Rezim Meradang Gegara Tagar

Oleh : Ummu Himmah


Tagar Uninstall Jokowi (Presiden Joko Widodo) atau #UninstallJokowi menjadi trending topics dunia. Tagar ini menjadi buntut seruan Uninstall Bukalapak yang awalnya digaungkan oleh Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Hasto Kristiyanto (Tempo.co.id 16/2/2019)

Gerakan #UninstallJokowi muncul usai pendiri dan CEO Bukalapak Achmad Zaky mencuitkan data terkait anggaran yang digelontorkan Indonesia guna mewujudkan Industri 4.0.yang dinilainya kecil dibandingkan dua negara tetangga Malaysia dan Singapura yang ditutup harapan "mudah-mudahan presiden baru bisa naikin. Harapan inilah pemicunya. 

Meski hanya sebuah tagar namun pesannya sungguh menakutkan. Tagar yang berada di posisi nomor wahid dengan 377 ribu tweet ini membuat rezim meradang. Bukan Rezim kalau tidak panik. Sedikit saja respon masyarakat lewat tulisan atau protes massa hatta sebuah cuitan mengenai kebijakan pemerintah, dan dirasa telah menyudutkan rezim pasti rezim akan merespon balik dan mencari cara dan jalan untuk berkelit juga melakukan pencitraan. Dibuatlah aneka kegiatan untuk mendukung pencitraan ini mulai dari bagi-bagi sertifikat di dalam masjid hingga kunjungan tengah malam ke kampung nelayan. Maklum penguasa hari ini adalah petahana yang akan maju pilpres mendatang dan jalan harus lempang menuju kesana.

Mengapa rezim begitu panik hanya karena sebuah tagar ? Era digital, medsos pun berperan, Kita tau hampir setiap pejabat negara, para intelektual bahkan pemimpin negara di dunia mempunyai akun twitter. Yang dimungkinkan mereka akan mengambil kebijakan dari sebuah peristiwa yang terjadi di jagad ini lewat informasi dunia maya. Karena mereka tau yang berkicau adalah mereka "orang-orang penting" yang tau kondisi masyarakat yang genting. Dengan fakta dan data mereka bicara. Maka bukan tidak mungkin kalau medsos menjadi salah satu sumber rujukan bagi  penguasa untuk menentukan kebijakan baik skala nasional maupun internasional.

Dan kita perlu tahu bahwa siapapun yang menjadi penguasa sebuah negara pasti ditopang oleh pengusaha dan negara adikuasa di belakangnya. Sehingga rezim hari ini tidak ingin "tuannya" berpaling darinya, menarik dukungan terhadapnya dan hilanglah kesempatan untuk berkuasa kembali.

Masih belum hilang dari ingatan kita sebuah tagar yang memporak porandakan rencana rezim dan tuannya. Tagar Haram Pilih Pemimpin kafir  ternyata berdampak luar biasa. Gubernur petahana yang digadang untuk naik tampuk kekuasaan lagi dan bahkan diharapkan untuk menjadi RI1 dengan tujuan jangka panjang menjaga kuatnya cengkeraman asing dan aseng, harus "rela" lepas jabatan. Dan berikutnya kepanikan rezim dimulai. Mulai dari penyerangan terhadap ulama oleh orang yang dituduh gila (karena belum tentu gila), persekusi dan kriminalisasi ulama, pencabutan BHP ormas islam yang disebut-sebut biang munculnya tagar ini hingga ditolak kasasinya, monsterisasi ajaran islam, politik stick and carrot didalam tubuh umat islam, dan sebagainya. 

Harusnya ini pelajaran bagi rezim untuk lebih mendekat dan mendengar aspirasi umat. Memperbaiki kinerja dan melayakkan diri jadi pelayan umat. Bukan malah berupaya menjauh dan menstigma negatif sesiapa yang mengkritisi kebijakan yang tak memihak rakyat. Sejatinya penguasa dipilih untuk mengayomi rakyat bukan? Rezim harusnya menyadari hal ini. Atau menunggu sebuah tagar yang akan "mendatangkan ajal" bagi kekuasaannya?

*gambar ilustrasi 

*isi tulisan tanggung jawab penulis

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak