Rencana Allah Pasti Lebih Bagus


Oleh : Markiningsih*


Manusia berencana. Tapi tetap saja rencana Allah lebih bagus. Seperti dalam firman Allah yang artinya :


_"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."_(TQS. Surat Al Baqarah (2:216).


Hal ini terjadi pada saya. Malam itu adalah jadwal Kulwa Kelas Habits dan 168 Jam. Saya sudah menyiapkan diri duduk manis dibelakang meja menunggu materi dari Cikgu. Tiba-tiba Suami datang mengampiri dan bilang mau kerumah pak Udin. 


Biasanya kalau berkunjung kerumah teman yang satu ini seringnya mengajak Saya. Pak Udin  mempunyai kemampuan dalam pengobatan.


Setelah Suami berangkat, Saya buka hp, ada info kalau Kulwa ditunda hari kamis malam karena Cikgu masih dalam perjalanan pulang dari Jogja. Tidak berapa lama, Suami tilpun dan bilang, "Siap-siap ta jemput ya," karena Bu Udin menanyakan saya. Alhamdulillah, tidak jadi mendapatkan kebaikan dari belajar, mendapatkan kebaikan yang lain yaitu ber-silah ukhuwah.


Sesampai dirumah pak Udin, kami berempat ngobrol ringan dengan suguhan gorengan yang sudah disiapkan yaitu tempe, tahu isi, ote-ote ditambah kopi jahe murni. Hmmm... enak banget🙂


Setelah Suami dan Pak Udin pindah ke ruang lain untuk melakukan pengobatan, tinggal saya dan Bu Udin melanjutkan obrolan gayeng, mulai dari masalah anak, keluarga besar, nanam-menanam, akhirnya ke masalah politik.

Wah-wah keren nih emak-emak ikut bahas politik. Bisa ditebak kan arahnya, iya..., apalagi kalau bukan kegiatan pilpres yang akan datang, tepatnya urusan coblos mencoblos. 


Saya juga kaget sekaligus bercampur gembira tiada tara, mendapat kesempatan yang tiada diduga, bisa menyampaikan sedikit   pemikiran Islam. 


Pinisirin...??🤭

Begini obrolannya :


Bu Udin : "Bu ayo jangan  golput lho ya. Sekarang ini semua lini bergerak bu, semata-mata untuk membela agama".


Saya : "Kok bisa begitu bu?"


Bu Udin : "Iya Bu, kalau banyak yang golput, maka orang-orang buruk yang akan menang. Karena apa?," lanjut Bu Udin, "sekarang jumlah orang yang buruk itu banyak Bu. Lha kalau orang-orang yang baik banyak golput, maka pastinya orang buruklah yang akan memenangkan pertarungan".


Saya : _Sambil melanjutkan makan suguhan,_"Bu, bukankah semua amal ibadah kita sekecil apapun akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah? Lha kalau yang kita pilih itu menang dan tidak bisa menerapkan seluruh hukum-hukum Allah,  bagaimana? Misalnya saja mengeluarkan ijin produksi minuman keras, ijin tempat-tempat usaha  yang disinyalir ada kemaksiatan disitu. Kita kan juga kena dosanya Bu, dosa investasi namanya".


Rupanya kekhawatiran Bu Udin tentang banyaknya perolehan suara yang banyak pasti mendapatkan kemenangan, juga pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Hanya beda substansi, kalau yang ini tentang jumlah suara, pada zaman Rasulullah SAW jumlah pasukan perang.


Bahwa Nabi SAW dan para Sahabat pernah diberi pelajaran oleh Allah ketika mereka mulai silau dengan jumlah mereka saat Perang Hunain. 


Allah berfirman :

" _Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (orang mukmin) di medan peperangan yang banyak, ingatlah peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai..."_(TQS at-Taubah (09 : 25)).


Karena itu kemenangan bukan karena jumlah. Termasuk jumlah suara yang diperoleh dalam pemilu. Tetapi, semata-mata karena pertolongan Allah SWT.


Allah SWT berfirman dalam surat yang sama :

" _Kalaupun saja kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah pasti menolongnya..." (TQS. at-Taubah (09) : (40))._


Jelas sekali bahwa kemenangan karena pertolongan Allah. Bukan kehebatan mereka, juga bukan karena jumlah mereka.


Tidak berbeda dengan kaum muslimin pada umumnya, Bu Udin juga sudah termakan opini batil bentukan barat yang masuk kedalam relung jiwa dan fikiran beliau, bahwa cara berganti sistem dari sistem Demokrasi yang rusak dan menyengsarakan umat, dengan sistem Islam adalah dengan cara berdarah-darah.


Dalam konteks kekuasaan, Nabi SAW telah menggariskan thariqah yang khas. Mengikutinya hukumnya wajib, dan jika diikuti, hasilnyapun pasti.

Thariqah itu adalah membina umat untuk membentuk jamaah, dan menyiapkan mereka, sehingga mempunyai pemahaman dan kesadaran yang shahih.


Kemudian mereka melakukan interaksi ditengah-tengah umat agar menerima dan menjadikan ideologi mereka menjadi ideologi umat.

Baru setelah semuanya itu siap, umatlah yang akan memberikan kekuasaan kepada mereka; melalui ahl an-nushrah.

Ahl an-nushrah pun memberikan nushrah, setelah paham dan yakin dengan ideologi mereka. Karena itu, thalab an-nushrah merupakan satu-satunya thariqah Nabi SAW dalam meraih kekuasaan. 

Bukan yang lain.


Ini menunjukkan bahwa sistem demokrasi yang diagungkan oleh manusia sebagai sesuatu yang baik menurut manusia, belum tentu baik bagi Allah SWT, karena Allah SWT sudah menetapkan sistem politik Islam yang benar seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Maka sudah sepantasnya kita kembali  ke syariat Islam dalam memecahkan problem politik di tanah air. Karena manusia bisa berencana dengan demokrasi, tapi rencana Allah SWT dengan sistem Islam adalah paling bagus.


WalLaahu a'lam.


*Penulis adalah Purna Tugas Pemkab Jember dan anggota Akademi Menulis Kreatif.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak