Sad Ending or Syahid Ending

Oleh : Dini Azra

Pernah, nggak nonton film yang endingnya menyedihkan, karena sang jagoannya harus mati. Setelah mengikuti alur cerita yang rumit, dengan banyak adegan dramatis eh, tahu-tahu harus berakhir tragis. Pasti perasaan kita seperti diaduk-aduk, sedih, kecewa, susah move on jadinya. Terus kita harus sadarkan diri, ah itu cuma film sudah lupakan! Padahal masih suka kepikiran, dan melekat dalam ingatan, iya nggak sih?

Apapun genre filmnya, romantis, thriller, ataupun sejarah kepahlawanan akan lebih sulit dilupakan jika endingnya dibuat sedih atau menggantung. Berbeda jika film yang berakhir bahagia, sesuai ekspektasi penontonnya, memuaskan, lega...sudah begitu saja. Kenapa,ya..kita suka merasa nggak rela, melihat karakter baik dalam film atau drama yang kita sukai mati? Padahal dalam kehidupan nyata, kita pasti paham bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati juga. Apakah karena mindset kita sudah terbentuk, bahwa akhir cerita yang ideal itu adalah ketika akhirnya mereka hidup bahagia selama-lamanya? Mirip cerita dongeng putri-putrian itu, lho.

Nah, biar nggak baperan kita harus ubah dulu mindset kita tentang arti kemenangan yang sesungguhnya. Kalau dalam film rekaan manusia, kematian boleh dianggap akhir yang menyedihkan, karena sudah selesai ceritanya. Tapi, jika kita mengingat kisah-kisah orang beriman terdahulu, yang termaktub didalam Alquran ataupun hadits Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Kita akan tahu, bahwa kematian orang yang berjuang dijalan Allah, bukanlah akhir segalanya.Tetapi awal dari kebahagian yang abadi, untuk selama-lamanya. Mungkin dimata orang kafir, dia telah dikalahkan tapi sebenarnya itulah kemenangan sesungguhnya.

Sebut saja kisah syahidnya Sumayyah binti Kayyath, ibunda dari Ammar bin Yasir Radiallahu anhu. Beliau adalah seorang budak yang memilih mempertahankan keimanan, dari pada harus kembali pada kekafiran. Meskipun harus rela melihat suami dan anaknya disiksa dan dibunuh, oleh panglima kedzaliman si Abu Jahal. Sedang dirinya juga disiksa sedemikian rupa, dipakaikan baju besi, lalu dijemur dibawah panas matahari yang membakar. Namun dia tetap sabar, hingga membuat Abu jahal putus asa memurtadkannya. Lalu dia mendekati dan menusuk Sumayyah dengan tombak sampai meninggal dunia. Itulah akhir hidup Sumayyah yang harum namanya hingga hari ini dan dikenang sebagai syahidah pertama dalam Islam. Dia dan keluarganya adalah orang-orang yang berani menampakkan keislamannya secara terang-terangan tatkala Rasulullah berdakwah di Makkah.

Begitupun kisah orang-orang beriman yang dibakar didalam parit, atau disebut kisah Ashabul Ukhdud. Kisah ini terdapat dalam Alquran Surah Al Buruuj ayat 4-9. Dan juga didalam hadits yang sangat panjang, yang diriwayatkan Imam Muslim. Tentang seorang pemuda (Ghulam), yang terpilih menjadi penerus penyihir Sang Raja. Maka dia diperintahkan untuk belajar kepada si penyihir. Namun sebelum bertemu si penyihir dia lebih dulu bertemu seorang Rahib, yang mengajarkan padanya tentang Allah Tuhan semesta alam.

 Dari situlah hidayah ia dapatkan, setelah sempat dirundung kebimbangan akan siapa yang benar? Tukang sihir ataukah Rahib? Ketika menghadapi binatang buas yang ditakuti masyarakat, diapun memohon kepada Allah, jika Rahib ini yang benar disisi Allah, biarkanlah binatang itu mati dengan ijin Nya. Akhirnya Allah Subhanahu wataala, memberinya hikmah dan ilmu, kemampuan mengobati orang sakit, bahkan kebutaan. Kehebatannya itu terdengar oleh raja dan penyihirnya. Saat diminta menghadap, dan ditanya tentang kehebatannya si Ghulam berkata ini karena Allah. Raja sangat marah, karena dia merasa dirinyalah Tuhan itu.

Raja berusaha mengubah pendirian Ghulam, sampai-sampai didatangkan Rahib yang menjadi gurunya itu dan dipaksa kembali kepada ajarannya, ketika dia menolak diletakkan gergaji diatas kepalanya, dan dibelah tubuhnya hingga ke kaki. Begitu juga dengan sahabat raja yang pernah disembuhkan dari kebutaan lalu beriman, harus mengalami hal serupa. Ghulam diserahkan kepada prajurit raja, untuk dibawa keatas gunung, dan dijatuhkan apabila tidak melepaskan iman, dibawa dengan kapal untuk ditenggelamkan tapi Allah Subhanahu wataala selalu menyelamatkan. Diapun menghadap Raja, dan mengatakan jika kau ingin membunuhku, kumpulkan orang-orang disebuah bukit,  ikatlah aku dan ketika hendak memanahku, ucapkan dengan keras " Bismillah Rabbul ghulam, dengan nama Allah Tuhan pemuda ini".

Raja mengikuti petunjuknya, orang-orang yang berkumpul menyaksikan bagaimana ghulam di bunuh dengan anak panah, dan mendengar apa yang diucapkan Raja. Merekapun langsung berkata," Kami beriman kepada Allah, tuhan pemuda ini." Apa yang ditakutkan Raja terbukti, bahwa rakyatnya akan mengikuti agama pemuda itu. Dia perintahkan rakyatnya untuk kembali pada ajarannya, namun iman mereka tidak goyah. Maka dibuatlah sebuah parit, yang diisi api yang berkobar satu persatu mereka dimasukkan kedalam api. Sampai ada seorang ibu yang membawa bayinya, dia ragu melihat anaknya. Kasihan karena anaknya belum merasakan indahnya dunia, haruskah ia membawanya masuk kedalam api? Dengan kehendak Allah, bayi kecil itu bisa bicara, " Bersabarlah ibu, sesungguhnya engkau diatas kebenaran." Maka hilanglah keraguan si ibu, dan masuklah ia dan bayinya kedalam api.

Dari kisah diatas, mungkin dimata manusia awam itu adalah akhir yang menyedihkan atau sad ending. Namun bagi kita orang beriman meskipun ada kesedihan atas apa yang menimpa mereka, tapi kita tahu pasti bahwa mereka mati dalam keadaan syahid. Inilah syahid ending, dari orang-orang yang benar dalam keimanannya. Adalah cita-cita yang paling mulia bagi seorang muslim yaitu mati syahid, karena berjuang dijalan Allah. Allah Subhanahu wataala berfirman:

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam ke­adaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bersenang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bersenang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyia­kan pahala orang-orang yang beriman.”(Q.s. Ali Imran: 169-71)

Di akhir jaman ini, kitapun masih menyaksikan orang-orang yang disiksa dan dibunuh karena keimanannya. Lihatlah saudara kita di Uyghur China, di Rohingya, di Palestina dan lainnya. Insyaallah mereka mati dalam keadaan syahid. Kitapun sesungguhnya tengah diuji dalam keimanan ini. Hanya saja ujian kita berbeda, kita diserang dengan perlahan, dengan cara yang halus dan melenakan. Sehingga banyak orang tidak merasakan, gempuran pemikiran yang masuk kedalam sistem. Sekularisme, liberalisme, pluralisme yang semua itu telah berhasil menggerus keimanan dan menjauhkan umat dari agamanya. Disinilah peranan kita, melawan pemikiran yang merusak itu dengan dakwah ditengah umat. Menyadarkan mereka untuk kembali pada syariat Allah, dan memperjuangkan adanya kepemimpinan Islam yang sesungguhnya. Walaupun itu pilihan yang berat, karena akan banyak penentangnya. 

Tapi, kita punya peluang untuk menentukan kisah kita sendiri, berakhir sad ending atau syahid ending. Berjuang atau tidak berjuang, ujung-ujungnya adalah kematian juga. Semoga kita diberikan hidayah untuk memilih menjadi seorang pejuang Islam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak