oleh : Zai (aktivis mahasiswi)
Semua orang jelas mempertanyakan keadilan dan hak bersuara pada kekuasaan rezim saat ini yang jelas-jelas mempertontonkan kediktatorannya. Hal ini terjadi tidak hanya pada satu atau dua kasus yang juga telah menyangkut publik figur. Salah satunya adalah Ahmad Dhani yang didakwa melakukan ujaran kebencian gara-gara twitnya yang diunggah pada 6 Maret 2017 yang berbunyi, "Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi muka nya - ADP".
Jaksa sebelumnya mendakwa Dhani dengan pasal berlapis, yakni pelanggaran pasal 45 ayat 2 UU No.19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pasal 28 ayat 2 UU ITE, pasal 55 ayat 1 KUHP dengan total ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Twit Ahmad Dhani memang kasar, namun dengan tindakan represif terhadap Dhani dan manakut-nakuti publik untuk berpendapat menunjukkan citra rezim yang kian diktaktor.
Penahanan Dhani membuat Jokowi tidak hanya menghadapi Prabowo-Sandi dan para pendukungnya karena mulai saat ini juga harus bersiap menghadapi perlawanan dari para penggemar Dhani yang pilihan politiknya beragam. Ada yang diantaranya adalah pendukung Jokowi dan ada yang belum menentukan pilihan.
Perlawanan dari Al, El, dan Dul, anak-anak Dhani juga tak boleh diremehkan. Mereka punya penggemar di kalangan milineal yang tak kalah besarnya. Padahal segmen pemilih yang cukup besar ini sudah lama digarap oleh Jokowi.
Jokowi juga harus menghadapi perlawanan kelompok-kelompok seniman, artis, pejuang kebebasan berpendapat, dari dalam dan luar negeri. Mereka banyak yang tidak setuju dengan sikap dan pilihan politik Dhani. Tapi mereka juga tidak sepakat bila ekspresi dan kebebasan berpendapat harus dipasung
Tudingan pemerintah sebagai rezim represif bukan tanpa bukti. Nyaris banyak oposisi yg dijebloskan ke penjara hanya karena mereka lugas menyampaikan kritik. Sementara banyak kawan sekubu yg lolos dari jerat hukum padahal jelas melanggar hukum. Contoh kasus Viktor Laiskodat, dll.
Sikap anti kritik dan represif menunjukkan bahwa politik dalam demokrasi (catatan : partai penguasa adalah pengusung demokrasi) memang semata ditujukan untuk meraih dan melanggengkan kekuasaan, bukan untuk kepentingan rakyat. Jadi jangan harap bahwa pemerintahan demokrasi akan mampu melayani dan mengurusi rakyat.
Hanya sistem politik dan kepemimpinan Islam yg benar-benar tegak mengurusi kepentingan umat, yakni dengan menegakkan hukum-hukum islam sacara kaffah dan membuka ruang pada umat untuk mengawal pelaksanaannya melalui mekanisme muhasabah / mengkritisi penguasa sesuai tuntunan hukum-hukum syara.