia sudah tidak diatur dengan syari’ah Allah lagi, maka hal ini mengakibatkan banyak yang lalai akan tujuan hidup, lupa akan hari akhir dan kedahsyatannya, lupa bahwa kehidupan ini adalah sawah dan ladang beramal untuk akhirat.
Akibatnya suburlah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (hedonisme) dan serba-boleh (permisif). Masyarakat diubah menjadi pemburu kesenangan dan kepuasan.
Prinsipnya bukan halal-haram atau pahala-dosa, tetapi “uang saya sendiri dan badan saya sendiri, terserah saya, kan tidak mengganggu anda”. Akhirnya, miras, narkoba, perzinaan, seks bebas, pelacuran dan sebagainya menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat.
Ditambah lagi dengan sistem hukum yang saat ini, pecandu narkoba tidak lagi dipandang sebagai pelaku tindak kriminal, tetapi hanya korban atau seperti orang sakit. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Gories Mere mengatakan (Kompas.com, 4/10): “Pencandu narkoba seperti orang yang terkena penyakit lainnya. Mereka harus diobati, tetapi menggunakan cara yang khusus.”
Disisi lain, sanksi hukum yang dijatuhkan terlalu lunak. Vonis mati yang diharapkan bisa menimbulkan efek jera pun justru dibatalkan oleh MA dan grasi presiden. Bandar dan pengedar narkoba yang sudah dihukum juga berpeluang mendapatkan pengurangan masa tahanan. Parahnya lagi, mereka tetap bisa mengontrol penyebaran narkoba dari dalam penjara.
Status Hukum Narkoba
Tak ada perbedaan di kalangan ulama mengenai haramnya narkoba dalam berbagai jenisnya, baik itu ganja, opium, morfin, mariyuana, kokain, ecstasy, dan sebagainya.
Sebagian ulama mengharamkan narkoba karena diqiyaskan dengan haramnya khamr, karena ada kesamaan illat (alasan hukum) yaitu sama-sama memabukkan (muskir).
Sebagian menyatakan haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan dengan khamr, melainkan karena dua alasan; Pertama, ada nash yang mengharamkan narkoba, Kedua, karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. (Syaikh Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm. 177)
Dari Ummu Salamah r.a , ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ
“Rasulullah saw melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309)
Yang dimaksud mufattir, adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342).
Dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah saw bersabda: “tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66).
Ketika akar masalahnya adalah pengabaian hukum Allah, baik secara keseluruhan, ataupun sebagiannya, maka solusi mendasar dan menyeluruh untuk masalah narkoba adalah dengan menerapkan hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan. Kalau ini tidak dilakukan, sudah terbukti persoalan bukan semakin baik, namun semakin memperpanjang masalah. Rasulullah bersabda:
… وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
…Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka. (HR. Ibnu Majah dg sanad hasan).
Ketika syariat Islam diterapkan, maka peluang penyalahgunaan akan tertutup, peluang untuk memproduksi juga kandas.
Landasan akidah Islam mewajibkan negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud itu akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan narkoba. Dengan modal ketakwaan itulah, setiap orang senantiasa merasa diawasi oleh Sang Pencipta, sehingga itu bisa menjadi kontrol di kala sendiri. Lebih-lebih adanya kontrol dari masyarakat yang juga bertakwa.
Disamping itu, alasan ekonomi untuk terlibat kejahatan narkoba juga tidak akan muncul. Sebab pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat (papan, pangan dan sandang) dan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan) akan dijamin oleh negara. Setiap orang juga memiliki kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan sekundernya sesuai kemampuan masing-masing.
Sebagai zat haram, siapa saja yang mengkonsumsi, mengedarkan dan memproduksinya berarti telah melakukan jarîmah (tindakan kriminal) yang termasuk sanksi ta’zir. Pelakunya layak dijatuhi sanksi dimana bentuk, jenis dan kadar sanksi itu diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau Qadhi, bisa sanksi diekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.
Terhadap pengguna narkoba yang baru sekali, selain harus diobati/direhabilitasi oleh negara secara gratis, mungkin cukup dijatuhi sanksi ringan. Jika berulang-ulang (pecandu) sanksinya bisa lebih berat. Terhadap pengedar tentu tak layak dijatuhi sanksi hukum yang ringan atau diberi keringanan. Sebab selain melakukan kejahatan narkoba mereka juga membahayakan masyarakat.
Dengan demikian, tidak ada cara lain untuk menghalau jerat-jerat narkoba yang semakin merajalela ini kecuali hanya dengan diterapkannya sistem Islam secara kaffah.
Wallahua’lam