SHOLAT BUTUH NEGARA


Oleh: Mentik Puji Lestari


Kok bisa?

Mari kita coba amati adakah orang yang tidak sholat?

Hitunglah, ternyata jari kita tidak mampu mewakili hitungan itu saking banyaknya iya apa iya?

Apa urusannya negara dengan sholat?

Coba sebatas mana kamampuan individu untuk mengajak orang sholat yang jumlahnya seabrek itu?

Paling yang bisa dijangkau teman, tetangga, atau saudara dekat itupun jika peduli.


Ya kalau begitu butuh bareng-bareng (jama'ah). Ya betul memang butuh jama'ah yaitu kontrol masyarakat.Tapi lagi-lagi sebatas mana jangkauannya. Misal adanya jama'ah/ormas Islam tertentu atau yang lain, paling ya sebatas komonitas jamaah itu,  tidak bisa ke masyarakat yang lebih luas, seluas negara atau yang lebih luas dari itu.


Gak mugkin kan individu dan masyarakat itu mengontrol satu persatu dengan jangkauan seluas negara siapa yang tidak sholat?

Terus gimana dong, kan kasihan yang meninggalkan sholat.

Sampai ada tuh orang sepuuuh (tua) sampai menemui ajalnya tidak pernah sekalipun bersujud pada pencipta-Nya.

AstaghfiruLlah Na'udzubiLlahi min dzalik.


Ya makanya butuh negara yang peduli dengan keselamatan rakyatnya diakhirat kelak. Adanya negara itu hakikatnya mengatur, mengajak taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dengan begitu hanya negaralah yang bisa memaksa orang yang tidak sholat menjadi sholat, tidak puasa menjadi puasa. 

Ya namanya memaksa dong, tapi khusus muslim. Anehkan di jaman demokrasi mengaku muslim tetapi banyak yang tidak sholat dan tidak puasa? Miris kan...padahal hukumnya wajib lho. Kalau dikerjakan mendapat pahala sedangkan ditinggalkan berdosa.


Itu hal yang lumrah terjadi dinegara demokrasi, mau selamat mau nggak bebas. Begitu juga orang debat untuk menuju singgasana kepemimpinan saja visinya tidak menyinggung akhirat sama sakali bukan? 

Memang kebebasan itu asasnya demokrasi.

1.Bebas beraqidah

2. Bebas berpendapat

3. Bebas berperilaku.

( boleh kok dilanjut diskusi terkait 3 hal itu)

Atau ikut ngaji didaerahnya masing-masing bisa kok  dihubungkan)


Kembali ke negara, negara bisa memberi sanksi kepada mereka yang tidak sholat.

Contoh gampangnya gini, helm sama kerudung mana yang wajib? Kudung kan. Nah dinegara domokrasi mana yang wajib? Helm kan. Coba silahkan naik motor muslimah yang berkerudung terus ditilang, kemudian bilang "saya sudah kerudungan pak" kira-kira tetep ditilang enggak?

Dan pasti tetap ditilang, karena yang ada sanksinya dalam undang-undang memang   helm bukan kerudung.

Kalau yang ini baru namanya paksaan, kita dipaksa padahal dalam Islam hukumnya mubah, Aneh kalau dalam alam demokrasi berubah menjadi wajib. 


Dan anehnya pula umat Islam jarang yang mengetahuinya. 

Padahal kalau menurut aturan Islam mestinya yang tidak berkudung itu yang disanksi karena berdosa.

Dan ini salah satu bukti bahwa demokrasi itu  membuat hukum berdasarkan akalnya, manusia bebas membuat hukum. Seharusnya yang berhak membuat hukum itu Allah. Allah Al Khaliq  Sang Pencipta dan Sang Pembuat Aturan.


Nah bagaimana halnya dengan negara yang menerapkan syari'ah kaffah (Khilafah)? Orang mau berbuat maksiat malu, sembunyi-sembunyi. Hal ini karena akidah masing-masing individu kokoh dan terpelihara karena adanya kontrol masyarakat dan negara berperan menerapkan hukum Allah.Jadi keamanan dan kedamaian benar-benar bisa dirasakan. Masak tidak rindu dengan negara yang seperti itu. Itu urusan privat aja diperhatikan apalagi urusan publik  pasti diurus dan diatur oleh negara. 

Dan itu hanya ada pada sistem Islam yaitu Khilafah yang memimpin dunia selama 13 abad. Dan runtuh tahun 1924 yang dihapus oleh kafir penjajah. Dimana generasi Islam berikutnya gambarannya saja tak pernah terbersit apalagi berkeinginan memperjuangkannya. 


Maka dari itu yuk  ngaji Islam kaffah sehingga memahami bahwa Islam itu indah bukan melulu ngurus ibadah mahdhoh saja.

Pahamkan?

MAKANYA KHILAFAH AJA.


Allah berfirman:


قُلْ إِنِّي عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ ۚ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ ۚ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۖ يَقُصُّ الْحَقَّ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ


Artinya: Katakanlah, "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. *Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah*. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik".( TQS. Al An 'am 57).

Wallahu 'alam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak