Sumber Daya Alam itu Milik Rakyat, Bukan Milik Konglomerat


Oleh: Nani Salna Rosa

(Ibu Rumah Tangga)


Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarief, menyoroti maraknya korupsi di sektor Sumber Daya Alam (SDA). Menurut Laode, banyak pejabat di Indonesia yang sengaja menjual murah SDA.


Para pejabat menjual murah sumber daya alam untuk kepentingan pribadinya. Sayangnya, kata Syarief, baru sedikit pejabat nakal tersebut yang ditangkap dan terbukti melakukan korupsi.


"Banyak sekali sumber daya alam di Indonesia dijual murah oleh pejabat. Dan ingat, yang ditangkap itu hanya sebagian kecil dan sebagian besar belum tertangkap,‎" kata Syarief di Gedung KPK lama, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (25/1/2019).


Syarief mencontohkan pejabat yang sudah diproses KPK karena melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan SDA. Beberapa pejabat negara tersebut yakni, Amin Nasution dan Tengku Azman Jafar. 


Dalam pandangan Islam, hutan dan barang tambang adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.


Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola negara untuk diberikan hasilnya kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada hadis riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadis tersebut, Abyad diceritakan telah meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul SAW meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)” Rasulullah kemudian bersabda, “Tariklah tambang tersebut darinya”.


Ma’u al-‘iddu adalah air yang karena jumlahnya sangat banyak digambarkan mengalir terus menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Sikap pertama Rasulullah SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang yang lain kepada seseorang. Akan tetapi, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar, digambarkan bagaikan air yang terus mengalir, Rasul mencabut pemberian itu. Hal ini karena dengan kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut dikategorikan milik umum. Adapun semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu.


Dengan memahami ketentuan syariat Islam terhadap status sumber daya alam dan bagaimana sistem pengelolaannya, bisa didapat dua keuntungan sekaligus, yakni didapatnya sumber pemasukan bagi anggaran belanja negara yang cukup besar untuk mencukupi berbagai kebutuhan negara. Selain itu, negara diharapkan mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap utang luar negeri dalam pembiayaan pembangunan negara.


Dalam sistem ekonomi Islam, menurut An-Nabhani (1990), negara mempunyai sumber-sumber pemasukan tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat melalui Baitul Mal. Baitul Mal adalah kas negara untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran harta yang dikelola oleh negara. Mekanisme pemasukan ataupun pengeluarannya semua ditentukan oleh syariat Islam.


Jelas sekali, pemerintah harus memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya alam negeri ini yang sesungguhnya sangat melimpah. Sudah saatnya, misalnya, hanya BUMN yang berhubungan dengan hutan saja yang mengelola hutan-hutan yang ada di negeri ini. Demikian pula dengan sumber daya lain. 


Eksplorasi emas oleh PT Freeport merupakan kesalahan besar. Sejak tahun 1973, sudah lebih dari Rp500 triliun hasil emas melayang ke luar negeri. Memang pemerintah mendapatkan pajak dan sebagainya. Akan tetapi, pasti angkanya jauh lebih kecil dari hasilnya itu sendiri. 


Andai itu sepenuhnya dikelola oleh negara, dana yang tidak sedikit itu tentu bisa diselamatkan untuk kesejahteraan rakyat. Begitu pula dengan barang tambang lain. Pemanfaatan seoptimal mungkin sumber daya alam itu hanya mungkin bila BUMN yang menangani semua kekayaan milik umum itu dikelola secara profesional dan amanah.


Sudah menjadi rahasia umum betapa di dalam BUMN-BUMN itu selama ini terjadi inefisiensi luar biasa akibat praktik-praktik kolusi dan korupsi. Akibatnya, bukan hanya dana yang tidak sampai ke tangan rakyat, tetapi juga BUMN itu mengalami kerugian.


Bagaimana mungkin PLN, misalnya, yang menjadi perusahaan tunggal dalam pengelolaan listrik bisa merugi? Padahal, tidak ada satu pun rakyat yang tidak menggunakan listrik. Di samping itu, tidak ada perusahaan lain yang menjadi saingan PLN. Itu semua terjadi karena tidak diterapkannya syariat islam secara kaffah, missmanajemen dan korupsi.


Jika syariat Islam diterapkan secara kaffah, maka rakyat akan makmur dan sejahtera, negara tidak perlu berhutang ke sana kemari. Insya Allah.


Allaahu a’lam bi ash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak