SDA Milik Rakyat, Bukan Barang Dagang

Oleh : Siti Mundayana (Ibu Rumah Tangga dan Anggota Majelis Islam Kaffah)


TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  Laode M. Syarif melihat sumber daya alam Indonesia kerap disalah gunakan oleh segelintir orang.


Banyak sekali sumber daya Indonesia dijual murah oleh para pejabat. Kata Laode dalam acara diskusi melawan korupsi di sektor sumber daya alam di gedung KPK, Jakarta Selatan pada jum’at, 25 Januari 2019. KPK mencatat, lebih dari 12 kasus korupsi di sector sumber daya alam sepanjang 2004-2017.


Sementara itu, ada lebih dari 24 orang pejabat yang di proses KPK karena terbukti melakukan korupsi di seKtor kehutanan. Bahkan, disepanjang 2004-2017, sudah 144 orang anggota dewan yang terlibat. Di susul 25 orang Menteri atau Kepala Lembaga, 175 orang pejabat pemerintah, dan 184 orang pejabat swasta.


Korupsi biasanya terkait erat dengan jabatan atau kedudukan seseorang . karena dengan jabatan atau kedudukan seorang memiliki kekusaan dan wewenang untuk berbuat yang demikian. Jabatan merupakan titik rentan terjadinya korupsi. Berdasarkan temuan KPK korupsi kebanyakan dilakukan oleh para pejabat yang itu sudah terjadi sejak lama. Mereka menyalahgunakan jabatan untuk memperoleh materi, meskipun dengan menjual asset Negara yang seharusnya asset tersebut adalah di peruntukkan umat. Tetapi tetap mereka lakukan yang penting mereka mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan lagi yang halal dan haram.


Korupsipun sudah biasa terjadi diberbagai Negara yang menganut sistem kapitalis, telah menajdi problem kronis dan kian menggurita disetiap  lini kehidupan mulai dari kalangan bawah hingga teratas. Semakin tinggi jabatan seseorang semakin banyak dan mudah melakukan korupsi, karena untuk memperoleh suatu jabatan  seseorang harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Sehingga apabila mereka sudah menjabat mereka akan berusaha mengembalikan modal yang telah mereka gunkan untuk memperoleh jabatan tersebut.


Korupsi tetap akan tumbuh subur pada sistem kapitalis sekuler, dengan beberapa alasan:

1. Sistem kapitalis (sekuler) mengajarkan pemisahan urusan agama dengan urusan kehidupan. Seseorang hanya boleh membawa-bawa agama ketika sedang berada di dalam tempat ibadah, sedang berdoa, atau sedang melakukan aktivitas ritual agama lainnya. Sebaliknya ketika sedang bekerja, mengatur Negara, dan menjalankan aktivitas kehidupan lainnya agama harus dicampakkan. Tingkat keimanan sangat diabaikan dalam sistem kapitalis, padahal tingkat keimanan menjadi salah satu penghalang seorang melakukan korupsi.

2. Dalam sistem kapitalis seseorang dibilang sukses apabila memiliki harta yang berlimpah dan atau jabatan yang tinggi ditengah-tengah masyarakat. Demikian seseorang akan berlomba-lomba mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan mengejar jabatan yang lebih tinggi kapanpun dan dimanapun.

3. Azas manfaat menjadi dasar pijakan atau ukuran seorang melakukan perbuatan setiap pekerjaan atau pembuatan yang dapat mendatangkan manfaat. Selayaknya dilakukan tanpa memperhatikan hala dan haram.


Bukan itu saja, hukum di Negeri kita ini cenderung tumpul ke bawah dan tajam ke atas. Bagaimana tidak kejahatan kecil yang dilakukan oleh kaum menengah ke bawah namun perilaku yang mereka alami sunguh sangat di luar dugaan dari mulai penyiksaan dan denda yang harus mereka terima dari perbuatan mereka yang tidak seberapa harganya. 


Berbeda halnya dengan kaum menengah ke atas yang melakukan kejahatn besar namun mendapat perlakuan yang istimewa dan hukuman yang diberikan  tidak menimbulkan efek jera sama sekali. Alhasil mereka sering sekali melakukan korupsi secara berulang-ulang tanpa ada rasa takut sedikitpun. Seperti yang dicontohkan oleh Laode beberapa nama koruptor dalam bidang sumber daya alam salah satunya adalah anggota DPR dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Al Amin Nasution.


“ Ia terkena kasus penyuapan alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Ia hanya divonis 8 tahun penjara, padahal dia mengeluarkan izin lebih dari 100 ribu hektar hutan” kata Laode. Lalu ada mantan bupati Pelalawan Bhakti Praja, di Pangkalan Kerinci. Alhasil, ia harus mendekam di penjara selama 2 tahun dan denda sebesar RP. 500 juta. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Padahal SDA milik umat.


Permasalahan ini tetap akan terus terjadi selama sistem kapitalis diterapkan di negeri kita ini. Oleh karena itu untuk menuntaskan masalah ini sampai keakarr-akarnya tidak akan mungkin jika tidak menggati sistem yang ada. Tindakan tambal sumbal terbukti justru semakin memperpanjang umur korupsi.


Dalam Islam keimanan adalah modal utama untuk menciptakan Negara yang bersih dari koruptor. Adanya dorongan keyakinan bahwa segala aktivitasnya akan mendapat tanggung jawab di hadapan Allah SWT kelak, merupakan kesadaran bagi para penjabat, penguasa di manapun dan kapanpun mereka berada dalam menjalankan  tugasnya. Pejabat yang benar-benar beriman kepada Allah SWT akan sulit untuk melakukan kemaksiatan, sebab mereka yakin dan percaya bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya dan kelak pada hari akhir akan dimintai pertanggungjawaban.


“ Wahai manusia, siapa saja diantara kamu yang diangkat menjadi pegawai kami untuk melakukan pekerjaan tertentu, kemudian menipu terhadap penghasilannya dengan indicator tertentu, maka (ketahuilah) sesungguhnya apa yang lebih dari (penghasilannya) adalah harta haram (ghull), yang akan di bawanya pada hari kiamat”. (HR.Abu Dawud)


Hukum dalam Islam bagi para pelaku korupsi amat tegas, pelaku korupsi akan di jatuhi hukuman ta’zir berupa publikasi kecurangan itu secara luas, agar jangan ada orang yang menaruh kepercayaan kepadanya selama 6 bulan- 5 tahun dan yang bersangkutan  secara otomatis harus dipecat. Jika jumlah yang di korupsi mencapai jumlah yang membahayakan ekonomi Negara, maka koruptor akan dijatuhi hukuman mati.


Dengan hukum yang tegas inilah, maka akan membuat pejabat takut untuk korupsi. Rasa keadilan masyarakat pun semakin terasa dan ini hanya akan terwujud di dalam sistem Islam dalam bingkai Khilafah.


Wallahu ‘Alam Bii Shawab 





Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak