Oleh: SW. Retnani S. Pd. ( Praktisi Pendidikan tinggal di Rancaekek)
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki ragam pertumbuhan ekonomi yang bermacam- macam. Ada yang kaya atau biasa disebut kalangan atas dan ada pula yang miskin atau biasa disebut kalangan bawah. Jurang diantara keduanya mencipatakan kalangan tersendiri, mereka menyebutnya kalangan menengah. Ketimpangan yang ada pada tiga kalangan ini tidak hanya berkutat pada kekayaan materi saja. Namun berdampak pula pada sektor pendidikannya. Untuk kalangan menengah- keatas, biaya pendidikan yang sangat melejit bukan suatu masalah. Persoalan ini akan sangat terasa menyulitkan bila yang mengalaminya adalah kalangan bawah. Fenomena resahnya kalangan bawah terhadap biaya pendidikan yang melangit sudah terjadi sejak negeri ini mulai dicengkeram sistem kapitalis- liberalisme. Dan ketika tanggungjawab pemerintah atas pendidikan seluruh rakyat tidak ditunaikan ataupun sedikit demi sedikit bahkan dihilangkan, inilah yang membuat rakyat resah dan kecewa. Salah satunya adalah dihapuskannya jalur SKTM oleh Kemendikbud.
Seperti yang disinyalir dari m.tribunnews.com (16/1/2019) bahwa SKTM dinilai lebih banyak mudarat daripada manfaat, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) secara resmi telah menghapus jalur Surat Keterangan Tidak Mampu ( SKTM).
Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam konferensi pers Permendikbud No. 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) 2019, di Gedung Kemendikbud, Jakarta (15/1/2019).
Menurut beliau SKTM itu justru banyak disalahgunakan keluarga mampu untuk mendapatkan sekolah favorit mereka. Padahal sebenarnya SKTM awalnya dibuat untuk melindungi anak-anak dari keluarga tidak mampu agar mereka tetap mendapatkan haknya untuk bersekolah. Kemendikbud menambahkan, menimbang evaluasi PPDB 2018 yang melihat SKTM lebih banyak mudarat daripada manfaatnya maka melalui Permendikbud baru ini pemerintah memutuskan untuk menghapus jalur SKTM.
Kemendikbud menerima banyak masukan dari para kepala daerah dan evaluasi pelaksanaan PPDB tahun lalu. Melihat lebih banyak mudarat daripada manfaat maka pemerintah memutuskan untuk menghapus SKTM dalam PPDB 2019.
Betapa mirisnya negeri ini, siswa miskin terhempas hanya karena SKTM kandas. Sungguh menggambarkan rezim yang gagal. Kebijakan ini sangat tidak adil bagi rakyat Indonesia yang saat ini mengalami banyak musibah, tekanan dan pungutan. Rakyat dipaksa menerima beban hidup yang berat, termasuk biaya pendidikan yang super mahal.
Problematika kehidupan rakyat tak hanya dalam aspek pendidikan, bahkan rakyat juga dipusingkan dalam masalah politik, sosial, budaya, kesehatan, keamanan hingga perekonomian. Sistem kapitalis telah menyuburkan kerusakan di negeri ini. Korupsi, riba, prostitusi, kedzaliman, pembunuhan, pengangguran, penipuan dll
Semua ini terjadi karena sistem kapitalis memunculkan rezim yang dzalim. Rezim yang hanya mengutamakan kepentingan individu atau kelompok yang memiliki modal besar. Sehingga rezim ini akan selalu gagal dalam meri'ayah umat. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak seluruh rakyat, hanya bisa dinikmati kalangan menengah- keatas.
Berbeda dengan sistem Islam yang senantiasa mengayomi dan bertanggung jawab penuh pada rakyat. Dalam sistem Islam pendidikan gratis. Sebab Islam mewajibkan seluruh kaum Muslim untuk menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Rasululloh saw: " Menuntut ilmu itu kewajiban bagi setiap Muslim laki- laki dan muslim perempuan". HR. Tirmidzi.
Selain itu dalam pandangan Islam pendidikan merupakan hak Umat sehingga keberadaannya wajib dijamin oleh negara. Tidak seperti pandangan sistem kapitalis yang menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan sehingga hanya orang - orang yang mampu bayar saja leluasa untuk menikmatinya. Sementara kalangan bawah yang tidak mampu bayar harus rela berpangku tangan.
Tanggungjawab negara meliputi keamanan, kesehatan dan pendidikan. Baik yang menyangkut gaji guru, infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan. Dengan baitul mal negara membiayai pendidikan. Pendapatan atau pemasukan baitul mal diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam. Seperti emas, minyak bumi, nikel, batubara, gas, hutan dan laut. Sumber pemasukan lainnya adalah waqaf atau sumbangan dari orang- orang kaya. Bisa berupa tanah, rumah dan harta. Islam juga mengajarkan umatnya untuk saling memberi dan menolong. Maka umat akan terbiasa melakukan hibah, infaq dan shodaqoh. Dan hal ini sangat membantu penyebaran kekayaan, sehingga tidak ada kesenjangan sosial.
Maka dengan penerapan sistem Islam akan melahirkan pemimpin yang amanah, bertanggung jawab dan pemimpin yang paham akan pentingnya pendidikan bagi seluruh rakyat. Sebab melalui pendidikan umat akan mendapatkan ilmu, sehingga umat akan mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan. Umat bisa mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana yang diucapkan oleh Umar bin Abdul Aziz: " Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan ukhrowi maka wajib baginya memiliki ilmu dan barangsiapa yang menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu ".
Dengan adanya jaminan pendidikan oleh negara, umat akan lebih bersemangat dalam menggali ilmu. Dan ketika umat memiliki pola fikir yang mustanir atau cemerlang tentu akan mambawa negeri ini menjadi negeri yang berkualitas. Seperti negeri kaum Muslim terdahulu yang memiliki generasi terbaik umat Islam. Diantara mereka adalah Umar bin Al Khatab, Muhammad Al Fatih, Imam Syafi'i dan masih banyak yang lainnya. Kejayaan Islam yang telah berhasil meguasai 3/4 dunia selama 13 abad menjadi bukti nyata kualitas sistem Islam. Sehingga membawa dampak pada kualitas pendidikannya. Berbeda jauh dengan kualitas pendidikan sistem kapitalis yang hanya menghasilkan generasi pecinta ijazah.
Wahai umat Islam, saatnya kita ganti sistem kapitalis. Saatnya umat mendapatkan haknya, termasuk pendidikan yang berkualitas secara gratis. Maka hanya dengan penerapan sistem Islam dalam naungan Khilafah Rasyidah 'ala Minhajj an- Nubuwwah umat akan terpenuhi seluruh haknya.
Wallohu a'lam bish showab.